tag:blogger.com,1999:blog-24911034795150024952024-03-13T08:50:42.904+07:00PEMBURU 'ILMUMari Menuntut Ilmu Syar'i Tuk Menghilangkan Kebodohan Pada DiriAFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comBlogger551125tag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-79690252754962084582014-05-29T06:10:00.000+07:002014-05-29T06:10:10.026+07:00Menengok Kesabaran Diri Kala Ujian dan Cobaan Menerpa<h1 style="text-align: center;">
” Menengok Kesabaran Diri Kala Ujian dan Cobaan Menerpa”
</h1>
Al-Ustadz Ruwaifi bin Sulaimi<br />
<br />
Tak ada jalan yang tak berkelok Tak ada lautan yang tak berombak. Tak
ada ladang yang tak beronak. Di mana ada kehidupan pasti di situ ada
ujian dan cobaan. Demikianlah sekelumit tentang sketsa kehidupan dunia
yang fana ini. Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> menjadikannya sebagai medan tempaan (<i>darul ibtila’</i>), untuk menguji kualitas kesabaran dan penghambaan segenap hamba-Nya.<br />
Al-Imam Ibnul Qayyim <i>rahimahumallah</i> berkata, “Sesungguhnya Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>
menguji hamba-Nya yang beriman tidak untuk membinasakannya, tetapi
untuk menguji sejauh manakah kesabaran dan penghambaannya. Sebab,
sesungguhnya Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> wajib diibadahi dalam kondisi sulit dan dalam hal-hal yang tidak disukai (oleh jiwa), sebagaimana pula Dia <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> wajib diibadahi dalam hal-hal yang disukai. Kebanyakan orang siap mempersembahkan penghambaannya kepada Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>
dalam hal-hal yang disukainya. Karena itu, perhatikanlah penghambaan
kepada-Nya dalam hal-hal yang tak disukai. Sebab, di situlah letak
perbedaan yang membedakan kualitas para hamba. Kedudukan mereka di sisi
Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> pun sangat bergantung pada perbedaan kualitas tersebut.” (<i>al-Wabil ash-Shayyib</i>, hlm. 5)<br />
<strong>Ujian dan Cobaan dalam Ranah Kehidupan Beragama</strong><br />
Setiap muslim sejati tentu menyadari bahwa ragam ujian dan cobaan
pasti menerpa kehidupannya. Tiada bimbingan ilahi dalam menghadapi ragam
ujian dancobaan itu melainkan dengan bersabar atasnya meski disadari
bahwa kesabaran itu sangat berat dilakukan. Namun, itulah hikmah
kehidupan yang dikehendaki oleh Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>
Dzat Yang Maharahman. Dalam ranah kehidupan beragama, ada tiga jenis
ujian dan cobaan yang tak mungkin seorang muslim lepas darinya.
Bagaimana pun situasi dan kondisinya, pasti dia akan menghadapinya. Tiga
jenis ujian dan cobaan itu adalah sebagai berikut,<br />
1. Perintah-perintah Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> yang wajib ditaati.<br />
2. Larangan-larangan Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> (kemaksiatan) yang wajib dijauhi.<br />
3. Musibah yang menimpa (takdir buruk).<br />
Para ulama sepakat bahwa senjata utama untuk menghadapi tiga jenis ujian dan cobaan itu adalah kesabaran, yaitu;<br />
1. Sabar di atas ketaatan kepada Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>, dengan selalu mengerjakan segala perintah-Nya <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>.<br />
2. Sabar dari perbuatan maksiat, dengan selalu menahan diri dari segala yang dilarang oleh Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>.<br />
3. Sabar atas segala musibah yang menimpa dengan diiringi sikap ikhlas dan ridha terhadap takdir yang ditentukan oleh Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>. (Lihat <i>Qa’idah fish Shabr </i>karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah [hlm. 90—91], <i>Syarh Shahih Muslim </i>karya al-Hafizh an-Nawawi [3/101], dan <i>Madarijus Salikin </i>[2/156], dll.)<br />
Sejauh manakah kesabaran dan penghambaan kita kepada Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> terkait dengan tiga jenis ujian dan cobaan itu? Sudahkah kita bersabar di atas ketaatan kepada Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> dengan selalu mengerjakan segala perintah-Nya?<br />
Sudahkah kita bersabar dari perbuatan maksiat dengan selalu menahan diri dari segala yang dilarang oleh Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>? Sudahkah kita bersabar atas segala musibah yang menimpa dengan ikhlas dan ridha terhadap takdir yang ditentukan oleh Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>?<br />
Marilah kita menengok kesabaran diri masing-masing. Semoga Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> menutupi segala kekurangan kita dan mengampuni segala kesalahan kita. <i>Wallahul musta’an.</i><br />
Dalam menjalani kehidupan beragama, setiap muslim tak bisa dipisahkan
dengan lingkungan tempat hidupnya. Lingkungan yang bersifat majemuk
baik dari sisi karakter, latar belakang keluarga dan pendidikan, maupun
pemahaman agama. Di situlah seorang muslim akan diberi ujian dan cobaan
oleh Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> terkait dengan tiga jenis kesabaran di atas. Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> berfirman,<br />
<div dir="rtl" style="direction: rtl; font-family: Traditional Arabic; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
الم () أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُو</div>
<i>“Alif Laam Miim. Apakah manusia mengira dibiarkan berkata, ‘Kami telah beriman’ sedangkan mereka tidak diberi ujian?” </i>(al-‘Ankabut: 1—2)<br />
Ujian dan cobaan itu pun beragam bentuknya. Terkadang dalam bentuk keburukan dan terkadang pula dalam bentuk kebaikan. Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> berfirman,<br />
<div dir="rtl" style="direction: rtl; font-family: Traditional Arabic; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ</div>
<i>“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji
kalian dengan keburukan dan kebaikan “Alif Laam Miim. Apakah manusia
mengira dibiarkan berkata, ‘Kami telah beriman’ sedangkan mereka tidak
diberi ujian?” sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada
Kamilah kalian dikembalikan.” </i>(al-Anbiya’: 35)<br />
Di antara ujian dan cobaan itu adalah adanya orang-orang jahat yang
tidak suka terhadap orang-orang yang istiqamah di atas jalan kebenaran.
Mereka mencela, menghina, mencibir, bahkan memusuhi orang-orang yang
istiqamah itu. Kondisi semacam ini bahkan telah dialami oleh para nabi
terdahulu yang mulia. Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> berfirman,<br />
<div dir="rtl" style="direction: rtl; font-family: Traditional Arabic; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِّنَ الْمُجْرِمِينَ ۗ وَكَفَىٰ بِرَبِّكَ هَادِيًا وَنَصِيرًا</div>
<i>“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap Nabi, musuh
dariorang-orang yang berdosa. Cukuplah Rabb-mu sebagai pemberi petunjuk
dan penolong.” </i>(al-Furqan: 31)<br />
Maka dari itu, siapa saja dari hamba Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>
, baik muslim maupun muslimah yang berupaya istiqamah, dengan meniti
jejak Rasulullah n dan para sahabatnya (bermanhaj salaf) akan mengalami
ujian terkait dengan keistiqamahannya itu. Tudingan sok alim, eksklusif,
merasa benar sendiri, bertentangan dengan adat dan tradisi masyarakat,
teroris, dan ujung-ujungnya vonis sesat, kerap kali menerpa. Semua itu
Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> tetapkan untuk menguji kesabaran para hamba- Nya. Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> berfirman,<br />
<div dir="rtl" style="direction: rtl; font-family: Traditional Arabic; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ ۗ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا</div>
<i>“Dan Kami jadikan sebagian kalian cobaan bagi sebagian yang lain, maukah kalian bersabar? Dan adalah Rabb-mu Maha Melihat.” </i>(al-Furqan: 20)<br />
Dengan demikian, tiada jalan keselamatan dari segala ujian itu selain
bersabar di atas kebenaran dengan mengedepankan sikap ilmiah, berpijak
di atas hikmah, tidak mengedepankan hawa nafsu ataupun perasaan, penuh
kehatihatian dalam menilai dan melangkah (<i>ta’anni</i>), tidak mudah bereaksi, dan tidak serampangan bertindak. Tentu saja, tidak lupa memohon pertolongan dari Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> Penguasa alam semesta dan berkonsultasi dengan para ulama yang mulia.<br />
Satu hal penting yang patut dicatat, patokan kebenaran bukanlah
banyaknya\ jumlah pengikut atau orang yang mengerjakan sebuah amalan.
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan <i>hafizhahullah </i>berkata, “Di
antara prinsip kaum jahiliah adalah menilai kebenaran dengan jumlah
mayoritas dan kesalahan dengan jumlah minoritas. Jadi, segala sesuatu
yang diikuti kebanyakan orang berarti benar, sedangkan yang diikuti
segelintir orang berarti salah. Inilah patokan mereka dalam hal menilai
kebenaran dan kesalahan. Padahal patokan tersebut tidak benar, karena
Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> berfirman,<br />
<div dir="rtl" style="direction: rtl; font-family: Traditional Arabic; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
وَإِن
تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِن
يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ</div>
<i>“Dan jika kamu menuruti mayoritas orang-orang yang ada di muka
bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka
tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain
hanyalah berdusta (terhadap Allah).” </i>(al-An’am: 116)<br />
<div dir="rtl" style="direction: rtl; font-family: Traditional Arabic; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ</div>
<i>“Tetapi mayoritas manusia itu tidak mengetahui.” </i>(al-A’raf: 187)<br />
<div dir="rtl" style="direction: rtl; font-family: Traditional Arabic; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
وَمَا وَجَدْنَا لِأَكْثَرِهِم مِّنْ عَهْدٍ ۖ وَإِن وَجَدْنَا أَكْثَرَهُمْ لَفَاسِقِينَ</div>
<i>“Dan Kami tidak mendapati mayoritas mereka memenuhi janji.
Sesungguhnya Kami mendapati mayoritas mereka orangorang yang fasik.” </i>(al-A’raf: 102)<br />
dan sebagainya.” (<i>Syarh Masail al-Jahiliyah</i>, hlm. 60)<br />
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa sedikitnya pengikut
suatu dakwah, tidak lazimnya cara ibadah yang dilakukan (tidak seperti
kebanyakan orang), atau penampilan yang berbeda dengan keumuman,
bukanlah alasan untuk memvonis salah atau sesatnya sebuah dakwah,
lebih-lebih manakala dakwah tersebut berpijak di atas bimbingan
Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> dan para sahabatnya.
Bukankah dakwah para rasul yang mulia—di awal kemunculannya— tidak umum
dan tidak lazim di mata kaumnya?! Bukankah tidak sedikit dari para rasul
tersebut yang dimusuhi dan ditentang dakwahnya? Sebagian mereka hanya
diikuti oleh segelintir orang, bahkan sebagian lainnya tidak mempunyai
pengikut! Namun, itu semua tak mengurangi nilai dakwah yang mereka emban
dan tak menjadikan dakwah mereka divonis salah atau sesat. Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> berfirman,<br />
<div dir="rtl" style="direction: rtl; font-family: Traditional Arabic; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
وَمَا آمَنَ مَعَهُ إِلَّا قَلِيلٌ</div>
<i>“Dan tidaklah beriman bersamanya (Nuh) kecuali sedikit.” </i>(Hud: 40)<br />
Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> bersabda,<br />
<div dir="rtl" style="direction: rtl; font-family: Traditional Arabic; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
عُرِضَتْ
عَلَيَّ اْلأُمَمُ، فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّهْطُ،
وَالنَّبِيَّ وَمعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلاَنِ وَالنَّبِيَّ وَلَيْسَ
مَعَهُ أَحَدٌ</div>
<i>“Telah ditampakkan kepadaku beberapa umat, maka aku melihat
seorang nabi yang bersamanya kurang dari 10 orang, seorang nabi yang
bersamanya satu atau dua orang, dan seorang nabi yang tidak ada seorang
pun yang bersamanya.” </i>(HR. al-Bukhari no. 5705, 5752, dan Muslim no. 220, dari Abdullah bin Abbas <i><i>radhiyallahu ‘anhu</i></i>)<br />
Asy-Syaikh Sulaiman bin Abdullah Alusy Syaikh <i>rahimahumallah</i>
berkata, “Dalam hadits ini terdapat bantahan terhadap orang yang
berdalil dengan hukum mayoritas dan beranggapan bahwa kebenaran itu
selalu bersama jumlah yang banyak. Padahal tidaklah demikian adanya.
Yang semestinya adalah seseorang mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah
bersama siapa saja dan di mana saja.” (<i>Taisir al-‘Azizil Hamid</i>, hlm.106)<br />
<strong>Fenomena Syahwat dan Syubhat</strong><br />
Di era globalisasi modern ini, syahwat dan syubhat menjadi ujian
tersendiri bagi setiap muslim yang istiqamah di atas kebenaran. Ragam
ujian itu pun benar-benar membutuhkan perjuangan dan kesabaran yang
sangat tinggi. Godaan syahwat demikian gencarnya menerpa iman dan jiwa
seseorang. Wanita dengan berbagai model dan aksen selalu mengiringi
derap langkah manusia sepanjang zaman. Penampilan yang norak dan pakaian
serba minim telah merambah putri-putri kaum muslimin.<br />
Tak hanya kawula muda, para ibu rumah tangga sekalipun tak luput
darinya. Akibatnya, mental dan rasa malunya setahap demi setahap
terkikis seiring dengan lajunya arus modernisasi. Tak mengherankan
apabila mereka menjadi ikon utama dalam dunia iklan, baik di media cetak
maupun media elektronik. Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> bersabda,<br />
<div dir="rtl" style="direction: rtl; font-family: Traditional Arabic; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ</div>
<i>“Tidaklah aku tinggalkan setelahku sebuah godaan yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki daripada wanita.” </i>(HR. al-Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 2741, dari Usamah bin Zaid <i>rahimahumallah</i>)<br />
Betapa banyak para pemuda yang tak bisa bersabar terhadap godaan
wanita. Betapa banyak para suami yang tak mampu bersabar di atas
ketaatan karena godaan sang istri. Enggan untuk istiqamah karena tak
disetujui oleh istri. Tak mau hadir di majelis-majelis taklim karena
“takut” dengan istri. Bahkan, terkadang ia siap melakukan perbuatan
maksiat; wirausaha dengan cara yang haram, mencuri, merampok, menipu,
dan semisalnya demi memenuhi tuntutanistri. Dunia dan akhiratnya rusak
akibat godaan wanita. <i>Wallahul musta’an.</i><br />
Di antara godaan syahwat yang juga berbahaya bagi kehidupan beragama
seorang muslim adalah harta. Slogan “waktu adalah uang” menjadi prinsip
hidup sebagian orang. Berpegang teguh dengan agama akan mewariskan
kemiskinan dan kesengsaraan, dianggap suatu keniscayaan. Tak
mengherankan apabila sebagian orang ada yang menjadikan harta sebagai
tolok ukur kesuksesan dan keberhasilan. Fenomena ini sungguh telah
terjadi pada diri Qarun, seorang konglomerat di masa Nabi Musa
‘Alaihissalam yang dibinasakan oleh Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>. Menurut Qarun, limpahan harta yang ada pada dirinya merupakan bukti kesuksesan dan keridhaan Allah <i><i>Subhanahu wata’ala </i></i>kepadanya, sedangkan Nabi Musa q dan yang bersamanya tidak mendapatkan keridhaan dari Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> karena tak sukses dari sisi harta. Maka dari itu, Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> membantah persangkaan Qarun yang batil itu dengan firman-Nya <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>,<br />
<div dir="rtl" style="direction: rtl; font-family: Traditional Arabic; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
أَوَلَمْ
يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ
هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا ۚ وَلَا يُسْأَلُ عَن
ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ</div>
<i>“Apakah dia tidak mengetahui bahwa Allah sungguh telah
membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih
banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang
yang jahat itu tentang dosa-dosa mereka.” </i>(al-Qashash: 78)<br />
Ujian harta ternyata tidak hanya menerpa orang awam atau anak jalanan
semata, tetapi orang berilmu pun nyaris terancam manakala orientasi
hidupnya adalah dunia. Di mana ada “lahan basah” dia pun ada di sana,
walaupun harus mengikuti keinginan <i>big boss-nya </i>yang kerap kali
tak sesuai dengan syariat dan hati nuraninya. Syahdan, ketika hawa nafsu
telah membelenggu fitrah sucinya, ayat-ayat Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>
(agama) dia jual dengan harga yang murah dan manhaj (prinsip agamanya)
pun dia korbankan demi meraih kelayakan hidup atau kemapanan ekonomi.
Dengan tegas Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> memperingatkan orang-orang berilmu dari perbuatan yang tercela itu, sebagaimana firman-Nya,<br />
<div dir="rtl" style="direction: rtl; font-family: Traditional Arabic; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
إِنَّ
الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلَ اللَّهُ مِنَ الْكِتَابِ وَيَشْتَرُونَ
بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا ۙ أُولَٰئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ
إِلَّا النَّارَ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا
يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ () أُولَٰئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا
الضَّلَالَةَ بِالْهُدَىٰ وَالْعَذَابَ بِالْمَغْفِرَةِ ۚ فَمَا
أَصْبَرَهُمْ عَلَى النَّارِ</div>
<i>“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah
diturunkan Allah, yaitu al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang
sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke
dalamperutnya melainkan api. Allah tidak akan berbicara kepada mereka
pada hari kiamat, tidak akan mensucikan mereka, dan bagi mereka siksa
yang pedih. Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan
petunjuk dan (membeli) siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya
mereka menghadapi api neraka!” </i>(al-Baqarah: 174—175)<br />
Ada hal penting yang patut diperhatikan. Sikap selektif dan sensitif
dalam mendapatkan harta harus selalu dimiliki oleh setiap muslim, baik
untuk kehidupan pribadi maupun kepentingan dakwahnya. Tidak asal comot.
Tidak pula pakai prinsip “aji mumpung”. Mumpung ada dana, diterima
sajalah!? Tanpa mencermati dari mana datangnya dana tersebut, apa latar
belakangnya, dan apa pula efek setelah mendapatkannya, baik yang
berkaitan dengan dirinya maupun dakwah secara umum.<br />
Langkah-langkah di atas seyogianya ditempuh oleh setiap muslim
sekalipun dana tersebut berasal dari lembaga/yayasan yang bergerak di
bidang keagamaan atau bahkan yang mengatasnamakan Ahlus Sunnah. Betapa
banyak lembaga/yayasan yang bergerak di bidang keagamaan atau yang
mengatasnamakan Ahlus Sunnah, realitasnya jauh panggang dari api.
Sudahkah kita bersabar menghadapi kondisi yang semacam ini? Marilah kita
menengok kesabaran diri, mudahmudahan taufik dan inayah Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> selalu bersama kita. <i>Amiin…</i><br />
Adapun godaan syubhat yang berupa kerancuan berpikir tak kalah
dahsyatnya dengan godaan syahwat. Aliran-aliran sesat yang
mengatasnamakan Islam bermunculan, kesyirikan dipromosikan tanpa ada
halangan, para dukun alias orang pintar dijadikan rujukan, ngalap berkah
di kuburan para wali menjadi tren wisata religius (agama), dan praktik
bid’ah (sesuatu yang diada-adakan) dalam agama meruak dengan dalih
bid’ah hasanah. Semua itu mengingatkan kita akan sabda Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i>,<br />
<div dir="rtl" style="direction: rtl; font-family: Traditional Arabic; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
بَادِرُوا
بِا عْألَْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِم،ِ يُصْبِحُ
الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِيْ كَافِرًا وَيُمْسِيْ مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ
كَافِرًا، يَبِيْعُ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا</div>
<i>“Bergegaslah kalian untuk beramal, (karena akan datang)
fitnah-fitnah (ujian dan cobaan) layaknya potongan-potongan malam. Di
pagi hari seseorang dalam keadaan beriman dan sore harinya dalam keadaan
kafir. Di sore hari dalam keadaan beriman dan keesokan harinya dalam
keadaan kafir. Dia menjual agamanya dengan sesuatu dari (gemerlapnya)
dunia ini.” </i>(HR. Muslim no.118, dari Abu Hurairah <i><i>radhiyallahu ‘anhu</i></i>)<br />
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al- Madkhali <i>hafizhahullah </i>berkata, “Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> seorang yang jujur lagi tepercaya telah memberitakan kepada kita dalam banyak haditsnya, termasuk hadits Abu Hurairah <i><i>radhiyallahu ‘anhu</i></i>
(di atas, -pen.) tentang bermunculannya ragam ujian di tengah umat.
Sungguh, telah datang berbagai ujian besar yang sangat kuat menghempas
akidah dan manhaj (prinsip beragama) umat Islam, mencabik-cabik keutuhan
mereka, menyebabkan pertumpahan darah antarmereka, dan menjatuhkan
kehormatan mereka. Bahkan, benarbenar telah menjadi kenyataan (pada umat
ini) apa yang disabdakan oleh Nabi <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i>,<br />
<div dir="rtl" style="direction: rtl; font-family: Traditional Arabic; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
لَتَتَّبِعُنَّ
سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْراً بِشِبْرٍ وَذِرَاعاً بِذِرَاعٍ
حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَتَبِعْتُمُوْهُمْ</div>
<i>‘Sungguh kalian akan mengikuti jalan/jejak orang-orang sebelum kalian (Yahudi dan Nasrani, </i>-pen.<i>)
sejengkal dengan sejengkal dan sehasta dengan sehasta1. Sampai-sampai
jika mereka masuk ke liang binatang dhab (sejenis biawak yang hidup di
padang pasir, </i>-pen.<i>) pasti kalian akan mengikutinya’.”</i><br />
<i> </i>Lebih lanjut, asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali <i>hafizhahullah </i>berkata,
“Saat ini di banyak negeri kaum muslimin muncul berbagai keburukan,
seperti komunis, liberal, sekuler, sosialis, dan demokrasi dengan segala
perangkatnya. Kelompok sesat Syiah Rafidhah dan Khawarij pun semakin
gencar mengembuskan racun-racun yang dahulu mereka sembunyikan.
Sebagaimana pula telah muncul kelompok sesat Qadiyaniah dan Bahaiah.” (<i>Haqiqah al-Manhaj al- Wasi’ ‘Inda Abil Hasan, </i>hlm. 2)<br />
Di era globalisasi modern ini, keberadaan ujian syahwat dan syubhat
semakin mengglobal. Terpaannya pun semakin dahsyat terhadap iman dan
jiwa seseorang. Bagaimana tidak?! Ragam godaan syahwat dan syubhat dari
manca negara dengan mudah dapat disaksikan di berbagai kanal televisi.
Terlebih lagi di internet, semuanya dapat diakses secara bebas dan
mudah. Bahkan, di dunia maya, semua orang—termasuk “pegiat dakwah”—dapat
berkenalan dan bertemandengan siapa saja secara bebas dalam ajang FB (<i>facebook</i>)
yang mengerikan itu. Para pencinta syahwat terfasilitasi untuk
mengumbar syahwatnya. Demikian pula para penjaja syubhat terfasilitasi
untuk menjajakan syubhatnya. Betapa banyak kasus perselingkuhan,
perceraian, dan kasus-kasus rumah tangga lainnya terjadi akibat
pertemanan bebas di <i>facebook</i>. Betapa banyak pula orangorang yang
sebelumnya istiqamah di atas manhaj yang lurus menjadi melenceng akibat
pertemanan bebas di facebook itu. <i>Wallahul musta’an.</i><br />
Akhir kata, semoga Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>
menganugerahkan kesabaran diri kepada kita sehingga dimudahkan untuk
istiqamah di atas kebenaran kala ujian dan coban menerpa. <i>Amiin, Ya Mujibas sailin….</i><br />
<br />
<i><a href="http://asysyariah.com/kajian-utama-menengok-kesabaran-diri-kala-ujian-dan-cobaan-menerpa/" target="_blank">sumber</a> </i>AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-20926072153504536612014-05-29T05:59:00.001+07:002014-05-29T05:59:38.936+07:00Pengaruh Orang Tua Terhadap Anak<div style="text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="858038" class="alignnone size-medium wp-image-6472" src="http://asysyariah.com/wp-content/uploads/2014/03/858038-400x200.jpg" /></div>
<br />
<h1 style="text-align: center;">
[Permata Salaf] Pengaruh Orang Tua Terhadap Anak
</h1>
<b></b><br />
<br />
<i> </i><b>Al-Imam Ibnul Qayyim </b><i>rahimahullah</i> mengatakan,<br />
“Betapa banyak orang yang mencelakakan anaknya—belahan hatinya—di
dunia dan di akhirat karena tidak memberi perhatian dan tidak memberikan
pendidikan adab kepada mereka. Orang tua justru membantu si anak
menuruti semua keinginan syahwatnya. Ia menyangka bahwa dengan berbuat
demikian berarti dia telah memuliakan si anak, padahal sejatinya dia
telah menghinakannya. Bahkan, dia beranggapan, ia telah memberikan kasih
sayang kepada anak dengan berbuat demikian. Akhirnya, ia pun tidak bisa
mengambil manfaat dari keberadaan anaknya. Si anak justru membuat orang
tua terluput mendapat bagiannya di dunia dan di akhirat. Apabila engkau
meneliti kerusakan yang terjadi pada anak, akan engkau dapati bahwa
keumumannya bersumber dari orang tua.” (<i>Tuhfatul Maudud </i>hlm. 351)<br />
<br />
Beliau <i>rahimahullah</i> menyatakan pula,<br />
“Mayoritas anak menjadi rusak dengan sebab yang bersumber dari orang
tua, dan tidak adanya perhatian mereka terhadap si anak, tidak adanya
pendidikan tentang berbagai kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya. Orang
tua telah menyia-nyiakan anak selagi mereka masih kecil, sehingga anak
tidak bisa memberi manfaat untuk dirinya sendiri dan orang tuanya ketika
sudah lanjut usia. Ketika sebagian orang tua mencela anak karena
kedurhakaannya, si anak menjawab, ‘Wahai ayah, engkau dahulu telah
durhaka kepadaku saat aku kecil, maka aku sekarang mendurhakaimu ketika
engkau telah lanjut usia. Engkau dahulu telah menyia-nyiakanku sebagai
anak, maka sekarang aku pun menyia-nyiakanmu ketika engkau telah berusia
lanjut’.” (<i>Tuhfatul Maudud </i>hlm. 337)<br />
<br />
<i>(Diambil dari </i>Huququl Aulad ‘alal Aba’ wal Ummahat hlm. 8—9<i>, karya asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahim al-Bukhari </i>hafizhahullah<i>)</i><br />
<i></i><br />
<i><a href="http://asysyariah.com/permata-salaf-pengaruh-orang-tua-terhadap-anak/" target="_blank">sumber</a> </i>AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-21510783536007852902014-04-21T04:36:00.002+07:002014-04-21T04:36:54.044+07:00Mengenal al-Fuqaha’ as-Sab’ah (Tujuh Tokoh Ulama Ahli Fikih) <h3 class="post-title entry-title" itemprop="name" style="text-align: center;">
Mengenal al-Fuqaha’ as-Sab’ah (Tujuh Tokoh Ulama Ahli Fikih)
</h3>
<div class="post-header">
</div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Madinah
an-Nabawiyah, memang telah menyimpan banyak kenangan bersejarah yang
tidak akan terlupakan dalam sendi kehidupan kaum muslimin. Disanalah
tonggak jihad fi sabilillah mulai dipancangkan dibawah naungan nubuwah
dalam rangka meninggikan kalimat Alloh di muka bumi dan memadamkan api
kesombongan dan keangkaramurkaan kaum musyrikin. Maka semakin tumbuh dan
berkembang kota tersebut sebagai ibukota sebuah negara Islam yang baru lahir, di bawah pimpinan insan terbaik yang terlahir di muka bumi.</span><br />
<a href="https://www.blogger.com/null" name="more"></a><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">
Kota Madinah menjadi pusat penggemblengan pahlawan-pahlawan Islam yang
akan meneruskan tongkat estafet jihad fi sabilillah dan para ulama yang
akan menyebarkan dakwah Islam di seluruh penjuru negeri. Seiring dengan
pergantian waktu, namanya pun semakin bertambah harum semerbak laksana
mawar yang sedang tumbuh merekah dengan warnanya yang indah dan
berwarna-warni.</span><br />
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">
Halaqoh-halaqoh (majelis-majelis) ilmu tumbuh semarak dan berkembang
dengan sangat pesatnya mewarnai kehidupan kaum muslimin, dengan dibawah
bimbingan para ulama sahabat yang mereka telah mendapatkan warisan
kenabian yang sangat berharga untuk kemudian mereka wariskan kepada
generasi setelahnya. Maka lahirlah di tangan mereka, generasi terbaik
kedua umat ini, yaitu generasi Tabi'in sebagaimana yang telah
dikhabarkan oleh Rasululloh melalui lisan beliau kepada para sahabatnya.
Kota Madinah pun menjadi impian, dambaan dan angan-angan para penuntut
ilmu di seluruh penjuru negeri untuk dapat mereguk manisnya warisan
nubuwah. Dan satu diantara sekian buah usaha pendidikan dan bimbingan
para sahabat, lahirlah disana sejumlah para ulama ahli fikih yang
dikenal dengan sebutan Fuqoha Sab'ah (7 tokoh ulama ahli fikih) yang
mumpuni dalam hal ilmu dan amal.</span><br />
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;"> Mereka adalah 7 orang ulama ahli fikih kota Madinah
yang tidak saja diakui keluasan ilmunya oleh penduduk negeri tersebut
namun diakui pula oleh para ulama di seluruh penjuru negeri.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Mereka adalah :</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">1. Sa'id bin al-Musayyib</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">2. 'Urwah bin az-Zubair</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">3. Sulaiman bin Yasar</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">4. Al-Qosim bin Muhammad</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">5. Abu Bakar bin 'Abdirrahman</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">6. Kharijah bin Zaid</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">7. 'Ubaidullah bin Abdillah bin 'Utbah</span></div>
<div dir="LTR" style="line-height: 24px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Mereka adalah tujuh orang ulama kota Madinah
yang keluasan ilmunya tidak saja diakui oleh penduduk negeri tersebut
namun diakui pula oleh para ulama di seluruh penjuru negeri. Dikatakan
oleh seorang penyair:</span></div>
<div dir="RTL" style="direction: rtl; text-align: right; unicode-bidi: embed;">
<span lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 18pt;">إِذَا قِيْلَ مَنْ فِي الْعِلْمِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ رِوَايَتُهُمْ لَيْسَتْ عَنِ الْعِـلْمِ خَارِجَةْ</span></div>
<div dir="RTL" style="direction: rtl; text-align: right; unicode-bidi: embed;">
<span lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 18pt;">فَقُلْ هُمْ عُبَيْدُ اللهِ عُرْوَةٌ قَاسِـمٌ سَعِيْدٌ أَبُوْبَكْرٍ سُلَيْـمَانُ خَـارِجَةْ</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-size: 18pt;"></span></div>
<div dir="LTR" style="line-height: 24px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<i><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Jika dikatakan siapa (yang keluasan) ilmunya (seperti) tujuh lautan</span></i><span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: Arial, sans-serif;"></span></div>
<div dir="LTR" style="line-height: 24px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<i><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Riwayat mereka tidak keluar dari ilmu</span></i><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;"></span></div>
<div dir="LTR" style="line-height: 24px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<i><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Katakanlah mereka itu adalah ‘Ubaidullah, Urwah, Qasim</span></i><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;"></span></div>
<div dir="LTR" style="line-height: 24px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<i><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Sa’id, Abu Bakr, Sulaiman, dan Kharijah</span></i><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;"></span></div>
<div dir="LTR" style="line-height: 24px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Dengan memohon pertolongan kepada Alloh <i>Ta’ala</i>,
berikut ini akan kami sebutkan biografi singkat mereka satu persatu,
insya Alloh kami akan menampilkannya secara bersambung, dimulai dengan
Sa’id bin al-Musayyib, penghulu para tabi’in, dengan harapan agar kita
semua bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari ilmu dan amalan yang
mereka miliki sehingga kita bisa meneladaninya dalam kehidupan kita di
zaman sekarang.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
</div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
</div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
</div>
<div align="center" class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 18.399999618530273px; text-align: center; unicode-bidi: embed;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 20pt; line-height: 30.66666603088379px;">SA'ID BIN AL-MUSAYYIB</span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 18.399999618530273px; text-align: center; unicode-bidi: embed;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 20pt; line-height: 30.66666603088379px;">Penghulu Para Tabi'in</span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: center; unicode-bidi: embed;">
</div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Kunyah dan Nama Lengkap</span></b></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Beliau memiliki kunyah dan nama lengkap sebagai berikut :</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Abu Muhammad
Sa'id bin al-Musayyib bin Hazn bin Abi Wahb bin 'Amr bin A'idz bin
'Imron bin Makhzum bin Yaqzhah al-Qurasyi al-Makhzumi al-Madani.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Dialah
seorang yang 'alim dari kalangan penduduk Madinah, seorang tokoh tabi'in
pada zamannya, seorang yang ahli dalam bidang fikih pada masanya,
seorang tokoh dari tujuh tokoh ahli fikih yang terkenal dalam sejarah
Islam dan bahkan termasuk dari pemimpin para ulama. Beliau menempati
thabaqah (tingkatan) yang kedua. Dilahirkan di kota Madinah, lewat 2 tahun dari masa kekhalifahan Umar bin al-Khattab.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Beliau adalah
seorang yang memiliki kepribadian yang bersahaja. Kepala dan jenggot
beliau berwarna putih dan beliau sangat menyenangi pakaian yang berwarna
putih. Salah seorang sahabat beliau pernah mengatakan: "Aku belum
pernah melihat Sa'id memakai pakaian selain pakaian putih."</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
</div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Keilmuan, Ibadah Dan Akhlak</span></b></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Beliau
bertemu dengan banyak sahabat dan meriwayatkan hadits dari mereka,
diantaranya adalah Umar bin al-Khattab, 'Utsman bin 'Affan, 'Ali bin Abi
Thalib, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-'Asy'ari, Sa'd bin Abi Waqqash,
'Aisyah binti Abi Bakr, Abu Hurairah, Abdullah bin 'Abbas, Muhammad bin
Maslamah, Ummu Salamah, Abdullah bin Umar, Sa'ad bin Ubadah, Abu Dzarr
al-Ghifari, Ubay bin Ka'b, Bilal bin Rabah, Abu Darda, Ummu Syuraik,
Hakim bin Hizam, Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash, Abi Said al-Khudri,
Hassan bin Tsabit, Shuhaib ar-Rumi, Shafwan bin 'Umayyah, Mu'awiyah bin
Abi Sufyan dll.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Beliau adalah orang yang paling mengetahui tentang hadits-hadits Abu Hurairah dan bahkan menikahi putrinya.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Dan diantara
para ulama yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah: al-Imam
az-Zuhri, Qotadah, 'Amr bin Dinar, Yahya bin Sa'id al-Anshori Syarik bin
Abi Namir, Abdurrahman bin Harmalah, 'Atha al-Khurasani, Maimun bin
Mihran dll.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Beliau adalah
seorang yang memiliki kelebihan dalam hal ilmu dan amalan. Tentang
kelebihan yang dimiliki oleh beliau dalam masalah ilmu diterangkan
sebagai berikut :</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Para</span><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;"> ulama
mengakui bahwasanya tidak ada seorangpun dari para ulama dan pejabat di
kalangan sahabat pada waktu itu bahkan sampaipun khalifah Abu Bakar
ash-Shiddiq, Umar bin al-Khattab dan 'Utsman bin 'Affan yang lebih 'alim
di dalam mengambil suatu keputusan selain beliau. Dan beliau memang
seorang mufti (pemberi fatwa) di zamannya dalam keadaan para sahabat
bahkan para pembesar sahabat masih hidup dikalangan kaum muslimin pada
zaman tersebut. [1]</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Fatwa-fatwa
beliau dalam berbagai permasalahan selalu menjadi bahan rujukan kaum
muslimin dan selalu dikedepankan dalam menyelesaikan beberapa
permasalahan. Dan di kalangan para fuqoha (ahli dalam masalah fikih),
beliau adalah seorang yang sangat pandai dalam bidang fikih kemudian
hasil pemikiran-pemikiran beliau juga mendapat tempat yang utama di hati
kaum muslimin serta beliau pun menguasai masalah sunnah-sunnah
Rasululloh.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Dan dahulu Umar bin Abdil Aziz sewaktu masih menjabat sebagai gubernur di kota Madinah,
tidaklah dia berani memutuskan suatu perkara kecuali menanyakan
terlebih dahulu perkara tersebut kepada Sa'id bin al-Musayyib. Suatu
ketika Umar bin Abdul Aziz memiliki suatu perkara yang sangat
membutuhkan jawaban yang cepat dan tepat. Maka beliau mengutus salah
seorang utusan untuk menanyakan perkara tersebut kepada Sa'id bin
al-Musayyib. Alkisah sang utusan tersebut berhasil membawa Sa'id bin
al-Musayyib ke hadapan Umar bin Abdil Aziz. Melihat kedatangan Sa'id bin
al-Musayyib, terkejutlah Umar bin Abdil Aziz dan rona wajahnya berubah
menunjukkan rasa malu kepada beliau. Maka berkatalah Umar bin Abdil
Aziz: "Aku minta maaf kepadamu wahai Sa'id atas kesalahpahaman utusanku.
Sebenarnya aku mengutus dia adalah untuk menanyakan kepadamu tentang
suatu perkara di majelismu dan bukan untuk menyuruh engkau untuk hadir
di hadapanku."</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Dikisahkan
pula bahwasanya beliau diberikan kelebihan oleh Alloh Ta'ala berupa
ilmu dalam hal tabir mimpi (menafsirkan mimpi seseorang) sebagaimana
kemampuan yang telah Alloh Ta'ala berikan kepada Nabi Yusuf 'alaihis
salam. Beliau mempelajari ilmu ini dari shahabiyah Asma binti Abi Bakr
ash-Shiddiq, dan Asma mengambil ilmu tersebut dari ayahnya yaitu Abu
Bakr ash-Shiddiq.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Tentang masalah ini, dikisahkan sebagai berikut:</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Telah datang seorang laki-laki kepada beliau menceritakan tentang mimpinya:</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">"Dalam
mimpiku seakan-akan aku melihat Abdul Malik bin Marwan[2] kencing di
arah kiblat Masjid Nabawi sebanyak 4 kali." Maka Sa'id berkata: "Kalau
mimpimu memang benar seperti itu maka tafsirannya adalah sebagai
berikut: sesungguhnya akan lahir dari sulbi Abdul Malik bin Marwan 4
orang khalifah."[3]</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Al-Hasan bin
Ali bin Abi Thalib menceritakan bahwasanya beliau melihat dalam mimpinya
seakan-akan diantara kedua matanya tertulis ayat:</span></div>
<div align="center" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: 24px; text-align: center; unicode-bidi: embed;">
<span lang="AR-SA" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 16pt; line-height: 32px;">قل هو الله أحد</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">maka dia dan keluarganya gembira dengan mimpi tersebut.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Maka
diceritakanlah mimpi tersebut kepada Sa'id bin al-Musayyib. Beliau
berkata menafsirkan mimpi tersebut: "Kalau memang benar mimpi yang
engkau ceritakan, maka ajalmu tinggal sebentar lagi." Dan Al-Hasan bin
Ali pun meninggal tidak lama setelah itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Seseorang menceritakan mimpinya kepada beliau: "Aku melihat dalam mimpiku seorang wanita cantik berada diatas puncak menara."</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Kemudian beliau menafsirkannya bahwa al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi akan menikahi anak perempuan Abdullah bin Ja'far.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Seseorang
berkata kepada beliau: "Wahai Abu Muhammad, aku melihat dalam mimpiku
seakan-akan aku berada disebuah tempat yang teduh kemudian aku berdiri
di bawah sinar matahari." Beliau berkata: "Jika memang benar mimpimu
tersebut maka engkau sungguh akan keluar dari Islam." Kemudian orang itu
berkata lagi : "Wahai Abu Muhammad, sesungguhnya aku melihat dalam
mimpiku tersebut aku dipaksa keluar dari tempat yang teduh ke tempat
terik matahari, maka aku duduk dibawahnya." Beliau berkata: "Engkau akan
dipaksa untuk keluar dari Islam." Maka orang tersebut ditawan oleh
musuh dalam suatu pertempuran dan dipaksa untuk kafir namun kemudian
kembali kepada Islam.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Seseorang
menceritakan kepada beliau bahwa dalam mimpinya dia melihat seakan-akan
dia masuk ke dalam api. Kata beliau: "Engkau tidak akan mati sampai
engkau bisa mengarungi lautan, dan engkau mati dalam keadaan terbunuh.
Maka orang tersebut pergi mengarungi lautan dan telah dekat masa
kematian baginya.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Dia terbunuh pada peristiwa Qudaid<sup> </sup>yaitu
sebuah tempat yang terletak antara Makkah dan Madinah. Di tempat itulah
pada tahun 130 H pernah terjadi pertempuran hebat yang memakan banyak
korban antara penduduk Madinah dengan pasukan Abu Hamzah al-Khariji.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Beliau juga
merupakan seorang teladan di dalam semangatnya menuntut ilmu. Beliau
pernah berkata : Aku pernah melakukan perjalanan sehari semalam hanya
untuk mendapatkan satu hadits saja.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Dan tidak
kalah pula, beliau adalah seorang yang sangat semangat dalam beribadah
kepada Alloh Ta'ala. Dan beliau pernah mengatakan : "Aku tidak pernah
tertinggal shalat jama'ah sejak 40 tahun yang lalu." Beliau juga
berkata: "Tidaklah seorang muadzin mengumandangkan adzan sejak 30 tahun
yang lalu kecuali aku telah berada di masjid." Dan beliau juga sangat
rajin dan istiqomah dalam melaksanakan ibadah puasa. Dan selama
hidupnya beliau telah melaksanakan ibadah haji sebanyak 40 kali.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Beliau adalah
seorang ulama yang terkenal wara'. Tentang masalah wara'nya beliau,
pernah disebutkan dalam sebuah riwayat bahwasanya beliau mendapatkan
tawaran gaji tunjangan dari Baitul Mal (kas negara) sebanyak 30 ribu
lebih. Namun beliau menolak tawaran tersebut seraya berkata: "Aku tidak
membutuhkan terhadap harta tersebut."</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Beliau pernah mengatakan: "Barangsiapa yang merasa cukup dengan Alloh Ta'ala maka manusia akan butuh kepadanya."</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Bahkan
menjelang detik-detik kematiannya, beliau meninggalkan beberapa dinar
dan berkata: " Sesungguhnya Engkau mengetahui bahwasanya tidaklah aku
meninggalkan beberapa dinar kecuali akan terjaga dengannya hisabku dan
agamaku."</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Dan beliau
mendapati pula masa berkuasanya gubernur al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi
di wilayah Irak. Dia adalah seorang penguasa yang paling kejam dan
sadis pada masa itu bahkan tidak ada yang setara dalam hal kekejamannya
dikalangan para penguasa pada masa sekarang. Ribuan kaum muslimin dan
para ulama menjadi korban keberingasannya. Sangat sedikit sekali
diantara kaum muslimin dan para ulama yang selamat dari tangannya. Dan
diantara para ulama yang selamat dari keberingasannya adalah Sa'id bin
al-Musayyib. Sampai-sampai ada salah seorang yang bertanya kepada
beliau: "Ada apa
sebenarnya dengan al-Hajjaj, kenapa dia tidak pernah memanggilmu untuk
menghadap kepadanya, dan dia tidak pernah mengganggumu dan menyakitimu
?" Beliau berkata : "Demi Allah aku tidak tahu, kecuali dulu aku pernah
melihat dia (al-Hajjaj) suatu hari masuk ke masjid bersama bapaknya,
kemudian dia melaksanakan sholat tapi dia tidak menyempurnakan ruku dan
sujudnya dengan baik.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Maka
mengambil batu kerikil dan aku lemparkan ke arahnya sebagai isyarat agar
dia menyempurnakan ruku dan sujudnya". Maka sejak saat itu al-Hajjaj
pun memperbagus sholatnya. Jadi seakan-akan al-Hajjaj berhutang budi
kepada beliau atas nasehatnya dalam memperbaiki cara sholatnya, oleh
karena itulah beliau aman dari gangguannya. </span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
</div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Pujian Para 'Ulama</span></b></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Abdullah bin Umar berkata: "Sa'id bin al-Musayyib - demi Allah - adalah termasuk dari para mufti (ahli fatwa)."</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Qotadah, Makhul, az-Zuhri dll berkata: "Tidaklah aku melihat seorang yang lebih alim daripada Sa'id bin al-Musayyib."</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Ali bin
al-Madini berkata: "Aku tidaklah mengetahui salah seorang dari kalangan
tabi'in yang lebih luas ilmunya daripada Sa'id bin al-Musayyib. Dan dia
menurutku adalah seorang tabi'in yang paling mulia."</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Maimun bin Mihran berkata: "Aku datang ke kota Madinah,
maka aku bertanya kepada penduduk Madinah tentang orang yang paling
pandai diantara mereka. Maka mereka pun mengarahkanku kepada Sa'id bin
al-Musayyib." Inilah perkataan Maimun bin Mihran-seorang tabi'i dalam
keadaan di kota tersebut masih ada Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah.[4]</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Umar bin Abdil Aziz berkata: "Tidaklah ada seorang alimpun di kota Madinah
kecuali ia mendatangiku dengan ilmunya, adapun aku maka aku mendatangi
Sa'id bin al-Musayyib dengan apa yang ada pada sisinya dalam hal ilmu."</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
</div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Cobaan</span></b></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Telah menjadi
sunnatullah (ketetapan Alloh) bahwasanya setiap manusia yang hidup di
muka bumi pasti akan mengalami cobaan atau ujian.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Alloh berfirman di dalam QS. al-Ankabut ayat 2:</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="RTL" style="text-align: justify;">
<span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB5; font-size: 14pt;">|</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB1; font-size: 14pt;">=</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB4; font-size: 14pt;">Å</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB1; font-size: 14pt;">¡</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB5; font-size: 14pt;">y</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB1; font-size: 14pt;">m</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB5; font-size: 14pt;">r</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB1; font-size: 14pt;">&</span><span dir="RTL"></span><span lang="EN-US"><span dir="RTL"></span> </span><span dir="LTR"></span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB4; font-size: 14pt;"><span dir="LTR"></span>â</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB1; font-size: 14pt;">¨</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB1; font-size: 14pt;">$</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB4; font-size: 14pt;">¨</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">Z</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">9</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB5; font-size: 14pt;">$</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB1; font-size: 14pt;">#</span><span dir="RTL"></span><span lang="EN-US"><span dir="RTL"></span> </span><span dir="LTR"></span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;"><span dir="LTR"></span>b</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB5; font-size: 14pt;">r</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB1; font-size: 14pt;">&</span><span dir="RTL"></span><span lang="EN-US"><span dir="RTL"></span> </span><span dir="LTR"></span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB5; font-size: 14pt;"><span dir="LTR"></span>(</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB1; font-size: 14pt;">#</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB4; font-size: 14pt;">þ</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">q</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB4; font-size: 14pt;">ä</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">.</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB5; font-size: 14pt;">u</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB1; font-size: 14pt;">Ž</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB4; font-size: 14pt;">ø</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB1; font-size: 14pt;">I</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB4; font-size: 14pt;">ã</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">ƒ</span><span dir="RTL"></span><span lang="EN-US"><span dir="RTL"></span> </span><span dir="LTR"></span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;"><span dir="LTR"></span>b</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB5; font-size: 14pt;">r</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB1; font-size: 14pt;">&</span><span dir="RTL"></span><span lang="EN-US"><span dir="RTL"></span> </span><span dir="LTR"></span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB5; font-size: 14pt;"><span dir="LTR"></span>(</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB1; font-size: 14pt;">#</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB4; font-size: 14pt;">þ</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">q</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB4; font-size: 14pt;">ä</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">9</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">q</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB4; font-size: 14pt;">à</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">)</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB5; font-size: 14pt;">t</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">ƒ</span><span dir="RTL"></span><span lang="EN-US"><span dir="RTL"></span> </span><span dir="LTR"></span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB1; font-size: 14pt;"><span dir="LTR"></span>$</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB4; font-size: 14pt;">¨</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">Y</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB5; font-size: 14pt;">t</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">B</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB1; font-size: 14pt;">#</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB5; font-size: 14pt;">u</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">ä</span><span dir="RTL"></span><span lang="EN-US"><span dir="RTL"></span> </span><span dir="LTR"></span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB4; font-size: 14pt;"><span dir="LTR"></span>ö</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">N</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB4; font-size: 14pt;">è</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">d</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB5; font-size: 14pt;">u</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">r</span><span dir="RTL"></span><span lang="EN-US"><span dir="RTL"></span> </span><span dir="LTR"></span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB5; font-size: 14pt;"><span dir="LTR"></span>Ÿ</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">w</span><span dir="RTL"></span><span lang="EN-US"><span dir="RTL"></span> </span><span dir="LTR"></span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB5; font-size: 14pt;"><span dir="LTR"></span>t</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">b</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">q</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB4; font-size: 14pt;">ã</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">Z</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB5; font-size: 14pt;">t</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB1; font-size: 14pt;">F</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB4; font-size: 14pt;">ø</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB1; font-size: 14pt;">ÿ</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB4; font-size: 14pt;">ã</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: HQPB2; font-size: 14pt;">ƒ</span><span dir="RTL"></span><span lang="EN-US"><span dir="RTL"></span></span><span lang="AR-SA" style="font-family: Arial, sans-serif;"></span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami
telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (QS. al-Ankabut: 2)</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
</div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Dan Rasulullah bersabda :</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">"Orang yang paling keras cobaannya adalah dari kalangan para nabi kemudian orang yang semisalnya dan orang yang semisalnya."</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Diceritakan di masa berkuasanya sahabat Abdullah bin Zubair bahwa beliau mewakilkan kota Madinah
kepada Jabir bin al-Aswad az-Zuhri. Dia (Jabir) menyeru manusia untuk
berbaiat kepada Ibnu Zubair. Maka berkatalah Sa'id: "Aku tidak mau
berbaiat sampai manusia semuanya sepakat untuk membaiatnya". Maka diapun
dicambuk sebanyak 60 cambukan. Sampailah kabar tersebut kepada Ibnu
Zubair dan beliau menulis surat celaan kepada Jabir dan memerintahkan untuk membiarkan Sa'id bin al-Musayyib.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Kemudian pula
di masa berkuasanya khalifah al-Walid bin Abdil Malik dan Sulaiman bin
Abdil Malik. Beliau diminta untuk berbaiat kepada keduanya namun beliau
tidak segera menyambutnya dan menunggu situasi kondusif terlebih dahulu.
Maka beliau dicambuk sebanyak 60 cambukan dan diarak dihadapan
masyarakat dalam keadaan hanya memakai celana pendek kemudian setelah
itu dijebloskan ke dalam penjara.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Kemudian pula
beliau pernah disiksa oleh Abdul Malik bin Marwan berupa cambukan
sebanyak 50 kali kemudian dijemur di panas matahari dalam keadaan hanya
memakai celana pendek.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Dan bentuk
cobaan yang lain adalah pemerintah yang berkuasa pada saat itu melarang
kaum muslimin untuk duduk bermajelis dengan beliau.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Namun beliau menghadapi semua itu dengan penuh kesabaran dan selalu mengharap datangnya pertolongan dari Alloh Ta'ala.</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
</div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Wafat</span></b></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Beliau wafat
pada tahun 94 Hijriyah karena sakit keras yang menimpanya. Dan tahun
tersebut dikenal sebagai Tahun Fuqoha, karena banyaknya para fuqoha
(ulama ahli fikih) yang meninggal pada tahun tersebut. <b> </b></span></div>
<div dir="LTR" style="line-height: 24px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Daftar rujukan:</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;"></span></div>
<ol start="1" style="margin-top: 0cm;" type="1">
<li class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; margin-left: 36pt; margin-right: 0cm; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Siyar A’lamin Nubala’</span></li>
<li class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; margin-left: 36pt; margin-right: 0cm; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Al-Bidayah Wa Nihayah</span></li>
<li class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; margin-left: 36pt; margin-right: 0cm; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Tadzkiratul Huffazh</span></li>
<li class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; margin-left: 36pt; margin-right: 0cm; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Tahdzibut Tahdzib</span></li>
<li class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; margin-left: 36pt; margin-right: 0cm; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">Taqribut Tahdzib</span></li>
</ol>
<div dir="LTR" style="line-height: 24px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<i><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">dirangkum oleh Abu 'Abdirrahman Muhammad Rifqi dan Abu Abdillah Kediri</span></i><b><i><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;"></span></i></b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;"></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="line-height: 24px; text-align: center;">
<span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;"></span><br />
<hr align="center" size="1" width="100%" />
<span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">
</span></div>
<div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; line-height: 24px; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<a href="https://www.blogger.com/null" name="_ftn1"></a><a href="http://www.assalafy.org/mahad/wp-includes/js/tinymce/plugins/paste/blank.htm#_ftnref1"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">[1]</span></a><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;"> Namun
hal ini bukan menunjukkan bahwa beliau lebih utama daripada para
shahabat yang masih hidup ketika itu. Bahkan para shahabat <i>radhiyallahu ‘anhum</i> adalah orang-orang terbaik dan paling utama sepeninggal Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i>.
Tidak ada seorang pun yang datang setelah mereka -sampai hari kiamat
nanti- yang lebih utama dan lebih baik daripada para shahabat <i>radhiyallahu ‘anhum ajma’in</i>.</span></div>
<div dir="LTR" style="line-height: 24px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<a href="https://www.blogger.com/null" name="_ftn2"></a><a href="http://www.assalafy.org/mahad/wp-includes/js/tinymce/plugins/paste/blank.htm#_ftnref2"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">[2]</span></a><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;"> Salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berkuasa antara tahun 64 H sampai 86 H.</span></div>
<div dir="LTR" style="line-height: 24px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<a href="https://www.blogger.com/null" name="_ftn3"></a><a href="http://www.assalafy.org/mahad/wp-includes/js/tinymce/plugins/paste/blank.htm#_ftnref3"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">[3]</span></a><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;"> Memang benar keempat anak Abdul Malik kemudian menjadi khalifah, yaitu Al-Walid, Sulaiman, Yazid, dan Hisyam.</span></div>
<div dir="LTR" style="line-height: 24px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<a href="https://www.blogger.com/null" name="_ftn4"></a><a href="http://www.assalafy.org/mahad/wp-includes/js/tinymce/plugins/paste/blank.htm#_ftnref4"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;">[4]</span></a><span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;"> Sekali
lagi ini bukan menunjukkan bahwa beliau lebih mulia dan lebih baik
daripada ‘Abdullah bin ‘Abbas dan Abu Hurairah. Pernyataan ini
disebutkan sebatas untuk menggambarkan bagaimana luasnya ilmu beliau
tentang agama ini. Ahlussunnah tetap berada di atas aqidah bahwa para
shahabat <i>radhiyallahu ‘anhum</i> adalah orang-orang yang paling baik dan paling utama sepeninggal Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i>.</span></div>
<div dir="LTR" style="line-height: 24px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;"> </span></div>
<div dir="LTR" style="line-height: 24px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: Arial, sans-serif;"><a href="http://www.attauhid-babakan.com/2014/04/mengenal-al-fuqaha-as-sabah-tujuh-tokoh.html#more" target="_blank">sumber</a> </span></div>
AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-79759012350506642112014-04-01T04:19:00.003+07:002014-04-01T04:19:43.168+07:00Tempat-Tempat Yang Banyak Ditemukan Para Syaitan<h4 class="heading backcolr singlepage">
</h4>
<div class="post detail">
<img alt="rumah-kuburan" class="attachment-blog-post wp-post-image" height="175" src="http://www.mahad-alfaruq.com/wp-content/uploads/2010/05/rumah-kuburan-704x175.jpg" width="704" />
<div class="postdesc">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<h4 class="heading backcolr singlepage" style="text-align: center;">
Tempat-Tempat Yang Banyak Ditemukan Para Syaitan</h4>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
Tempat-tempat yang banyak ditemukan para syaitan diantaranya :</div>
<div style="text-align: center;">
<strong>1. Tempat peristirahatan unta.</strong></div>
<div style="text-align: center;">
Dalam hadits Abdullah bin Mughaffal radiyallohu ‘anhu berkata, bersabda ..Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam:</div>
<div class="arabic" style="text-align: center;">
صَلُّوا فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ وَلاَ تُصَلُّوا فِى أَعْطَانِ الإِبِلِ فَإِنَّهَا خُلِقَتْ مِنَ الشَّيَاطِينِ</div>
<div style="text-align: center;">
” Shalatlah kalian di tempat
peristirahatan (kandang) kambing dan janganlah kalian shalat di tempat
peristirahatan (kandang) unta karena sesungguhnya unta itu diciptakan
dari syaitan.” (HR. Ahmad (4/85), Ibnu Majah (769) dan Ibnu Hibban
(5657) dan selainnya).</div>
<div style="text-align: center;">
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
Rahimahullah sebagaimana yang disebutkan di dalam “Majmu Fatawa” (19/41)
ketika menjelaskan tentang penyebab dilarangnya shalat di tempat
peristirahatan unta. Yang benar bahwa penyebab (dilarangnya shalat) di
kamar mandi, tempat peristirahatan unta dan yang semisalnya adalah
karena itu adalah tempat-tempat para setan.</div>
<div style="text-align: center;">
<strong>2. Tempat buang air besar dan kecil</strong></div>
<div style="text-align: center;">
Dalam hadits Zaid bin Arqam radiyallohu
‘anhu, dan selainnya yang diriwayatkan oleh Ahmad (4/373), Ibnu Majah
(296), Ibnu Hibban ( 1406), Al Hakim (1/187) dan selainnya bahwa
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda :</div>
<div class="arabic" style="text-align: center;">
إِنَّ هَذِهِ الْحُشُوشَ
مُحْتَضَرَةٌ ، فَإِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ : اللَّهُمَّ إِنِّي
أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ</div>
<div style="text-align: center;">
” Sesungguhnya tempat-tempat buang hajat
ini dihadiri (oleh para setan, pen), maka jika salah seorang dari
kalian hendak masuk kamar mandi (WC), ucapkanlah “Ya Allah, sesungguhnya
aku berlindung kepadamu dari setan laki-laki dan setan perempuan.”</div>
<div style="text-align: center;">
الْخُبُثِ adalah setan laki-laki dan
الْخَبَائِثِ adalah setan perempuan. Demikian banyak orang yang terkena
gangguan jin adalah di tempat-tempat buang hajat.</div>
<div style="text-align: center;">
3. Lembah-lembah. Sesungguhnya jin dan
setan ditemukan di lembah-lembah dan tidak ditemukan di pegunungan.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dalam “Majmu Fatawa”
(19/33) : “Lembah-lembah adalah tempatnya kaum jin karena sesungguhnya
mereka lebih banyak ditemukan di lembah-lembah daripada di dataran
tinggi.”</div>
<div style="text-align: center;">
<strong>4. Tempat sampah dan kotoran.</strong></div>
<div style="text-align: center;">
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
Rahimahullah dalam “Majmu Fatawa” (19/41) : “(Para Setan) ditemukan di
tempat-tempat bernajis seperti kamar mandi dan WC, tempat sampah,
kotoran serta pekuburan.”</div>
<div style="text-align: center;">
<strong>5. Pekuburan.</strong></div>
<div style="text-align: center;">
Telah datang dari hadits Abu Said Al Khudri radiyallohu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda:</div>
<div class="arabic" style="text-align: center;">
الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ</div>
<div style="text-align: center;">
” Permukaan bumi itu semuanya masjid
(bisa dijadikan tempat untuk shalat, pen) kecuali pekuburan dan kamar
mandi.” (HR. Ahmad (3/83), Abu Daud (492), Tirmidzi (317), Ibnu Hibban
(1699), Al Hakim (1/251) serta yang lainnya).</div>
<div style="text-align: center;">
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
Rahimahullah sebagaimana yang disebutkan di dalam “Majmu Fatawa” (19/41)
ketika berbicara tentang tempat-tempat jin : “Pada pekuburan itu
terdapat sarana menuju kesyirikan sebagaimana pekuburan juga menjadi
tempat mangkalnya para syaitan Lihat ucapan beliau sebelumnya. Para
syaitan menuntut orang yang hendak menjadi tukang sihir untuk selalu
tinggal di pekuburan. Dan disanalah para syaitan turun mendatanginya dan
tukang sihir itu bolak balik ke tempat ini. Para syaitan menuntutnya
untuk memakan sebagian orang-orang mati.</div>
<div style="text-align: center;">
<strong>6. Tempat yang telah rusak dan kosong.</strong></div>
<div style="text-align: center;">
Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam “Al
Adab Al Mufrad” (579) dari Tsauban radiyallohu ‘anhu berkata :
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, berkata kepadaku :</div>
<div class="arabic" style="text-align: center;">
لا تسكن الكفور فإِن ساكن الكفوركساكن القبور</div>
<div style="text-align: center;">
” Janganlah kamu tinggal di tempat yang
jauh dari pemukiman karena tinggal di tempat yang jauh dari pemukiman
itu seperti tinggal di kuburan.”</div>
<div style="text-align: center;">
Hadits ini hasan. Berkata lebih dari
satu ulama bahwa Al Kufuur adalah tempat yang jauh dari pemukiman
manusia dan hampir tidak ada seorang pun yang lewat di situ. Berkata
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah sebagaimana yang disebutkan dalam “Majmu
Fatawa” (19/40-41) ketika berbicara tentang jin : “Oleh karena itu,
(para syaitan) banyak ditemukan di tempat yang telah rusak dan kosong.”</div>
<div style="text-align: center;">
<strong>7. Lautan</strong></div>
<div style="text-align: center;">
Dalam hadits Jabir radiyallohu ‘anhu berkata : Bersabda Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam :</div>
<div class="arabic" style="text-align: center;">
إن إبليس يضع عرشه على البحر ثم يبعث سراياه</div>
<div style="text-align: center;">
” Sesungguhnya Iblis meletakkan
singgasananya di atas lautan dalam riwayat lain di atar airdan kemudian
dia pun mengutus pasukannya.</div>
<div style="text-align: center;">
(HR. Muslim: 2813).</div>
<div style="text-align: center;">
Dan juga datang dari hadits Abu Musa
radiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan yang lainnya
dan hadits ini shahih. Sebagian ulama menyebutkan bahwa lautan yang
dimaksud adalah samudera “Al Haadi” karena di sanalah tempat
berkumpulnya semua benua.</div>
<div style="text-align: center;">
<strong>8. Celah-celah di bukit.</strong></div>
<div style="text-align: center;">
Telah datang hadits Ibnu Sarjis radiyallohu ‘anhu dia berkata: bersabda Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam :</div>
<div class="arabic" style="text-align: center;">
لايبلون أَحدكم في الجحر</div>
<div style="text-align: center;">
” Janganlah salah seorang diantara kalian kencing di lubang…”</div>
<div style="text-align: center;">
Mereka berkata kepada Qatadah: “Apa yang
menyebabkan dibencinya kencing di lubang?”, dia berkata : “Disebutkan
bahwa itu adalah tempat tinggalnya jin”. Hadits ini dikeluarkan oleh
Ahmad (5/82), Abu Daud (29), An Nasaai (34), Al Hakim (1/186) dan Al
Baihaqi (1/99). Lebih dari satu ulama yang membenarkan bahwa Qatadah
mendengar dari Abdullah bin Sarjis radiyallohu ‘anhu,. Lihat ktab “Jami’
At Tahshiil.”</div>
<div style="text-align: center;">
Hadits ini dishahihkan oleh Al Walid Al Allamah Al Wadi’i dalam “Ash Shahih Al Musnad Mimma Laisa fii Ash Shahihain” (579).</div>
<div style="text-align: center;">
<strong>9. Tempat-tempat kesyirikan, bid’ah dan kemaksiatan</strong></div>
<div style="text-align: center;">
Para setan ditemukan di setiap tempat
yang di dalamnya manusia melakukan kesyirikan, bid’ah dan kemaksiatan.
Tidaklah dilakukan kebid’ahan dan penyembahan kepada selain Allah
Subhaanahu wat’ala, kecuali syaitan memiliki andil yang cukup besar di
dalamnya dan terhadap para pelakunya.</div>
<div style="text-align: center;">
<strong>10.Rumah-rumah yang di dalamnya dilakukan kemaksiatan</strong></div>
<div style="text-align: center;">
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasalla, bersabda :</div>
<div class="arabic" style="text-align: center;">
أن الملائكة لا تدخل بيتا فيه كلب ولا صورة</div>
<div style="text-align: center;">
” Sesungguhnya malaikat tidak masuk ke
dalam rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar.” (HR. Al
Bukhari: 3226 dan Muslim : 2106 dari hadits Abu Thalhah dan Aisyah
Radhiyallahu ‘anhuma dan datang pula dari para sahabat yang lain).</div>
<div style="text-align: center;">
Jika malaikat tidak masuk ke dalam
rumah, maka syaitanlah yang masuk adalah syaitan karena malaikat adalah
tentara-tentara Allah Subhaanahu wata’ala yang diutus untuk menjaga kaum
mukminin dan menolak kemudharatan dari mereka. Termasuk kebodohan
adalah jika seorang muslim mengusir malaikat dari rumahnya yang
menyebabkan masuknya jin dan setan ke dalamnya. Maka makmurkanlah rumah
itu dengan dzikir kepada Allah Subhaanhu wata’ala, ibadah, dan membaca
Al Qur’an. Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda :</div>
<div class="arabic" style="text-align: center;">
لا تجعلوا بيوتكم مقابر إن الشيطان ينفر من البيت الذي تقرأ فيه سورة البقرة</div>
<div style="text-align: center;">
“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah
kalian sebagai pekuburan karena sesungguhnya setan itu lari dari rumah
yang di dalamnya dibacakan Surat Al Baqarah.” (HR. Muslim (780), Ahmad
(2/337), Tirmidzi (2877) dan selainnya).</div>
<div style="text-align: center;">
<strong>11. Pasar-pasar</strong></div>
<div style="text-align: center;">
Telah datang dari Salman radiyallohu ‘anhu, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (2451) dan selainnya berkata :</div>
<div class="arabic" style="text-align: center;">
لا تكونن إن استطعت أول من يدخل السوق ولا آخر من يخرج منها فإنها معركة الشيطان وبها ينصب رايته</div>
<div style="text-align: center;">
” Janganlah engkau menjadi orang pertama
yang masuk pasar jika engkau mampu dan jangan pula menjadi orang paling
terakhir yang keluar darinya pasar karena pasar itu adalah tempat
peperangan para syaitan dan disanalah ditancapkan benderanya.”</div>
<div style="text-align: center;">
Ucapan ini memiliki hukum marfu
(disandarkan kepada Rasululla Shallallohu ‘alaihi wasallam, pen). Yang
dimaksud dengan ا لمعر كة dalam kata ” معركة الشيطان ” adalah tempat
peperangan para syaitan dan mereka menjadikan pasar sebagai tempat
perang tersebut karena dia mengalahkan mayoritas penghuninya disebabkan
karena mereka lalai dari dzikrullah dan gemar melakukan kemaksiatan.</div>
<div style="text-align: center;">
Dan ucapannya ” وبها ينصب رايته ” (dan
dengannya dipasang benderanya), merupakan isyarat ditemukannya para
syaitan untuk mengadu domba sesama manusia.</div>
<div style="text-align: center;">
Oleh karena itu, pasar merupakan tempat
yang dibenci oleh Alla Subhaanahu wata’ala. Rasulullah Shallallohu
‘alaihi wasallam bersabda:</div>
<div class="arabic" style="text-align: center;">
أ حب البلا د إلى الله مساجدها وأبغض البلا د إلى الله أ سواقها</div>
<div style="text-align: center;">
” Tempat yang paling disukai oleh Allah adalah masjid dan tempat yang paling dibenci oleh Allah adalah pasar.”</div>
<div style="text-align: center;">
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim
(671) dan selainnya dari hadits Abu Hurairah radiyallohu ‘anhu.
Demikianlah para setan berkumpul di tempat-tempat yang di dalamnya gemar
dilakukan perbuatan maksiat dan kemungkaran.</div>
<div style="text-align: center;">
<strong>12. Jin dan para setan berkeliaran di jalan-jalan dan lorong-lorong.</strong>
Dalam hadits Riwayat Bukhari (3303) dan Muslim (2012) dari Jabir
radiyallohu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam
bersabda :</div>
<div class="arabic" style="text-align: center;">
إذا كان جنح الليل فكفوا
صبيانكم فإن للجن انتشارا وخطفة وأطفئوا المصابيح عند الرقاد فإن الفويسقة
ربما اجترت الفتيلة فأحرقت أهل البيت</div>
<div style="text-align: center;">
” Jika telah datang malam, maka cegahlah
anak-anak kalian untuk keluar karena sesungguhnya jin itu berkeliaran
dan melakukan penculikan. Matikan lentera di saat tidur karena
sesungguhnya binatang fasik (tikus, pen) itu kadang menarik sumbu lampu
sehingga membakar penghuni rumah tersebut”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sumber : http://www.salafybpp.com/</div>
<br />
</div>
</div>
AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-63453993987319600842014-04-01T04:13:00.000+07:002014-04-01T04:13:18.312+07:00Janganlah Kalian Takut Kepada Manusia dan Takutlah Kalian Kepada Allah…<h4 class="heading backcolr singlepage">
</h4>
<div class="post detail">
<img alt="almaidah-44" class="attachment-blog-post wp-post-image" height="214" src="http://www.mahad-alfaruq.com/wp-content/uploads/2011/04/almaidah-44.jpg" width="704" />
<div class="postdesc">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<h4 class="heading backcolr singlepage" style="text-align: center;">
Janganlah Kalian Takut Kepada Manusia dan Takutlah Kalian Kepada Allah…</h4>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:</div>
<div style="text-align: justify;">
“<em>Janganlah kalian takut kepada manusia dan takutlah kalian kepada-Ku</em>.” (Al-Maidah: 44) , simak risalah <strong>macam macam takut</strong> berikut ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
Salah satu sifat yang harus dimiliki
oleh seorang muslim adalah takut kepada Allah. Sifat ini akan menjaga
pemiliknya untuk tidak berbuat maksiat kepada-Nya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Menelusuri kehidupan untuk mencari
kebahagiaan yang hakiki sungguh sangat sulit. Kita harus melalui
pertarungan-pertarungan yang sengit, jalan-jalan yang terjal dan
berjurang penuh dengan duri. Jika salah melangkah hanya akan didapati
dua kemungkinan dan tidak ada kemungkinan yang ketiga. Pertama, akan
menjadi orang yang terselamatkan sehingga selamat (dunia akhirat) dan
kedua, menjadi orang yang binasa dan celaka.</div>
<div style="text-align: justify;">
Masih beruntung jika terselamatkan
sehingga bisa kembali berjuang dengan menerjang badai yang ganas dan
dahsyat tersebut. Namun sungguh malang jika setelah terselamatkan tidak
bisa berjuang, dan tidak bisa bangkit menyelamatkan diri. Lawan
bertarung adalah sangat kuat. Itulah Iblis dan tentara-tentaranya dari
kalangan jin dan manusia serta lawan yang ada pada diri kita yang
disebut nafsu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:</div>
<div style="text-align: justify;">
“<em>Sesungguhnya nafsu itu selalu memerintahkan kepada yang jelek.</em>” (Yusuf: 53)</div>
<div style="text-align: justify;">
Adapun jalan-jalan yang terjal dan
berjurang serta penuh dengan duri itu adalah segala yang diharamkan
Allah yang menghiasi kehidupan ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
Di sinilah letak pentingnya rasa takut
yang harus menghiasi perjuangan kita. Yang akan membentengi diri kita
dari terjatuh ke lubang yang penuh dengan duri dan mengokohkan kita agar
tidak terseret hawa nafsu yang dikendarai oleh Iblis dan
tentara-tentaranya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “<em>Amalan hati seperti tawakkal, takut, berharap, dan sejenisnya serta sabar adalah wajib menurut kesepakatan para ulam</em>a.” (Al-Ikhtiyarat, hal. 85)</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Kedudukan Takut dalam Agama </strong></div>
<div style="text-align: justify;">
Takut merupakan bentuk ibadah hati yang
memiliki kedudukan agung dan mulia di dalam agama bahkan mencakup
seluruh jenis ibadah. Takut adalah salah satu dari rukun ibadah dan
merupakan syarat iman. Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab beliau
Ighatsatul Lahfan (1/30) berkata: “Termasuk dari tipu daya musuh Allah
adalah menakut-nakuti orang beriman dari bala tentara dan wali-wali
mereka (wali setan) agar orang-orang beriman tidak memerangi mereka,
menyeru mereka (orang-orang yang beriman) kepada kemungkaran dan
mencegah mereka dari kebajikan. Allah subhanahu wa ta’ala
memberitahukan kepada kita bahwa yang demikian ini adalah tipu daya
setan dan merupakan ketakutan yang mereka tanamkan. Allah subhanahu wa
ta’ala telah melarang kita untuk takut kepada setan tersebut,
sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:</div>
<div style="text-align: justify;">
“<em>Sesungguhnya mereka itu tidak lain
adalah setan dengan kawan-kawannya yang menakut-nakuti kamu, karena itu
janganlah kamu takut kepada mereka tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu
benar-benar beriman</em>.” (Ali Imran: 175)</div>
<div style="text-align: justify;">
Tatkala iman seorang hamba kuat, maka
akan hilang rasa takut terhadap wali-wali setan. Dan tatkala melemah
imannya akan menjadi kuat ketakutan tersebut. Maka ayat ini (Ali Imran:
175) menunjukkan bahwa keikhlasan untuk memiliki rasa takut kepada Allah
termasuk syarat iman.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Takut adalah Ibadah </strong></div>
<div style="text-align: justify;">
Disamping memiliki kedudukan yang sangat
tinggi di dalam agama, ‘takut’ juga merupakan salah satu dari
perintah-perintah Allah subhanahu wa ta’ala sebagaimana di dalam
firman-Nya:</div>
<div style="text-align: justify;">
“<em>Sesungguhnya mereka itu tidak lain
adalah setan dengan kawan-kawannya yang menakut-nakuti (kamu), karena
itu janganlah kalian takut kepada mereka tetapi takutlah kepada-Ku jika
kalian benar-benar orang yang beriman</em>.” (Ali Imran: 175)</div>
<div style="text-align: justify;">
“<em>Maka janganlah kalian takut kepada manusia dan takutlah kalian kepada-Ku</em>.” (Al-Maidah: 44).</div>
<div style="text-align: justify;">
Dari kedua ayat di atas dan ayat-ayat
yang lain maka sungguh sangat jelas bahwa takut itu termasuk dari
ibadah, bahkan ibadah yang paling mulia. Dan Allah tidak akan
memerintahkan melainkan untuk suatu kemuliaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
rahimahullah dalam kitab beliau Al-Ushuluts Tsalatsah mengatakan:
“Macam-macam ibadah yang telah diperintahkan oleh Allah seperti Islam,
Iman, dan Ihsan, dan juga termasuk berdoa, takut, berharap, tawakkal,
cinta, rahbah (salah satu jenis takut), khasyah (juga salah satu jenis
takut), khusyu’, bertaubat, meminta pertolongan, meminta perlindungan,
menyembelih, bernadzar, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah
diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, semuanya milik Allah
semata berdasarkan firman-Nya:</div>
<div style="text-align: justify;">
“<em>Dan bahwasanya masjid-masjid ini adalah milik Allah maka janganlah kamu berdoa kepada selain-Nya disamping berdoa kepada Allah</em>.” (Al-Jin: 18)</div>
<div style="text-align: justify;">
Barangsiapa berpaling sedikit saja kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala maka dia seorang musyrik dan kafir.</div>
<div style="text-align: justify;">
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam kitab beliau Fathul Majid mengatakan: “<em>Takut
berkedudukan tinggi dan mulia di dalam agama dan termasuk jenis ibadah
yang banyak cakupannya yang wajib hanya diberikan kepada Allah subhanahu
wa ta’ala</em>.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Dalil Takut adalah Ibadah </strong></div>
<div style="text-align: justify;">
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:</div>
<div style="text-align: justify;">
“<em>Mereka (malaikat) takut kepada Rabb mereka dan melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka.</em>” (An-Nahl: 50)</div>
<div style="text-align: justify;">
“<em>Orang-orang yang menyampaikan
risalah Allah mereka takut kepada-Nya dan mereka tidak merasa takut
kepada seorang pun selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai
pembuat perhitungan.</em>” (Al-Ahzab: 39).</div>
<div style="text-align: justify;">
“<em>Maka janganlah kalian takut kepada mereka dan takutlah kalian kepada-Ku</em>.” (Al-Baqarah: 150).</div>
<div style="text-align: justify;">
Masih banyak lagi ayat-ayat lain yang
menjelaskan tentang takut. Adapun dari Sunnah Rasulullah, beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tujuh golongan orang yang akan
mendapatkan perlindungan pada hari yang tidak ada perlindungan kecuali
perlindungan dari Allah, di antaranya seorang hamba yang “diajak” oleh
seorang wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan, dan dia
mengatakan: ‘Aku takut kepada Allah’.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no.629
dan Muslim no. 1031 dari hadits Abu Hurairah) Syaddad bin Aus
radiallahuanhu berkata: telah berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bahwa Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:</div>
<div style="text-align: justify;">
“<em>Demi kemuliaan dan keagunganku, aku
tidak akan menghimpun pada diri hamba-hamba-Ku dua rasa aman dan dua
rasa takut. Jika dia merasa aman dari-Ku di dunia, maka Aku akan beri
rasa takut pada hari Aku menghimpun hamba-hamba-Ku. Dan jika dia takut
kepada-Ku di dunia maka Aku akan berikan rasa aman pada hari Aku
menghimpun hamba-hamba-Ku</em>.” (HR. Abu Nu’aim dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani di dalam Ash-Shahihah no. 742)</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Macam-macam Takut </strong></div>
<div style="text-align: justify;">
Para ulama telah membagi jenis takut
menjadi beberapa bagian, di antara mereka ada yang membagi lima, empat,
dan ada yang membagi menjadi tiga, yaitu:</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Pertama, takut ibadah. </strong></div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu takut yang diiringi dengan penghinaan diri, pengagungan, dan ketundukan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala.</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Kedua, takut syirik. </strong></div>
<div style="text-align: justify;">
Takut syirik yaitu memberikan takut
ibadah kepada selain Allah. Barang siapa yang memberikannya kepada
selain Allah maka dia telah melakukan kesyirikan yang besar, seperti
takut kepada orang mati, takut kepada dukun-dukun, takut kepada
wali-wali yang dianggap bisa memberikan manfaat dan mudharat, dsb.</div>
<div style="text-align: justify;">
Perbuatan ini akan mengekalkan pelakunya di dalam neraka, mengeluarkannya dari Islam, dan menghalalkan darah dan hartanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:</div>
<div style="text-align: justify;">
“<em>Janganlah kalian takut kepada manusia dan takutlah kalian kepada-Ku</em>.” (Al-Maidah: 44)</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Ketiga, takut tabiat.</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu <em>takut kepada hal-hal yang bisa
membahayakan jiwa seseorang, seperti takut kepada musuh, binatang buas,
api, dan sebagainya. Takut jenis ini dibolehkan selama tidak melampaui
batas. Allah</em> subhanahu wa ta’ala berfirman menceritakan kisah Nabi Musa alaihisallam:</div>
<div style="text-align: justify;">
“Dia keluar dari negerinya dalam keadaan takut yang sangat.” (Al-Qashash: 21)</div>
<div style="text-align: justify;">
Pertanyaannya, bagaimana hukumnya takut
kepada selain Allah? Jawabannya harus dirinci. Bila takut kepada selain
Allah menyebabkan sampai menghinakan diri di hadapannya maka termasuk
syirik. Jika ketakutannya itu menyebabkan ia melakukan yang diharamkan
dan meninggalkan kewajiban maka takut ini termasuk maksiat dan berdosa.
Jika takutnya adalah takut tabiat seperti takut kepada air deras yang
bisa menghanyutkan dirinya, hartanya, atau anaknya, maka takut yang
demikian itu adalah boleh. Wallahu a’lam.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sumber bacaan:</div>
<div style="text-align: justify;">
1 Al Qur’an</div>
<div style="text-align: justify;">
2 Al-Qaulul Mufid Syarah Kitabut Tauhid, Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin</div>
<div style="text-align: justify;">
3 Fathul Majid Syarah Kitabut Tauhid, Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan</div>
<div style="text-align: justify;">
4 Al-Qaulul Mufid, Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Yamani</div>
<div style="text-align: justify;">
5 Al-Ushuluts Tsalatsah, Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dikutip dari http://www.asysyariah.com Penulis : Al-Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah An-Nawawi , Judul:Takutlah Kepada Allah</div>
</div>
</div>
AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-35099128690861615842014-03-25T05:14:00.002+07:002014-03-25T05:14:57.029+07:00DAUROH CIKARANG BULAN APRIL 2014 <h3 class="post-title entry-title" itemprop="name" style="text-align: center;">
DAUROH CIKARANG BULAN APRIL 2014
</h3>
<div class="post-header" style="text-align: center;">
</div>
<div data-mce-style="text-align: center;" style="text-align: center;">
Bismillah..<br /> Dengan mengharap wajah Allah semata...</div>
<div style="text-align: center;">
Hadir dan Dengarkan ! Kajian ilmiyah yang akan di laksanakan insyaALLAH pada :<br /> Hari/tgl : Ahad, 13 april 2014<br /> Tempat : Masjid Al Munawwar Ds Wangun Harja Rt 06 Rw 03 Cikarang Utara<br /> Waktu : Jam 09:00 s/d Menjelang 'asar<br /> Peserta : khusus ikhwan<br /> Pemateri : Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al Atsary<br /> Tema :<br /> " Menyingkap Kesesatan Agama Syiah "<br />
Mukaddimah / tausyiah : Al Ustadz Abul Hasan Al Wonogiri<br />
Informasi hubungi :<br /> Abu azkiya 085717652496<br /> Abu Ariq 085694794458<br /> Abu Rizky 081311190079<br /> Abu Hudzaifah 085715521845<br />
Informasi Umum :<br /> Abu Fadhillah 085810573123/085215570199<br />
Live streaming insyaALLAH di<br /> - Radio Al Muwahhidiin www.almuwahhidiin.com<br /> * Al Muwahhidiin Radio 1 http://live.almuwahhidiin.com:8899</div>
<div data-mce-style="text-align: center;" style="text-align: center;">
* Al Muwahhidiin Radio 2 http://almuwahhidiin.onlivestreaming.net:8181/stream</div>
<div data-mce-style="text-align: center;" style="text-align: center;">
- Radio salafy cileungsi</div>
<div data-mce-style="text-align: center;" style="text-align: center;">
- Radio Rasyid<br /> Dll</div>
<div data-mce-style="text-align: center;" style="text-align: center;">
<a data-mce-href="http://radioalmuwahhidiin.blogspot.com/2014/01/download-kajian.html" href="http://radioalmuwahhidiin.blogspot.com/2014/01/download-kajian.html" title="DAWNLOAD KAJIAN KLIK DISINI">DOWNLOAD KAJIAN KLIK DISINI</a></div>
<div data-mce-style="text-align: center;" style="text-align: center;">
<a data-mce-href="http://almuwahhidiin.com/wp-content/uploads/2014/03/IMG-20140322-WA0006.jpg" href="http://almuwahhidiin.com/wp-content/uploads/2014/03/IMG-20140322-WA0006.jpg"><img alt="IMG-20140322-WA0006" class="aligncenter size-full wp-image-437" data-mce-src="http://almuwahhidiin.com/wp-content/uploads/2014/03/IMG-20140322-WA0006.jpg" height="960" src="http://almuwahhidiin.com/wp-content/uploads/2014/03/IMG-20140322-WA0006.jpg" width="673" /></a></div>
AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-41229254768100576212014-03-25T04:13:00.000+07:002014-03-25T04:13:35.689+07:00SEMUA KARENA CINTA : INILAH ALASAN MENGAPA SEORANG WANITA RELA MENJADI ISTERI TERORIS
<div class="entry-content">
<div style="text-align: center;">
<img alt="IMG_20120910_151437" class="size-full wp-image-1588 alignleft" height="385" src="http://adhwaus-salaf.or.id/wp-content/uploads/2013/10/IMG_20120910_151437.jpg" width="385" /> </div>
<br />
<h1 class="entry-title" style="text-align: center;">
SEMUA KARENA CINTA : INILAH ALASAN MENGAPA SEORANG WANITA RELA MENJADI ISTERI TERORIS</h1>
<div style="text-align: center;">
Judul Asli: Karena Cinta Menjadi Teroris<br />
Oleh: Abu Mujahid</div>
Cinta sering membutakan mata-hati seseorang. Sesuatu yang menjadi
prinsip hidup, karena cinta, bisa menjadi seonggok sampah yang dibuang
begitu saja di selokan depan rumah. Sebaliknya, karena cinta, sesuatu
yang bertentangan dengan hati nurani dapat diterima, didekap erat-erat
lalu dibawa sampai mati.<br />
Cinta pun dapat membuat seseorang menjadi teroris atau hanya sekedar mendukung terorisme.<br />
Ketika berita kematian Noordin M. Top diekspos beramai-ramai di
media, seorang ibu rumah tangga di Jakarta tidak habis pikir, ada
wanita-wanita yang mau diperistri seorang teroris. Noordin memang
dikenal sebagai pria dari negeri jiran yang berpoligami. Meski terkesan
sepele, kenyataan ini tetap mengundang kita untuk berpikir juga.<br />
<span id="more-1583"></span><br />
Salah seorang istri Noordin bernama Munfiatun. Berdasarkan laporan
Internasional Crisis Group nomor 114 yang berjudul “Terorisme di
Indonesia: Jaringan Noordin Top,” Munfiatun pernah kuliah di Universitas
Brawijaya, Malang. Dalam laporan yang bertanggal 5 Mei 2006 itu, wanita
muda yang dimaksud memiliki keinginan untuk diperistri seorang mujahid.<br />
Lewat perantaraan seorang teman kuliahnya, keinginan itu terkabulkan
juga. Ia dinikahi Noordin sebagai istri kedua. Pernkahan mereka itu
berlangsung dalam suasana pelarian. Sebab, waktu itu, Polri telah
menetapkan Noordin sebagai otak di balik sejumlah peledakan bom di
Indonesia. Noordin menjadi orang kedua yang paling dicari-cari polisi
setelah Dr. Azahari.<br />
Berbeda dengan Ali Ghufran alias Mukhlas. Ia menikah dengan adik
Nasir Abas, penulis buku Membongkar Jamaah Islamiyah. Wanita yang
diperistri Mukhlas ini tidak lebih dari gadis muda yang masih sekolah
menengah. Dalam otobiografi yang pernah ditulisnya di tahanan Polda
Bali, Mukhlas melukiskan calon istrinya itu sebagai seorang gadis manis
berkerudung putih dan berseragam putih-biru yang sedang bermain tali
bersama teman-temannya.<br />
Ayah si gadis-lah yang pertama kali menawari Mukhlas. Semula, gadis
manis itu tidak setuju dan menolak mentah-mentah penjodohan itu.
Akhirnya, lewat bujukan kakaknya, berhari-hari kemudian, Mukhlas pun
diterima sebagai calon suami. Pernikahan itu berlangsung di rumah
orangtuanya di Malaysia.<br />
Mukhlas sendiri butuh waktu untuk mengajari istrinya agama Islam.
Sebagai mantan pengajar di Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo,
usaha itu rupanya tidak sulit dijalani. Beberapa bulan setelah
pernikahan, istri Mukhlas mengakui bahwa dirinya menyesal sempat menolak
penjodohan itu di awal kali. Ia malah bersyukur memiliki suami yang
beragama baik seperti Mukhlas.<br />
Jangan pula kita bayangkan istri Osama bin Laden sebagai wanita gagah
yang berapi-api teriak, “Bakar, bakar Amerika!”, meski suaminya lantang
berfatwa, “Membunuh orang-orang Amerika dan sekutu-sekutunya—sipil
ataupun militer—adalah tugas tersendiri bagi setiap muslim yang dapat
melakukannya di negara mana pun yang dimungkinkan untuk
melaksanakannya.”<br />
Dalan Inside the Kingdom: Kisah Hidupku di Arab Saudi, Carmen bin
Laden justru melukiskan istri Osama itu, Najwa, sebagai seorang wanita
mungil dan perasa tapi sangat penurut kepada suaminya. Ia menyusui
anak-anak Osama dengan khidmat persis seorang ibu tua di salah satu desa
Jawa Tengah. Sekarang, setelah kematian Osama, kita bisa bayangkan
Najwa sebagai seorang janda yang menerima takdir apa adanya.<br />
Bahwa cinta dapat mempertahankan seseorang menjadi istri seorang
teroris, bukan cerita baru. Orang-orang yang anti feminisme kemungkinan
besar akan menganggap itu semua sebagai kelemahan yang jamak dimiliki
seorang wanita: sering tidak bisa berpikir sehat dan melulu pakai
perasaan.<br />
Akan tetapi, mereka, agaknya, belum tahu, bahwa sejarah Islam justru
mencatat yang lebih dari itu: karena cinta, seorang pria cerdas menjadi
teroris. Ia terpikat paras cantik seorang wanita, tertipu, dan
mengorbankan hidupnya yang beharga untuk menjadi muslim-teroris.
Kelompok Islam-teroris sudah muncul di awal sejarah peradaban Islam. Dan
mereka itu disebut dengan kaum Khawarij.<br />
***<br />
Di kalangan peneliti hadis nabawi, Shahih Al Bukhari adalah sebuah
antologi hadis yang diterima sekaligus dikagumi sepanjang masa. Namun,
tanpa mengurangi rasa hormat mereka kepada Imam Al Bukhari, ada beberapa
kritik yang mereka ajukan terkait dengan beberapa hadis dalam karya
tersebut. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imran bin
Hittan As Sadusi. Ternyata, hadis-hadis yang diriwayatkan Imran bin
Hittan didapati pula di dalamSunan Abi Dawud dan Jami’ At Tirmidzi.<br />
Kritik para pakar ilmu hadis itu mengacu kepada diri periwayat hadis,
bukan isi hadisnya. Hal inilah yang mengundang tanya pada kita. Siapa
Imran bin Hittan yang dimaksud?<br />
Imran bin Hittan As Sadusi Al Basari adalah salah seorang yang
cerdas. Ia pernah mendatangi Aisyah Al Humaira, Abu Musa Al Asyari, dan
Abdullah bin Abbas. Kepada ketiga sahabat Nabi Muhammad ini, Imran bin
Hittan belajar dan mendapatkan hadis-hadis Nabi Muhammad. Karena
hadis-hadis itu pula kemudian, ia didatangi oleh pemuka-pemuka generasi
Tabiin seperti Muhammad bin Sirin, Qatadah bin Diamah As Sadusi dan
Yahya bin Abi Katsir.<br />
Selain pernah belajar langsung kepada sahabat-sahabat Nabi Muhammad,
Imran dikenal sebagai penyair yang genial; ia bisa menggubah syair-syair
Arab yang bagus. “Imran bin Hittan,” puji Al Farazdaq suatu hari, “bisa
berkata-kata dengan tutur-kata kita. Tapi kita tak pernah bisa
bertuturkata dengan kata-katanya.” Al Farazdaq dikenal sebagai salah
seorang penyair besar Arab. Akan tetapi, reputasi Imran akhirnya hancur
berantakan setelah ia menjadi pengikut Khawarij.<br />
Khawarij adalah salah satu kelompok yang menyempal dari barisan kaum
muslimin. Mereka senang dan gampang mengafir-ngafirkan pemeluk Islam
yang melakukan suatu dosa besar selain syirik dan memvonisnya kekal di
dalam neraka jika tidak bertobat sebelum meninggal dunia. Karena itulah,
mereka membolehkan membunuh siapa saja yang dianggap kafir, meskipun
itu orang Islam atau para utusan diplomatik negara-negara non-muslim
atau hanya sekedar para pelancong non-muslim.<br />
Bermula dari seorang wanita yang dilihatnya suatu hari, Imran
terpesona dengan kecantikannya. Muncul hasrat untuk menikahi wanita itu.
Meski telah diberitahu bahwa wanita itu pengikut kelompok Khawarij,
Imran tidak peduli. “Akan kupengaruhi dia,” kata Imran. Dengan kapasitas
kecerdasan yang dimilikinya, Imran bertekad menyadarkan wanita itu
setelah dinikahi nanti. Sebagai seorang istri, tentu saja akan mudah
bagi Imran untuk menasehati dan mengajaknya bertobat dari keyakinan yang
dipeluk selama ini.<br />
Ternyata tidak mudah. Yang terjadi kemudian justru Imran-lah yang
dipengaruhi oleh istri tersebut. Lambat laun, Imran pun berubah. Dan
sejak saat itu, ia bergabung ke dalam barisan Khawarij dan menjadi salah
seorang pembesar yang pernah dimiliki kelompok itu sepanjang sejarah.<br />
Banyak orang yang tidak percaya. Tapi, bagaimana pun, perubahan sikap
Imran menjadi perbincangan orang ramai waktu itu sampai khalifah Abdul
Malik bin Marwan pun tahu. Menghindari panggilan khalifah, Imran pergi
ke utara Jazirah Arab. Pada tahun 84 Hijriah, Imran meninggal dunia.<br />
***<br />
Dari semula yang menghormati Ali bin Abi Thalib, Imran menjadi
pencelanya. Dalam salah satu syair yang digubahnya, Imran
menjelek-jelekkan menantu Nabi Muhammad itu. Imran bahkan memuji orang
yang membunuh Ali bin Abi Thalib sebagai pembunuh yang diberi cahaya
terang oleh Allah.<br />
Sikap Imran demikian termasuk salah satu ciri khas orang-orang
Khawarij waktu itu. Mereka tidak menyukai Ali bin Abi Thalib dan
menganggapnya boleh dibunuh. Di mata mereka, Ali telah kafir karena
kebijakannya dalam perang Shiffin—satu perang saudara yang terjadi
antara Ali dan Muawiyah bin Abi Sufyan.<br />
Bagi para pencari hadis dan pakar ilmu hadis, orang-orang seperti
Imran adalah mereka yang diragukan keabsahan hadis-hadisnya. Biasanya,
para pengikut kelompok sesat memalsukan atau memelintirkan hadis-hadis
yang mereka sampaikan untuk membenarkan ideologi dan aksi-aksi mereka.<br />
Imam Safei termasuk imam kaum muslimin yang meragukan hadis-hadis
mereka. Bahkan, disebutkan di dalam Al-Ba’its Al-Hatsits Syarhu
Ikhtishar ‘Ulum Al-Hadits, Imam Safei menolak mentah-mentah hadis yang
diriwayatkan oleh orang-orang Syiah.<br />
***<br />
Kisah yang serupa juga terjadi pada orang yang telah dipuji Imran
itu. Karena cinta pula, Abdurrahman bin Muljam bersedia membunuh Ali bin
Abi Thalib. Padahal, waktu itu, Ali adalah pemimpin kaum muslimin
(baca: amirul mukminin). Ali menjabat sebagai khalifah setelah khalifah
Usman bin Affan dibunuh oleh orang-orang Khawarij.<br />
Semula, sebagaimana dikatakan Ibnul Jauzi dalam Talbis Iblis,
Abdurrahman bin Muljam adalah seorang yang pandai membaca Al Qur’an. Ia
diminta oleh Umar bin Khattab untuk mengajarkan Al Qur’an kepada
orang-orang yang baru masuk Islam di daerah yang baru ditaklukkan. Masa
pemerintahan Umar dikenal sebagai masa yang penuh dengan pembukaan
daerah-daerah baru. Dan seorang pengajar Al Qur’an waktu itu adalah
orang yang hafal Al Qur’an sekaligus pandai membaca dan memahami
kandungannya.<br />
Sayangnya, di masa pemerintahan Ali, Abdurrahman tergabung ke dalam
barisan Khawarij. Ketika perang antara pasukan Ali dan orang-orang
Khawarij terjadi di Nahrawan, Abdurrahman termasuk orang-orang yang
berhasil menyelamatkan diri dari kematian. Ia berencana membalaskan
dendam rekan-rekannya yang terbunuh kepada Ali.<br />
Rencana itu makin menguat, ketika suatu hari Abdurrahman bertemu
dengan seorang wanita cantik di masjid kota Kufah. Ayah dan kakak wanita
ini terbunuh pada perang di Nahrawan. Terpikat oleh kecantikannya,
Abdurrahman berusaha meminang wanita itu. Ternyata, mahar yang diajukan
sebagai syarat pernikahan mereka adalah uang 3000 dirham, sepasang
budak, dan kematian Ali bin Abi Thalib.<br />
Abdurrahman akhirnya menyanggupi mahar untuk wanita itu. Berbekal
pedang tajam yang telah diasah selama 40 hari, ia mengintai rumah Ali.
Ketika Ali keluar untuk mengimamin salat Subuh di masjid Kufah,
Abdurrahman menghantam kepala Ali dengan pedang itu. Peristiwa ini
terjadi pada malam 17 Ramadan tahun 40 Hijriah. Abdurrahman sendiri
dihukum mati tidak lama kemudian.<br />
Satu hal yang menarik, dalam melaksanakan rencananya, Abdurrahman
menggunakan kamuflase sedemikian rupa. Ia ingin teman-temannya sesama
kelompok Khawarij tidak mengetahui dirinya ketika hendak menjalankan
rencana itu. Dari sini, kita pun tahu, kamuflase adalah salah satu ciri
orang-orang Khawarij dulu yang kemudian diwariskan ke para penerus
mereka. Bahwa kelompok-kelompok Islam-teroris sekarang ini juga sering
menggunakan kamuflase, itu tidaklah mengherankan kita.<br />
<br />
<a href="http://adhwaus-salaf.or.id/semua-karena-cinta-inilah-alasan-mengapa-seorang-wanita-rela-menjadi-isteri-teroris/">sumber</a><br />
</div>
AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-60246522470436179682014-03-19T04:20:00.000+07:002014-03-19T04:20:11.790+07:00BOLEHKAH ORANG MISKIN BERPOLIGAMI<div style="text-align: center;">
BOLEHKAH ORANG MISKIN BERPOLIGAMI<br />
Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah</div>
Pertanyaan: Seorang penanya dari Amerika mengatakan: “Bolehkah bagi
seorang suami yang faqir untuk menikah lagi, jika dia khawatir dirinya
akan terjatuh kepada zina, padahal hartanya dari waktu ke waktu terus
berkurang?”<br />
Jawaban: Boleh, jika dia memang khawatir akan terjatuh kepada zina, hal
itu boleh dan hendaknya dia memohon rizqi kepada Allah Azza wa Jalla
jika rizqinya susah, dan Allah Azza wa Jalla Dia yang menanggung rizqi
hamba-hamba-Nya. Allah berfirman:<br />
<div style="text-align: right;">
إِنْ يَكُوْنُوْا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ.</div>
<em>“Jika mereka miskin pasti Allah akan mencukupi mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An-Nuur: 32)</em><br />
Firman Allah ini tentang orang yang menikah dalam keadaan faqir. Jika
mereka miskin pasti Allah akan mencukupi mereka dengan karunia-Nya, dan
Allah Maha Luas karunia-Nya dan Maha Mengetahui.<br />
Namun jika dia tidak mendapatkan kemudahan untuk menikah lagi, maka dia
wajib untuk menjaga kehormatannya dan menjauhi dari melihat hal-hal yang
haram dan menundukkan hawa nafsunya. Allah juga berfirman:<br />
<div style="text-align: right;">
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِيْنَ لَا يَجِدُوْنَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ.</div>
“Dan orang-orang yang belum mampu menikah hendaknya menjaga
kehormatan mereka hingga Allah mencukupi mereka dengan karunia-Nya.”
(QS. An-Nuur: 33)<br />
Hendaknya dia juga berusaha untuk memuaskan dirinya dengan hal-hal yang
halal yang dia miliki. Hanya kepada Allah saja kita memohon pertolongan.<br />
~Audio <a href="https://archive.org/download/SyaikhShalehFauzan_201402/Poligami%20Syaikh%20al%20Imam.mp3" target="_blank">Download di Sini</a><br />
Ditranskrip dan diterjemahkan oleh: <strong>Abu Almass bin Jaman Al-Ausathy</strong><br />
Rabu, 26 Rabi’uts Tsany 1435 H<br />
Daarul Hadits – Ma’bar – Yaman<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<a href="http://forumsalafy.net/?p=1694">sumber</a> </div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="Poligami" class="aligncenter size-full wp-image-1698" height="497" src="http://forumsalafy.net/wp-content/uploads/2014/02/Poligami.jpg" width="800" /></div>
AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-24818982009580942632014-03-19T04:18:00.000+07:002014-03-19T04:18:10.988+07:00BAGAIMANA MENERAPKAN POLIGAMI SEMENTARA MAYORITAS MANUSIA MENOLAK<div style="text-align: center;">
<strong>BAGAIMANA MENERAPKAN POLIGAMI SEMENTARA MAYORITAS MANUSIA MENOLAK</strong></div>
<div style="text-align: center;">
<em>Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimy hafizhahullah</em></div>
<br />
<strong>Pertanyaan:</strong> <em>Wahai Syaikh kami, beberapa kali
saya ingin melakukan poligami, terlebih lagi dengan banyaknya anak
perempuan, perawan tua dan para wanita yang dicerai di masa ini.
Masalahnya bagaimana menerapkannya dalam keadaan mayoritas manusia baik
yang berilmu maupun yang bodoh dan awam menentangnya. Juga sebagian
pemerintah Muslimin mengharamkan poligami namun justru membolehkan
hubungan yang tidak halal. Di samping itu sebagian ulama ada yang
membawakan dalil untuk menolaknya dengan perbuatan Nabi shallallahu
alaihi was sallam yang melarang Ali untuk memadu Fathimah dan alasan
lainnya?</em><br />
<strong>Jawaban:</strong><br />
(Seorang penyair) berkata:<br />
<div style="text-align: right;">
إِذَا صَحَّ مِنْكَ الْوُدُّ فَالْكُلُّ هَيِّنٌ … فَكُلُّ الَّذِيْ فَوْقَ التُّرَابِ تُرَابُ</div>
Jika cintamu jujur maka perkaranya akan mudah semua<br />
Karena semua yang di atas tanah adalah tanah juga<br />
(Madaarijus Saalikin, terbitan Daar Ihya’untuk Turatsil ‘Araby,
2/227, pada pasal “Mengutamakan keridhaan Allah atas keridhaan
selain-Nya –pent)<br />
Jika engkau membuat ridha Rabbmu maka manusia tidak akan bisa
merugikanmu sedikitpun, mereka ridha ataupun marah. Memang wajib untuk
engkau hadapi semampumu, tetapi hal itu tidak boleh sampai mengorbankan
agamamu dan mengalah dalam urusan agamamu. Kalau keadaanmu memang
seperti apa yang engkau sebutkan yaitu memiliki keinginan untuk
melakukan poligami DAN ENGKAU TERMASUK ORANG YANG MAMPU MELAKUKANNYA
SECARA MATERI DAN MAKNAWI, yaitu engkau mampu secara materi di mana
engkau tidak tertimpa madharat dengan sebab itu dan engkau juga tidak
membebani dirimu dengan hal-hal yang engkau tidak mampu, juga engkau
menjumpai di dalam hatimu bahwa engkau akan konskwen dengan syaratnya,
yaitu bersikap adil di antara para istri, kalau semua itu ada pada
dirimu, maka bacalah bismillah dan majulah. Engkau jangan mempedulikan
penolakan manusia dan ucapan mereka yang terpengaruh dengan
(penggambaran negatif) sandiwara dan film rusak yang ditayangkan di
sebagian negara-negara Arab dan selainnya.<br />
Maka hendaknya engkau bersemangat untuk menerapkan As-Sunnah karena
itu merupakan jalan menuju jannah, dan engkau jangan mempedulikan
penolakan manusia. Karena Rasulullah shallallahu alaihi was sallam
bersabda:<br />
<div style="text-align: right;">
مَنْ أَرْضَى النَّاسَ بِسَخَطِ اللهِ سَخِطَ اللهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عَلَيْهِ النَّاسَ.</div>
“Barangsiapa yang membuat ridha manusia dengan melakukan hal-hal yang
menyebabkan murka Allah, maka Allah akan murka kepadanya dan juga akan
menjadikan manusia marah kepadanya.”<br />
(Silsilah Ash-Shahihah no. 2311 –pent)<br />
Perkaranya memang seperti yang engkau sebutkan; rumah-rumah kaum
Muslimin penuh dengan perawan tua, yaitu ratusan ribu jumlah mereka di
rumah-rumah itu. Kalau engkau tidak mau melakukan poligami dan di sana
juga orang lain tidak mau melakukannya, maka (keadaannya seperti ucapan
penyair):<br />
<div style="text-align: right;">
أُطَوِّفُ مَا أُطَوِّفُ ثُمَّ آوِيْ … إِلَى بَيْتٍ قَعِيْدَتُهُ لَكَاعِ</div>
Aku berkeliling dan berputar lalu aku masuk ke sebuah rumah<br />
Ternyata di dalamnya yang ada hanya wanita (istri) yang itu itu saja<br />
Akhirnya wanita yang tidak segera menikah tersebut ketinggalan
rombongan, dan bisa jadi dia akan mendoakan keburukan kepada ayahnya
atau walinya yang tidak mau menikahkannya dengan alasan walinya tersebut
tidak menyukai poligami. Saya mengetahui permasalahan yang ada di
masyarakat kita bahwa sebenarnya para gadis setuju dengan poligami,
namun ayah dan ibunyalah yang menolak. Itulah diantara perkara yang
menyebabkan anak-anak perempuan itu tetap bersama mereka hingga mereka
meninggal dunia. Dan betapa banyak orang tua yang mati meninggalkan
anak-anak perempuan dalam keadaan terlantar seperti anak-anak yatim.
Maka tanganilah permasalahan ini.<br />
Adapun pada kita –walhamdulillah– di negara kita tidak ada yang
menghalangi untuk melakukan poligami, karena kita tidak berhukum dengan
undang-undang buatan manusia dan tidak pula dengan aturan-aturan yang
dibuat-buat oleh orang-orang Barat. Allah berfirman:<br />
<div style="text-align: right;">
فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ.</div>
“Maka nikahilah wanita yang kalian sukai sebanyak dua, tiga dan empat.” (QS. An-Nisa’: 3)<br />
Walaupun sebagian masyarakat kita telah tertipu dengan kepalsuan
orang-orang Barat dan memperingatkan manusia agar tidak melakukan
poligami. Sebagian penulis rusak dan berpenyakit hatinya dan tidak ada
kebaikan pada mereka, dari orang-orang yang tertipu dan bangga dengan
budaya Barat dan Eropa serta orang-orang yang membebek gaya hidup
saudara-saudara kera dan babi, maka mereka ini tidak usah dipedulikan
dan jangan membebek mereka.<br />
<div style="text-align: right;">
وَمَنْ جَعَلَ الْغُرَابَ لَهُ دَلِيْلًا … يَمُرُّ بِهِ عَلَى جِيَفِ الْكِلَابِ</div>
Barangsiapa menjadikan burung gagak sebagai penunjuk jalan<br />
Maka dia akan diajak melewati bangkai anjing yang bertebaran<br />
Maka engkau tidak usah mempedulikan burung-burung gagak itu, tetapi
perhatikanlah petunjuk Nabimu shallallahu alaihi was sallam! Jadi ada
negara-negara yang melarang poligami namun membolehkan pacar atau wanita
selingkuhan, kita berlindung kepada Allah darinya.<br />
Saya ingin menyampaikan kalimat; sebagian kita ada yang melarang
poligami namun membolehkan poliandri (satu wanita untuk banyak pria
–pent). Bagaimana maksudnya mereka membolehkan poliandri?! Yaitu dengan
menjadikan wanita simpanan dan selingkuhan. Bahkan di sebagian
negara-negara Arab Islam. Engkau bisa menjumpai seorang pemuda berjalan
bersama satu atau dua wanita selingkuhan atau pacar. Justru berbagai
celaan akan ditujukan kepadanya jika dia melakukan pernikahan poligami.
Dia malah diperbolehkan memiliki puluhan pacar yang diajaknya ke mana
dia suka tanpa tujuan yang jelas, bahkan terkadang melakukan safar
dengan mereka di dalam maupun di luar negeri, sehingga dia seperti
kambing jantan di tengah-tengah para wanita itu.<br />
Maka di letakkan di mana akal orang-orang yang melarang petunjuk Nabi
shallallahu alaihi was sallam dan memilih menggantinya dengan
undang-undang dan peraturan yang dibuat-buat oleh orang-orang Barat.
Allah berfirman:<br />
<div style="text-align: right;">
أَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلَافًا كَثِيْرًا.</div>
“Tidakkah mereka merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an, seandainya
Al-Qur’an itu bukan berasal dari perkataan Allah, niscaya mereka akan
menjumpai pada pertentangan yang banyak.” (QS. An-Nisaa’: 82)<br />
Juga firman-Nya:<br />
<div style="text-align: right;">
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُوْنَ.</div>
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka inginkan, siapakah yang lebih
baik hukumnya dibandingkan hukum Allah bagi kaum yang yakin.” (QS.
Al-Maaidah: 50)<br />
Maka wahai orang-orang yang suka membebek orang-orang Barat, takutlah
kalian kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala dan tinggalkan sikap membebek
dan meniru secara membabi buta semacam ini seperti burung beo. Sebagian
manusia ada yang seperti burung beo atau orang yang dungu yang suka
menirukan manusia pada semua yang mereka lakukan. Kalau manusia berbuat
jahat dia pun ikut berbuat jahat, dan kalau mereka berbuat baik dia pun
ikut berbuat baik. Bahkan seringnya dia tidak bisa berbuat baik, bisanya
hanya berbuat yang buruk saja. Maka hati-hatilah wahai hamba Allah!<br />
Kami dahulu pernah pergi ke salah satu negara Barat, saya sendiri
bersama salah seorang ikhwah. Kami membeli sebagian barang untuk
keluarga kami setelah kami menyelesaikan keperluan kami di negara Barat
tersebut. Maka wanita yang menjual barang tersebut melihat saya membeli
beberapa barang dan saya mensyaratkan agar barang-barang tersebut satu
jenis. Pakaian misalnya saya syaratkan agar satu model, demikian juga
barang apapun yang ingin saya beli untuk keluarga saya maka saya
mensyaratkan agar satu jenis. Maka wanita tersebut menanggap hal itu
aneh dan dia bertanya kepada penerjemah karena saya terlalu bagus
menggunakan bahasa Inggris: “Kenapa orang ini selalu membeli barang yang
sejenis dan pakaian yang satu model, sampai pakaian dalam pun harus
satu model dan juga… harus satu model?!” Karena dia terkadang hanya
menunjukkan jumlah yang sedikit dan tidak mencukupi. Jika dia memberi
barang yang jumlahnya ada 3 maka saya membeli, kalau tidak maka saya
kembalikan dan tidak jadi saya beli.” Wanita tersebut menganggap aneh
dan dia bertanya ke penerjemah.<br />
Maka penerjemah pun memberi tahunya bahwa saya memiliki lebih dari
satu istri, dan Islam memang membolehkan bagi pria untuk menikah dengan 4
wanita. Maka wanita tersebut pun berteriak seperti lolongan anjing,
yaitu berteriak dengan keras. Maka saya katakan ke penerjemah: “Tanyakan
kepada wanita tersebut, katakan kepadanya bahwa saya memiliki 3 istri,
tetapi saya sama sekali tidak memiliki wanita selingkuhan. Tetapi
tanyakan kepadanya berapa wanita selingkuhan yang dimiliki oleh suaminya
dan berapa pria yang menjadi selingkuhan wanita itu sendiri?”<br />
Ketika ikhwah penerjemah tersebut mengatakan hal itu maka wanita itu
pun menundukkan kepalanya dan dia bertanya: “Kalian tidak memiliki
wanita selingkuhan?!” Kami jawab: “Tidak, demi Allah. Tidak mungkin hal
itu.” Dia juga bertanya: “Dan para istri kalian juga tidak memiliki pria
selingkuhan?” Kami jawab: “Ya.” Dia mengomentari: “Jika perkaranya
demikian maka kalian lebih baik dibandingkan kami.” Saya pun menimpali:
“Kami memang lebih baik dibandingkan kalian dalam segala hal.” Maka
segala puji bagi Allah yang telah memberikan hidayah kepada kita, dan
sekali-kali kita tidak akan mendapatkan hidayah seandainya Allah tidak
memberi kita hidayah.<br />
Kemudian wanita itu mengatakan: “Di sebuah wilayah di negara kami ada
orang yang menikah dengan hingga 100 wanita.” Kami katakan: “Adapun
kami maka tidak berlebihan dan tidak juga meremehkan, karena perkaranya
diatur oleh syari’at.” Ikhwah yang menjadi penerjemah tadi mengatakan
bahwa sepertinya wanita tersebut memiliki keinginan untuk masuk Islam.
Namun setelah itu saya melanjutkan safar dan tidak tahu apakah dia
benar-benar masuk Islam atau tidak.<br />
<div style="text-align: left;">
Saya tidak menyampaikan hal ini sekedar
sebagai cerita, karena saya termasuk orang yang memperingatkan agar
jangan memperbanyak cerita tanpa ada kebutuhan, demikian juga banyak
cerita akan menyia-nyiakan waktu. Tetapi saya sampaikan hal ini sebagai
pelajaran. Perhatikanlah bagaimana wanita yang kafir tersebut mengakui
kebaikan agama Islam hanya dengan menilai dari masalah poligami dan
larangan memiliki pria atau wanita selingkuhan atau pacar. Paham masalah
ini? Maka oleh karena itu saya ingatkan negara-negara yang melarang
poligami namun justru memperbolehkan wanita selingkuhan, hendaklah
mereka bertaubat kepada Allah dan mengembalikan syari’at Allah serta
menerapkannya sebelum mereka mati dan menanggung dosa umat yang mereka
pimpin ini.</div>
<div style="text-align: right;">
وَسَيَعْلَمُ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا أَيَّ مُنْقَلَبٍ يَنْقَلِبُوْنَ.</div>
“Dan kelak orang-orang yang zhalim itu akan mengetahui ke mana mereka akan dikembalikan.” QS. Asy-Syu’araa’: 227)<br />
Penanya: Bagaimana mengenai pendalilan sebagian ulama dengan larangan Nabi shallallahu alaihi was sallam terhadap Ali?<br />
<span style="font-size: 14px; line-height: 1.5em;">Asy-Syaikh: Pendalilan ini tidak tepat karena dua hal:</span><br />
<strong>Pertama:</strong> Nabi shallallahu alaihi was sallam memiliki kekhususan.<br />
<strong>Kedua:</strong> Nabi shallallahu alaihi was sallam mengetahui keadaan Ali dan Fathimah.<br />
Dan di sana ada perkara katiga yaitu bahwasanya beliau tidak
melarangnya dan tidak bermaksud menyakitinya. Dan setelah itu Ali
radhiyallahu anhu menikah dengan wanita lain. Mungkin saja Ali
mengetahui berita, atau Nabi shallallahu alaihi was sallam merahasiakan
kepada Fathimah bahwa dia adalah yang akan pertama kali menyusul beliau.
Kemudian Amirul Mu’minin Ali sepeninggal Fathimah menikah dengan
beberapa wanita.<br />
<br />
<br />
~Audio <a href="https://archive.org/download/MenolakPoligami/menolak%20poligami.mp3" target="_blank"><strong>Download di Sini</strong></a><br />
<br />
Ditranskrip dan diterjemahkan oleh: <strong>Abu Almass bin Jaman Al-Ausathy</strong><br />
Sabtu, 8 Jumaadal Ula 1435 H<br />
Daarul Hadits – Ma’bar – Yaman<br />
<br />
<a href="http://forumsalafy.net/?p=1930">sumber</a><br />
<div style="text-align: center;">
<img alt="wsi-menolak-poligami1" class="aligncenter size-full wp-image-1942" height="300" src="http://forumsalafy.net/wp-content/uploads/2014/03/wsi-menolak-poligami1.jpg" width="460" /></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-69608524412010952602014-03-01T00:23:00.001+07:002014-03-01T00:23:20.367+07:00BOLEHKAH ORANG MISKIN BERPOLIGAMI<img alt="Poligami" class="aligncenter size-full wp-image-1698" height="497" src="http://forumsalafy.net/wp-content/uploads/2014/02/Poligami.jpg" width="800" /><div class="entry">
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
BOLEHKAH ORANG MISKIN BERPOLIGAMI<br />
Asy-Syaikh <span class="gndj3gu" id="gndj3gu_7">Muhammad</span> Al-Imam hafizhahullah</div>
Pertanyaan: Seorang penanya dari <span class="gndj3gu" id="gndj3gu_1">Amerika</span>
mengatakan: “Bolehkah bagi seorang suami yang faqir untuk menikah lagi,
jika dia khawatir dirinya akan terjatuh kepada zina, padahal hartanya
dari waktu ke waktu terus berkurang?”<br />
Jawaban: Boleh, jika <span class="gndj3gu" id="gndj3gu_6">dia</span>
memang khawatir akan terjatuh kepada zina, hal itu boleh dan hendaknya
dia memohon rizqi kepada Allah Azza wa Jalla jika rizqinya susah, dan
Allah Azza wa Jalla Dia yang menanggung rizqi hamba-hamba-Nya. Allah
berfirman:<br />
<div style="text-align: right;">
إِنْ يَكُوْنُوْا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ.</div>
<em>“Jika mereka miskin pasti Allah akan mencukupi mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An-Nuur: 32)</em><br />
Firman Allah <span class="gndj3gu" id="gndj3gu_4">ini</span> tentang
orang yang menikah dalam keadaan faqir. Jika mereka miskin pasti Allah
akan mencukupi mereka dengan karunia-Nya, dan Allah Maha Luas
karunia-Nya dan Maha Mengetahui.<br />
Namun jika dia tidak mendapatkan kemudahan untuk menikah lagi, maka dia
wajib untuk menjaga kehormatannya dan menjauhi dari melihat hal-hal yang
haram dan menundukkan hawa nafsunya. Allah juga berfirman:<br />
<div style="text-align: right;">
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِيْنَ لَا يَجِدُوْنَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ.</div>
“Dan orang-orang yang belum mampu menikah hendaknya menjaga
kehormatan mereka hingga Allah mencukupi mereka dengan karunia-Nya.”
(QS. An-Nuur: 33)<br />
Hendaknya dia juga berusaha untuk memuaskan dirinya dengan hal-hal yang
halal yang dia miliki. Hanya kepada Allah saja kita memohon pertolongan.<br />
~<span class="gndj3gu" id="gndj3gu_2">Audio</span> <a href="https://archive.org/download/SyaikhShalehFauzan_201402/Poligami%20Syaikh%20al%20Imam.mp3" target="_blank">Download di Sini</a><br />
<br />
Ditranskrip dan diterjemahkan oleh: <strong>Abu Almass <span class="gndj3gu" id="gndj3gu_5">bin</span> Jaman Al-Ausathy</strong><br />
Rabu, 26 Rabi’uts Tsany 1435 H<br />
Daarul Hadits – Ma’<span class="gndj3gu" id="gndj3gu_3">bar</span> – Yaman<br />
<br />
<a href="http://forumsalafy.net/?p=1694">SUMBER</a><br />
</div>
<br />AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-20293621809519800382014-02-24T05:42:00.000+07:002014-02-24T05:42:14.087+07:00Terjemah Surat dari asy-Syaikh Hani’ bin Buraik (dibaca dan dikoreksi asatidzah)<h2>
<br /></h2>
<div class="entry">
<br />
<h3 dir="LTR" style="text-align: center;">
<img alt="Terjemahansurat-jpg" class="alignleft size-medium wp-image-621" height="195" src="http://forumsalafy.net/wp-content/uploads/2014/01/Terjemahansurat-jpg-300x195.jpg" width="300" /> </h3>
<h3 dir="LTR" style="text-align: center;">
Surat dari asy-Syaikh Hani’ bin Buraik, yang telah dibaca oleh al-’Allamah asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali <i>hafizhahullah </i>untuk Salafiyyin di Indonesia</h3>
<div align="center" dir="RTL">
بسم الله الرحمن الرحيم</div>
<div dir="LTR">
Kepada saudara-saudara kami Ahlus Sunnah wal Jama’ah di Indonesia</div>
<div dir="LTR">
“Surat ini telah dibaca oleh Fadhilatu asy-Syaikh al-’Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkhali”</div>
<div dir="LTR">
Kami memuji Allah di hadapan kalian, Dia yang telah
menyempurnakan kepada kami dan kepada kalian nikmat-nikmat-Nya, baik
yang zhahir (tampak) maupun yang bathin (tidak tampak). Nikmat terbesar
adalah nikmat Hidayah (petunjuk) kepada as-Sunnah dan Dakwah kepada
sunnah tersebut, pada masa yang banyak tersebar padanya bid’ah-bid’ah
dan juru dakwah kepadanya.</div>
<div dir="LTR">
Tidak diragukan bahwa Dakwah kepada as-Sunnah di atas
manhaj Salaful Ummah yang Shalih, dan pembelaan terhadap agama Allah
(yang dilakukan) dengan hikmah, <i>mau’izhah hasanah</i>, dan dialog dengancara yang lebih baik tergolong pintu jihad fi sabilillah <i>Subhanahu wa Ta’ala </i>yang
terbesar. Semoga Allah menjadikan kami dan anda sekalian berada di atas
manhaj ini, dan semoga Allah teguhkan kita semua di atas manhaj
tersebut hingga kita berjumpa dengan-Nya.</div>
<div dir="LTR">
Sebagaimana yang telah kalian semua ketahui telah terjadi
khilaf terkait dengan urusan dakwah antara ikhwah. Di antaranya adalah
kritikan terhadap al-Akh Dzulqarnain. (Permasalahan tersebut) telah
diangkat kepada <i>masyaikh</i> sebelum ini. Kemudian terjadilah setelah itu <b>tahdzir Syaikhuna al-’Allamah Rabi bin Hadi al-Madkhali </b>– semoga Allah menjaga beliau dan memberikan kenikmatan kepada kita dan muslimin dengan hidupnya beliau – <b>terhadap al-Akh Dzulqarnain, </b>sebagai
bentuk nasehat untuknya dan harapankebaikan untuknya. Berita tahdzir
tersebut telah tersebar luas di tengah-tengah kalian.</div>
<div dir="LTR">
Maka tidak ada dari al-Akh al-Fadhil Dzulqarnain kecuali
dia menerima (tahdzir tersebut), dan bersegera melakukan upaya yang
disyukuri atasnya, tampak darinya semangat untuk berpegang kepada
as-Sunnah dan menjaga persatuan dengan saudara-saudaranya yang utama
(yakni para asatidzah dan duat, pen), yang<b>tidak ada dugaan terhadap mereka (para asatidzah dan duat yang mengkritisinya, </b>pen<b>) kecuali niatan yang baik untuknya (Dzulqarnain) dan untuk dakwah. </b>Maka dia (al-Akh Dzulqarnain) pun mengunjungi Syaikhuna Rabi’ di Makkah dan mendengar nasehat dan bimbingan beliau.</div>
<div dir="LTR">
Maka sekarang, setelah bermusyawarah dengan Syaikh dan Ayah kami al-’Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkhali <i>hafizhahullah, </i>kami menulis untuk semuah ikhwah di Indonesia – dan <b>secara khusus untuk para ikhwah yang utama (yakni para asatidzah dan duat, </b>pen<b>)
yang berselisih dengannya (Dzulqarnain) – agar mereka menyambut
saudaranya yang utama Dzulqarnain, sebagai seorang saudara, dai, dan
pengajar kembali bersama mereka,</b> <b>karena dia konsisten untuk rujuk (bertaubat, </b>pen<b>) dari semua kritik terhadapnya, yang semua kritikan tersebut telah diakui oleh masyaikh. </b>Dengan itu dia (Dzulqarnain) bisa menjadi permisalan bagus yang patut disyukuri. <b>Kita berharap untuknya <i>tsabat</i>(keteguhan)
dan tidak kembali lagi kepada permasalahan-permasalahan yang ia
dikritik atasnya, sehingga dengan demikian tidak membuka pintu
perpecahan dan perselisihan, yang bisa dimanfaatkan oleh para musuh
sunnah</b>. Kesimpulannya, barangsiapa yang telah dinasehati oleh ulama
sunnah, maka hendaknya ia kembali kepada nasehat tersebut dan konsisten
denganya, serta tidak menyombongkan diri dan tidak menentang.</div>
<div dir="LTR">
<b>Kepada semua pihak, hendaknya bahagia dan gembira dengan persatuan</b>.
Persatuan merupakan prinsip agung di antara prinsip-prinsip Ahlus
Sunnah wal Jama’ah. Itu merupakan tanda bahwa pemberi nasehat tidaklah
meniatkan dengan nasehatnya kecuali wajah Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>.</div>
<div dir="LTR">
Kami wasiatkan kepada semua pihak <b>untuk meninggalkan sebab-sebab khilaf, </b>sebaliknya <b>melakukan
sebab-sebab persatuan. Tinggalkan ta’ashshub (fanatik buta) terhadap
pribadi-pribadi tertentu, dan mau menerima nasehat dari siapapun yang
membawa nasehat tersebut, serta jangan merasa tinggi (sombong) untuk
menerima al-Haq.</b></div>
<div dir="LTR">
Hendaknya pula kita <b>konsisten untuk kembali kepada para ‘ulama kita dalam urusan dakwah kita,</b>dan <b>jangan
berpijak dengan pemahaman kita sendiri terhadap manhaj salafus shalih,
namun berpijak dengan ilmunya para ‘ulama dan pemahaman mereka yang
benar, hikmah, pengalaman, serta penerapan ilmiah dan amaliah mereka
terhadap manhaj rabbani yang agung tersebut, yang manhaj tersebut
benar-benar sangat tepat untuknya penyifatan ilahi terhadap risalah
Muhammadiyyah yang agung. </b>Penyifatan<b> </b>tersebut terdapat dalam firman Allah <i>Jalla sya’nuhu</i> (Yang Maha Agung urusan-Nya)</div>
<div dir="RTL">
(وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ)</div>
<div dir="LTR">
<i>“Tidaklah kami mengutusmu kecuali sebagai rahmat untuk alam semesta.” </i><b>(al-Anbiya’ : 107)</b></div>
<div dir="LTR">
Risalah tersebut, yang telah menerangi alam setelah
kegelapan, yang menenangkannya setelah sebelumnya menakutkan, serta
menyebarkan ke seluruh sisi dan penjurunya hakekat tauhid, kesempurnaan
iman, keadilan antara manusia, ukhuwah antara mukminin, dan kasih
sayang.</div>
<div dir="LTR">
Kami tutup dengan pujian kepada Allah, yang dengan nikmat-nikmat-Nya sempurnalah berbagai kebaikan.</div>
<div dir="RTL">
(قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ)</div>
<div dir="LTR">
<i>“Katakanlah, ‘Dengan keutamaan Allah dan dengan
rahmat-Nya, maka dengan itulah hendaknya mereka bergembira. Itu lebih
baik dari apa yang mereka kumpulkan’.”</i><b> </b>Kami ucapkan shalawat
dan salam kepada Nabi Muhammad, yang dengannya Allah menyatukan hati
orang-orang yang beriman, dan dengannya Allah memberi hidayah dari
godaan-godaan syaitan, juga kepada keluarga dan para shahabatnya, yang
sangat pantas untuk mereka firman Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala,</i></div>
<div dir="RTL">
(وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ تَجْرِي مِنْ
تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ ۖ وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا
لِهَٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ)</div>
<div dir="LTR">
<i>“Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam
dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai, dan mereka berkata,
‘Segala puji bagi Allah yang telah memberi hidayah kami kepada (surga)
ini, dan kami sekali-kali tidak akan mendapat hidayah (petunjuk) kalau
Allah tidak memberi kami petunjuk’.”</i><b>(Al-A’raf : 43)</b></div>
<div dir="RTL">
(وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَىٰ سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ)</div>
<i>“Kami cabut segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka,
sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas
dipan-dipan.” </i><b>(al-Hijr : 47)</b><br />
<div dir="LTR">
<em>Ditulis oleh Hani bin Ali bin Buraik</em></div>
<div dir="LTR">
</div>
<div dir="LTR">
(Keterangan : surat ini diterima kemarin, sekitar jam
10:15 WIB. Langsung diterjemahkan dan dikoreksi terjemahnya oleh
asatidzah)</div>
<div align="center" dir="LTR">
—- * * * —-</div>
<div dir="LTR">
<strong>Mengetahui :</strong></div>
<div dir="LTR">
- Muhammad Umar as-Sewed</div>
<div dir="LTR">
- Qomar Su’aidi</div>
<div dir="LTR">
- Usamah Mahri</div>
<div dir="LTR">
- Ayip Syafruddin</div>
<div dir="LTR">
- Luqman bin Muhammad Ba’abduh</div>
<div dir="LTR">
- Asykari bin Jamal</div>
<div dir="LTR">
- Muhammad as-Sarbini</div>
<div dir="LTR">
- Abdush Shomad Bawazir</div>
<div dir="LTR">
- Ahmad Khadim</div>
<div dir="LTR">
- Afifuddin as-Sidawi</div>
<div dir="LTR">
- Ruwaifi’ bin Sulaimi</div>
<div dir="LTR">
</div>
<div dir="LTR">
Sumber: <a href="http://dammajhabibah.net/2014/01/06/terjemah-surat-dari-asy-syaikh-hani-bin-buraik-dibaca-dan-dikoreksi-asatidzah/" target="_blank">Dammajhabibah.net</a></div>
<div dir="LTR">
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = == = = = = = = = = = = = = =</div>
<div dir="LTR">
File *.pdf bisa didownload di <a href="https://app.box.com/s/lxw1uon8mp3w82tmlw6h" target="_blank">sini</a></div>
<div dir="LTR">
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = ==</div>
<div dir="LTR">
</div>
<div align="center" dir="RTL">
بسم الله الرحمن الرحيم</div>
<div dir="RTL">
إلى إخواننا أهل السنة والجماعة في إندونيسيا</div>
<div dir="RTL">
“قرأها فضيلة الشيخ العلامة ربيع بن هادي المدخلي”</div>
<div dir="RTL">
نحمد الله إليكم الذي أسبغ علينا وعليكم نعمه ظاهرة وباطنة
والتي أجلها نعمة الهداية للسنة والدعوة إليها في زمن كثرت فيه البدع
والدعاة إليها.</div>
<div dir="RTL">
وﻻشك أن الدعوة إلى السنة على منهج سلف اﻷمة الصالح والذب عن
دين الله بالحكمة والموعظة الحسنة والجدال بالتي هي أحسن من أعظم أبواب
الجهاد في سبيله سبحانه وتعالى جعلنا الله وإياكم على هذا النهج وثبتنا
عليه حتى نلقاه.</div>
<div dir="RTL">
هذا وقد جرى في سابق علمكم الخلاف في أمور دعوية بين الإخوة
عندكم وكان من ذلك ما أخذ على اﻷخ ذي القرنين ورفع للمشايخ في فترة مضت ثم
جرى بعد ذلك تحذير شيخنا العﻻمة ربيع بن هادي المدخلي – حفظه الله وأمتعنا
والمسلمين بحياته – من اﻷخ ذي القرنين – نصحا له ورغبة في الخير له – وقد
نشر عندكم على نطاق واسع فما كان من اﻷخ الفاضل ذي القرنين – حفظه الله –
إﻻ أن استجاب وقام ببادرة يشكر عليها يظهر منها حرصه على لزوم السنة وجمع
الكلمة مع إخوته اﻷفاضل – الذين ﻻ يظن بهم إﻻ إرادة الخير له وللدعوة –
فزار شيخنا ربيعا بمكة واستمع لنصحه وتوجيهه .</div>
<div dir="RTL">
وها نحن نكتب بمشورة شيخنا ووالدنا العلامة ربيع بن هادي
المدخلي – حفظه الله – للإخوة جميعا في إندونيسيا وباﻷخص الإخوة اﻷفاضل
المختلفين معه بأن يرحبوا بأخيهم الفاضل ذي القرنين أخا وداعية ومعلما معهم
حيث التزم بالرجوع عن كل المؤاخذات التي أقر بها المشايخ وهو بذلك يضرب
مثاﻻ طيبا يشكر له. ونرجو له الثبات وعدم العود لما أخذ عليه حتى ﻻ يفتح
بابا للفرقة والخلاف يلج منه خصوم السنة. وعلى كل من نصح له علماء السنة أن
يعود لنصحهم ويلتزم به وﻻ يكابر ويعاند.</div>
<div dir="RTL">
وعلى الجميع أن يسعدوا باجتماع الكلمة ويفرحوا بها فاﻻجتماع
أصل عظيم من أصول أهل السنة والجماعة. وهو عﻻمة على أن الناصح ﻻيريد بالنصح
إﻻ وجه الله سبحانه وتعالى.</div>
<div dir="RTL">
ونوصي الجميع بأن يتركوا أسباب الفرقة ويأخذوا بأسباب اﻹجتماع
وترك التعصب للأشخاص وقبول النصح ممن جاء به وعدم التعالي عن قبول الحق .</div>
<div dir="RTL">
وأن نلتزم بالرجوع لعلمائنا في أمورنا الدعوية وأﻻ ننطلق من
فهمنا الخاص لمنهج السلف الصالح بل بعلم العلماء و فهمهم الصائب وحكمتهم
وتجاربهم وتطبيقهم العلمي العملي لذلك المنهج الرباني العظيم الذي هو بحق
وصدق يصدق عليه الوصف اﻹلاهي للرسالة المحمدية العظمى ذلك الوصف في قوله جل
شأنه (وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ) تلك الرسالة
التي أضاءت العالم بعد ظلمة وآنسته بعد وحشة ونشرت في أكنافه وأرجائه حقيقة
التوحيد وكمال اﻹيمان والعدالة بين البشرية واﻷخوة بين المؤمنين والرحمة.</div>
<div dir="RTL">
ونختم بحمد الله الذي بنعمته تتم الصالحات (قُلْ بِفَضْلِ
اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا
يَجْمَعُونَ)</div>
<div dir="RTL">
ونصلي ونسلم على من جمع الله به قلوب أهل اﻹيمان وهدى به من
نزغات الشيطان وعلى آله وصحبه من صدق فيهم قوله سبحانه (وَنَزَعْنَا مَا
فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ ۖ
وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَٰذَا وَمَا كُنَّا
لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ) وقوله تعالى (وَنَزَعْنَا مَا
فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَىٰ سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ) .</div>
<div dir="RTL">
كتبها هاني بن علي بن بريك</div>
<br />
<div dir="RTL" style="text-align: left;">
</div>
<div dir="RTL" style="text-align: left;">
</div>
</div>
<a href="http://forumsalafy.net/?p=620">sumber</a>AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-20570895980121459872014-02-24T05:32:00.004+07:002014-02-24T05:32:48.153+07:00Apa Salah Saya? ~ JAWABAN UNTUK DZULQARNAIN AL MAKASSARI<h2>
<br /></h2>
<div class="post-meta">
<span class="info">
<span class="date"><br /></span><span class="comments"><a href="http://forumsalafy.net/?p=1586#respond" title="Comment on Apa Salah Saya? ~ JAWABAN UNTUK DZULQARNAIN AL MAKASSARI"></a></span>
</span>
</div>
<div class="entry">
<br />
<div id="MainContent">
<div id="mainContentContainer">
<div id="msgListMainContainer">
<div id="readingPaneSplitPane">
<div id="readingPaneContainer0">
<div id="readingPaneContentContainer">
<div id="msgParts">
<div>
<div>
<div>
<div id="mp0_ctr">
<div id="mp0_msgPartBody">
<div>
<div id="mpf0_readMsgBodyContainer">
<div id="mpf0_MsgContainer">
<div style="text-align: center;">
<img alt="Apasalahku1a" class="aligncenter size-full wp-image-1576" height="300" src="http://forumsalafy.net/wp-content/uploads/2014/02/Apasalahku1a.jpg" width="460" /></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<strong>APA SALAH SAYA???? JAWABAN UNTUK DZULQARNAIN</strong></div>
<div style="text-align: left;">
Al Ustadz Muhammad Umar As Seweed Hafizhahullah</div>
<strong>[Tanya]</strong><br />
<em>“Terkait penjelasan Dzulqarnain kemarin di AMWA, bagaimana
menyikapi syubhat bahwa Syaikh Rabi’ harus merinci point-point kesalahan
Dzulqarnain?”</em><br />
[Jawab]<br />
Ya… Ngomong sama Syaikh Rabi’… Suruh datang ke Syaikh Rabi’. Kemarin
datang ke Syaikh Rabi’ kenapa gak ngomong? “Syaikh, engkau harus merinci
semua yang engkau katakan tentang aku!!” Kenapa nggak ngomong begitu?
Kenapa sekarang ngomongnya? Ketika ketemu, dia nggak ngomong, sekarang
baru ngomong… Ini “KEANEHAN” yang terjadi pada dia (Dzulqarnain). Na‘am.<br />
Ikhwani fiddien a‘azzakumullah, seseorang itu harus punya kaca/cermin
di rumahnya… Sehingga dia bisa bercermin, “Saya ini coreng-moreng nggak
mukanya… Jadi gimana…??” Kalau orang nggak punya cermin, nggak pernah
tahu siapa dirinya, nggak pernah, merasa sama sekali… Sedangkan,
‘Seorang mu`min itu adalah cermin bagi saudaranya.’ Maka, kalau dikritik
dengan berbagai macam kritikan-kritikan, maka perhatikan. Apakah iya?
Atau tidak? … Sehingga nggak perlu kemudian berpura-pura bodoh
mengatakan, “Saya nggak tahu apa-apa? APA SALAH SAYA???” Kasihan,
terzhalimi!!! “Aku dikatakan begini, SALAH APA???” Ajiib!!!<br />
Perkara yang harus diberitahu, yang pertama adalah;<br />
Penggembosannya terhadap MANHAJ TAHDZIR – yang dia harus taubat.
Kalau mau diulang rincian rekamannya, banyak rekamannya. Seakan-akan
perkara tahdzir tidak penting, perkara remeh, perkara yang sedikit aja
cukup. Padahal ketika ditanyakan kepada Syaikh Muhammad bin Hadi
~hafidzahullah~, beliau menyatakan bahwa RUDUD (bantahan-bantahan) itu
seimbang dengan Al-‘ARD (penyampaian).<br />
*<strong>Al-‘ARD</strong> (PENYAMPAIAN KEBENARAN) ——» diiringi dengan ——» <strong>RAAD</strong> (PENJELASAN KEBATILAN)* … (Jadi) jangan diremehkan!!! Harus seimbang diantara dua perkara.<br />
Bahkan beliau (Syaikh Muhammad bin Hadi) berkata :<br />
*Kebanyakan kitab-kitab ushul daripada ulama, itu (asalnya) dari
bantahan-bantahan* … Prinsip-prinsip Ahlussunnah, kenapa muncul
buku-buku itu…?? Sebab membantah…!! … Sedang membantah ahlul bid’ah!!!
“Mereka bukan Ahlussunnah!!! Nih prinsipnya ini nih, bukan yang itu!!!
Ini!!! Yang kedua, bukan seperti mereka… Ini!!!, bukan seperti mereka.” …
Sehingga ikhwani fiddien a’azzakumullah, “Kalau setiap kajian membantah
ahlul bid’ah, itu ngomong apa? Nggak salah? Emang nggak ada kajian lain
selain TAHDZIR…!!!???” ——» itu nggak merasa salah dia (Dzulqarnain,
pen). Nggak merasa kalau itu adalah RACUN YANG TELAH DIMAKAN oleh sekian
banyak Salafiyyin di Jakarta, dan dari seluruh Indonesia. Mau bukti???<br />
Tanyakan kepada sebagian besar mereka, khususnya di Jakarta, <strong>“KAJIAN FITNAH ITU APA…???</strong>”,
coba tanyakan.!!!!! “Saya tidak suka KAJIAN FITNAH!!!”. Tanyakan…!!
Tanyakan mereka yang mengaji di AMWA??? “APA ITU KAJIAN FITNAH…???”
Tanyakan…!! Kira-kira apa jawabnya…???<br />
<strong>» “Kajian mentahdzir dari yayasan Ihyaut Turats…!!”</strong><br />
<strong>» “Kajian mentahdzir dari (Radio/TV) Rodja…!!”</strong><br />
<strong>» “Kajian mentahdzir dari …!!</strong> (dst., pen)<br />
——» itu “<strong>KAJIAN FITNAH</strong>” namanya menurut mereka. Apakah itu <strong>BUKAN RACUN</strong>..!!?? Wallohi, itu RACUN yang MEMATIKAN..!! <strong>RACUN yang SANGAT MEMATIKAN</strong>..!!
Nggak terasa, “Masukan kapan ya??? Masukannya entah kapan ya..???”
Setiap kajian, satu kajian, dua kajian, tiga kajian… Lama-lama sudah
menjadi makhluk yang berbeda dengan apa yang dibimbingkan oleh para
‘ulama.<br />
Ikhwani fiddien a’azzakumullah, kadang-kadang demikian, apa yang
JAUH, seberang lautan KELIHATAN…!! Apa yang di pelupuk matanya, nggak
KELIHATAN…!! (yang ada pada DIRINYA, NGGAK KELIHATAN…!!). Selalu
menyatakan LASKAR JIHAD harus taubat…!! LJ harus taubat…!! … Dia itu,
memang BUTA, TULI, BISU..!!?? Nggak pernah tahu kalau LASKAR JIHAD telah
bertaubat, TERTULIS, TERBACAKAN, bahkan sampai masuk media elektronik,
media segala media masuk…!! Wartawan ngeliput TAUBATNYA…!! Masa dia
nggak tahu..!!?? “TANGAN mereka BERDARAH…”, astaghfirullah, “Siapa
PIMPINAN FATWA nya ketika itu ——» <strong>komisi FATWA nya ketika itu adalah DZULQARNAIN IBNU SUNUSI…!!”</strong> <em><strong>Dia nggak TERLIBAT…??</strong> </em>Nggak BERDARAH tangannya…?? AJIIIB…!! ALLAHU YAHDIH… ALLAHU YAHDIH NA WAIYYAH.<br />
Ikhwani fiddien a’azzakumullah. Apa yang sudah diperintahkan oleh
para ‘ulama, dengarkan…!! Alhamdulillah, para ‘ulama itu jangan dianggap
sebagai orang yang BODOH, yang gampang DITIPU oleh seorang fulan wa
fulan…!! Ikhwani fiddien a’azzakumullah. Masyayikh, kenal sama
Dzulqarnain, termasuk kenal JELEKNYA…!! Jangan dikira nggak kenal…!!
Berapa kali dia ke SAUDI…?? SERING…!! Dan sering ketemu mereka…!!
Sehingga tidak heran kemudian mereka menyatakan <strong>“Aku tahu modelnya Dzulqarnain sejak dulu…!!”</strong> <em><strong>Syaikh Hani</strong> pernah berkata seperti itu</em>. <em><strong>Syaikh Muhammad bin Hadi</strong></em> menyatakan, <strong>“Dia (Dzulqarnain) sudah patah tanduknya sekian zaman (sudah lama).”</strong><br />
Ikhwani fiddien a’azzakumullah. Dianya (Dzulqarnain) berlagak seperti
nggak tahu apa-apa, “Nggak tahu SALAH SAYA APA…?? … Coba dirincikan
salahnya apa…??” Di vilanya Syaikh Rabi’ kenapa ndak nanya…?? Kenapa
nggak bilang, “Syaikh rincikan kepada kami kesalahannya apa…??” Dari
sini (Indonesia) semangatnya menulis, “Saya akan bertanya dan saya akan
siap rujuk kalau saya salah…!!” Sampai ke sana (Saudi), mana hasilnya…??
Nanya…?? Kok sekarang (malam kemarin di AMWA), “Oh Syaikh Rabi’ harus
merinci…!!” Loh kemarin (di Saudi) ngapain…??<br />
Kemarin, tujuannya (nanyakan kesalahannya, pen) bukan itu tujuan
intinya…!! Tujuannya cari rekomendasi dari Syaikh Shalih Fauzan, dan itu
“POLITIKNYA” dia (Dzulqarnain)… Dan saya katakan kembali yang tadi
(pertanyaan tadi), ngapain sekian ribu TAZKIYAH, kalau ada JARH
MUFASSAR…!!?? Apa untungnya pembelaan dari FULAN wa FULAN, masyaikh,
kalau sudah ada JARH MUFASSAR…?? JARH MUFASSAR, MUQADDAM ‘ALA TA’DIL…!!
Ini sudah diketahui bersama oleh sekian thulabul ‘ilm, apalagi
ulamanya…!! Apalagi masyayikh…!! Cuma apa yang dihadapi oleh dia orang
awam, JUHALA = orang bodoh, maka cukup dengan itu, tergiur semua.<br />
Satu saja saya ingatkan, saya dengarkan ucapan Syaikh Hani ketika
teleconference, saya dengarkan bolak-balik bolak-balik… Mana point yang
dipraktekkan oleh dia (Dzulqarnain)…?? Husnuzhonnya Syaikh Hani kalau
dia (Dzulqarnain) taubat, mana dibuktikan…?? Kalau syaikh sudah berbaik
sangka kalau Dzulqarnain sudah bertaubat.<br />
Yang kedua, ini sama-sama didengar oleh kalian di tempat ini (AMWA)…
di Jakarta sini, di Depok sini, … tentang JA’FAR SALIH… Apa yang dia
(Dzulqarnain) sikapi…?? Apa yang dilakukan kepada Ja’far Salih sama
dia…?? Apakah kemudian berbicara di mimbar… “Hati-hati dari Jafar
Salih”…?? Ada…?? Ada nggak…?? Belum…!! Atau ada TAUBATnya, “Ternyata
saya salah kemarin, saya membela-bela Ja’far Salih ternyata saya salah…”
Ada…?? Nggak ada…!! Terus padahal dia dengarkan sama-sama…!! Semua
bersama kalian … ucapan Syikah Hani tadii…!! Yang ini diterima, yang itu
nggak dipedulikan…!! Pokoknya saya dapat DUKUNGAN … selesai…!! Yang
penting untuk dirinya…!! Ikhwani fiddien a’azzakumullah, ini PENYAKIT…!!
Ini penyakit yang sudah dikenal sekian para ‘ulama..!!<br />
————<br />
<strong>Itu mengandung tuduhan dari beberapa sisi,</strong><br />
——» tuduhan kepada yang menyampaikan beritanya ke syaikh dianggap pendusta,<br />
——» dan tuduhan kepada Syaikh Rabi’ sendiri menyatakan <strong>LA’AAB</strong>, menyatakan <strong>MUTALAWWIN</strong>,
(dianggap, pen) dalam keadaan salah…!! Dalam keadaan tidak punya
bukti…!! = ini tuduhan yang mengerikan sekali kepada Syaikh Rabi’.<br />
<strong>[Tanya] (Menit 9:25)</strong><br />
<em>Fatwa Syaikh Rabi’ bisa berubah tergantung siapa yang memberi
laporan. Kemarin ditahdzir, kemudian diterima ruju’nya, kemudian
ditahdzir kembali, apakah tidak niat tentang sama-sama kembali ketemu
dengan Syaikh Rabi’…??</em><br />
<strong>[Jawab]</strong><br />
Ikhwani fiddien a’azzakumullah, sudah pernah datang bersama-sama,
baarakallahu fiikum. Pernah atau nggak pernah…?? Pernah…!! Mau diulang
berapa kali lagi…?? Sudah pernah datang bersama-sama dan Syaikh Rabi’
sudah tahu ketika dia membela-bela Radio Rodja, ketika dia membela-bela
hizbiyyin … diketahui oleh Syaikh Rabi’…!! Jadi, dibantah, ditegur sama
beliau…<br />
————<br />
<strong>(Menit 10:05)</strong><br />
Ikhwani fiddien a’azzakumullah, kita bertaubat apa yang telah kita
lakukan di LASKAR JIHAD dengan berbagai penyimpangan di dalamnya dan
kemudian kita memperbaiki dengan mengulang kembali prinsip-prinsip
Ahlussunnah dari awal…!! Dan kita kaji kitab-kitab yang menunjukkan
kebobrokan khawarij, dan itu langsung setelah (LJ) bubar…!! Dan terus
sampai hari ini, sehingga kalau bisa dikatakan perbaikan setelah taubat
dari LJ … bagaimana ashlahunya (memperbaikinya)…??<br />
——» Memperbaikinya dengan kita mengingatkan dari bahaya khawarij,
dengan TAHZDIR…!! yang tahdzir ini digembosi sama Dzulqarnain…!! Paham
maksud saya…?? “Ini tahdzir tahdzir terus…!!”<br />
——» Ini dalam rangka taubat kita kepada Allah, untuk memperbaiki apa
yang pernah dianggap bahwa kita ini seperti khawarij dulu, ternyata
tidak…!! Kita bertaubat kepada Allah, dan kita memperingatkan manusia,
kaum muslimin ini dari khawarij dan termasuk khawarij adalah Al-’Arifi
yang berbicara di radio dan TV Rodja… rutin…!! Dan kita peringatkan pula
(Radio/TV) Rodjanya, dari pemikiran-pemikiran irja’nya Ali Hassan dan
juga pemikiran-pemikiran lainnya yang ada di dalamnya (Radio/TV Rodja),
dari hizbiyyah… Kenapa kok kita sedang berupaya untuk ashlahu
(memperbaiki), kok digembosi…?? oleh tokoh-tokoh baru.<br />
Ikhwani fiddien a’azzakumullah, Kaum Muslimin yang saya hormati…
mudah-mudahan dia paham, bahwa kita sudah bayyanu … kita sudah
menjelaskan dengan rinci Alhamdulillah dan saya sendiri sudah menulis
secara pribadi tetapi mengatas namakan asatidzah juga… Saya memuatkan
dalam tarjamahan saya tentang apa yang terjadi di LJ bahwa itu bukan
dari prinsip Sunnah…!! Alhamdulillah. Kita mau, dia (Dzulqarnain) juga
seperti itu…!! Nggak usah menjaga kehormatan dirinya kemudian sampai
menolak untuk taubat…!! Katakan, “Saya salah kemarin” … “Terima kasih,
jazaakallahu khair atas kritikannya, atas tegurannya… atas laporannya
kepada Syaikh Rabi’…” … “Saya mulai hari ini, saya akan menyikapi Jafar
Shalih… dan saya akan menyikapi Rodja… dan <strong>SAYA AKAN MENDUKUNG PRINSIP TAHDZIR DAN MANHAJ TAHDZIR DAN KAJIAN-KAJIAN TAHDZIR…!!”</strong><br />
Ikhwani fiddien a’azzakumullah, kalau kajian satu jam dibagi separuh
untuk TAHDZIR dan separuh untuk ushul, nggak apa-apa…!! Itu belum
kelebihan…!! Ya… Masih seimbang… Baarakallahu fiikum. Alhamdulillah,
kalian tau sendiri kita lebih mementingkan untuk menyampaikan ushul
karena mengharapkan kalian paham, dan mereka juga paham tentang apa
ushul Ahlussunnah dan kemudian baru diperingatkan dari berbagai macam
bahaya-bahaya yang mengancam… Baarakallahu fiikum wa jazaakumullah
khaira…<br />
<br />
Sumber Audio bisa di <a href="https://archive.org/download/MenyingkapiDzulqarnainAlUstadzMuhammadUmarAsSeweed/Menyingkapi%20Dzulqarnain%20-%20%20Al%20Ustadz%20Muhammad%20Umar%20As%20Seweed.mp3" target="_blank"><strong>Download disini</strong></a><br />
<br />
##############################################<br />
Terbukti sudah apa yang telah dijelaskan para masyaikh dan ‘ulama
kita, Syaikh Abullah Al-Bukhari atau pun Syaikh Muhammad bin Hadi dan
yang lainnya hafidzahumullah. Dan pernyataan Dzulqarnain ini menunjukkan
bahwa ia tetap bertahan di atas kesalahannya bahkan kini berusaha untuk
berkelit dan mendebat.<br />
Sungguh benar firman Allah Ta’ala “Dan di antara manusia ada yang
pembicaraannya tentang kehidupan dunia mengagumkan engkau (Muhammad),
dan dia bersaksi kepada Allah mengenai isi hatinya, padahal dia adalah
penentang yang paling keras”. (Q.S. Al-Baqarah:204)<br />
<strong>Dari Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al-Atsary</strong><br />
##############################################<br />
Adapun fatwa Syaikh Shalih Fauzan itu tentang arahan meninggalkan
mencela orang ‘fulan hizbi’ adalah nasihat umum. Lagi pula Dzulqarnain
dan kawan-kawannya sudah dinasihati langsung oleh Syaikh Rabi’ tentang
Radio Rodja dan lainnya. Tetap hasilnya seperti kita telah ketahui
sendiri. Seperti kata Syaikh Abdullah Al-Bukhari, “Qadhiyah Dzul Qarnain
tidak ada habisnya karena orang itu tanduknya dua”. Lihat saja sekarang
tanduknya mulai mengarah ke Syaikh Rabi’. Bukankah dia sudah tahu
beberapa point muakhadzat tentang dia. Tetap mana pernah merasa
bersalah. Allahu yahdihi.<br />
<strong>Dari Ustadz Abu ‘Abdillah Muhammad Sarbini</strong><br />
##############################################<br />
<br />
<a href="http://forumsalafy.net/?p=1586">sumber</a><br />
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-79918560685367712012014-02-15T05:12:00.002+07:002014-02-15T05:12:41.825+07:00PUSAT DOWNLOAD KAJIAN AHLUSSUNNAH FILE RADIO AL MUWAHHIDIIN<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-VNEoJ7OwN50/Uv6T8fc_N4I/AAAAAAAAAj0/twY1t5HPx_E/s1600/almu1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://4.bp.blogspot.com/-VNEoJ7OwN50/Uv6T8fc_N4I/AAAAAAAAAj0/twY1t5HPx_E/s1600/almu1.jpg" height="236" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<a href="http://radioalmuwahhidiin.blogspot.com/2014/01/download-kajian.html">KLIK DISINI</a></div>
AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-9780336029063854382014-02-11T05:48:00.000+07:002014-02-11T05:48:22.307+07:00Batasan Aurat Wanita<div class="post-meta">
<span class="info">
<span class="date"><br /></span><span class="comments"><a href="http://forumsalafy.net/?p=1270#respond" title="Comment on Batasan Aurat Wanita"></a></span>
</span>
</div>
<br />
<div style="text-align: center;">
<img alt="BatasanAuratWanita1" class="aligncenter size-full wp-image-1317" height="300" src="http://forumsalafy.net/wp-content/uploads/2014/02/BatasanAuratWanita1.jpg" width="460" /> </div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<br />
<h2>
Batasan Aurat Wanita</h2>
Para Ulama berbeda pendapat dalam permasalahan ini menjadi dua
pendapat: Pendapat pertama: Seluruh badan wanita adalah aurot, termasuk
di dalamnya wajah dan telapak tangan. Ini adalah pendapat imam Ahmad dan
jumhur Ulama Hanabilah, dan dirojihkan oleh para Muhaqqiqun,dan
pendapat ini yang dipilih oleh Syekh Al Utsaimin, Syekh Muqbil dan
Syekhuna Abdurohman Al ‘Adeny. Diantara dalil-dalil pendapat ini adalah
sebagai berikut: Firman Alloh ta’ala:<br />
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ<br />
” Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-
isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir” [QS. Al Ahzab: 53]
Sebab turunnya ayat ini menunjukan kewajiban bagi wanita untuk menutup
seluruh tubuhnya. Lihatlah hadist Anas di dalam Shohihain tentang sebab
turunnya firman Alloh:<br />
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ……الآية<br />
” Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah
mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka…” [QS. An Nur: 31]<br />
Sisi pendalilan dari ayat ini: Firman-Nya: ” janganlah menampakkan
perhiasannya” termasuk perhiasan wanita adalah wajah, dan wajah
merupakan perhiasan yang paling besar dan berharga daripada rambut dan
betisnya. Firman Alloh ta’ala:<br />
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ<br />
” Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu
dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya
ke seluruh tubuh mereka.” [QS. AL Ahzab: 59]<br />
Jilbab adalah pakaian yang menutup seluruh tubuh wanita. Firman Alloh ta’ala:<br />
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا
فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ
مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ…<br />
” Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan
mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa
menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan
perhiasan…” [QS. An Nur: 60].<br />
Sisi pendalilan dari ayat ini: Bahwa perempuan-perempuan yang sudah
tua, yang mana kaum lelaki sudah tidak tertarik kepadanya maka diberikan
ijin untuk menanggalkan jilbab-jilbab mereka yaitu boleh bagi mereka
untuk tidak menutup kepala dan wajahnya. Hal ini menunjukan bahwa selain
dari mereka tidak diberikan ijin untuk membuka kepala dan wajahnya.<br />
Dalil- dalil dari Sunnah:<br />
Sabda Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam:<br />
المَرْأَةُ عَوْرَةٌ فِإَذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ<br />
Artinya: “Wanita adalah aurot, maka apabila dia keluar (dari
rumahnya) maka syaithon akan berdiri tegak (untuk mnyesatkannya kedalam
fitnah atau menyesatkan laki-laki kedalam fitnah disebabkan wanita
teersebut)”. (HR. At Tirmidzy dari shohabat ibnu mas’ud. Dan dishohihkan
oleh Syekh Al Albani dan Syekh Muqbil_semoga Alloh merahmati mereka).<br />
Hadits ini bersifat umum “Wanita adalah aurot” yaitu seluruh tubuhnya
aurot. Tidaklah dikecualikan dari keumuman ini kecuali dengan dalil,
maka tidak ada dalil yang mengecualikannya.<br />
Hadits Ummu ‘Athiyah rodhiyallohu ‘anha, dia bertanya kepada
Rosululloh ketika memerintahkan seluruh wanita untuk keluar ke lapangan
shola ied:<br />
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ إِحْدَانَا لَا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ، قَالَ: «لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا».<br />
“Wahai Rosululloh, diantara kami ada yang tidak memiliki jilbab, maka
beliau menjawab: Hendaknya saudaranya yang memiliki jilbab memakainnya”
[HR. Al Bukhory dan Muslim]. Hadits ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha di dalam
kisah Ifiq dia berkata:<br />
فَاسْتَيْقَظْتُ بِاسْتِرْجَاعِهِ حِينَ عَرَفَنِي، فَخَمَّرْتُ وَجْهِي بِجِلْبَابِي<br />
“Maka saya terbangun dan mendengar dia (Shofwan bin Al Mu’atthol)
beristirja’ (mengucapkan inna lillahi wa inna ilahi roji’un) tatkala ia
melihatku. Saya langsung menutupi wajahku dengan jilbabku….”[HR. Al
Bukhori dan Muslim]. Di dalam hadits ini menunjukan bahwa ketika turun
ayat jilbab maka para wanita diperintahkan untuk menutup wajah-wajah
mereka.<br />
Hadits ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha, tatkala turun ayat :<br />
“وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ”، فقالت: «أَخَذْنَ
أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا».<br />
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya” maka ‘Aisyah
rodhiyallohu ‘anha berkata: Maka mereka langsung mengambil sarung-sarung
mereka dan menyobeknya dari bagian bawah lalu menjadikannya sebagai
kerudung mereka” [HR. Al Bukhory].<br />
Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar: yaitu mereka menutup wajah-wajah
mereka, ini adalah sebuah bentuk praktek amalan dari para shohabiyah
dalam mengamalkan ayat tersebut. Secara dzohir bahwa ayat ini hanya
memerintahkan wanita untuk menututup kepala dan dada, maka hal ini
melazimkan akan menutup pula antara keduanya yaitu wajah. Hadits Asma
bintu abu Bakr rodhiyallohu ‘anha berkata:<br />
“كُنَّا نُغَطِّيَ وُجُوهَنَا مِنَ الرِّجَالِ”<br />
“kami menutup wajah-wajah kami dihadapan laki-laki” [HR. Al Hakim, dishohikan oleh Syekh Al Albany].<br />
Pendapat Kedua: Seluruh badan wanita adalah aurot, kecuali wajah dan
kedua telapak tangan. Ini adalah pendapat sejumlah para ulama dan
dirojihkan oleh Syekh Al Albany. Dalil-dalil mereka sebagai berikut:
Firman Alloh ta’ala:<br />
“إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا”<br />
” kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” [QS. An Nur:31]. Mereka
berdalil dengan tafsir Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma bahwa yang
dikecualikan dalam ayat ini adalah wajah dan telapak tangan.<br />
Menjawab pendalilan dari ayat ini: Tafsir ibnu Abbas, adalah atsar
yang tidak sah darinya, dan kalau seandainya shohih maka tafsir ibnu
Abbas bertentangan dengan tafsir dari shohabat yang lainnya seperti Ibnu
Mas’ud yang mana beliau mentafsirkan bahwa yang dimaksud dalam ayat
adalah pakaian, karena melihat ke pakaian wanita tidak sampai
melihat kebadannya atau aurotnya. Atau bisa jadi beliau mentafsirkan
ayat tersebut sebelum turunnya ayat jilbab.Ayat jilbab diturunkan pada
tahun kelima hijriyah. Dan juga kalau ditinjau secara bahasa maka
pentafsiran dengan wajah dan telapak tangan adalah pentafsiran yang
paling lemah karena di dalam ayat tersebut Alloh berfirman:<br />
“إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا”<br />
” kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” [QS. An Nur:31].<br />
Alloh tidak berfirman dengan lafadz:<br />
“إِلَّا مَا أَظَهَرَ مِنْهَا”<br />
Yang artinya: ” kecuali apa yang ditampakan dari padanya” [QS. An Nur:31].<br />
Kemudian lihatlah lafadz ayat setelahnya:<br />
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ<br />
“dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka” [QS. An Nur:31].<br />
Maka lafadz ini menguatkan bahwa yang dimaksud dengan perhiasan
adalah perhiasan secara bathin (yang tidak tampak) yaitu wanita
menampakan perhiasan bathin tersebut hanya kepada mahromya saja. Maka
hal ini menunjukan bahwa yang bukan termasuk mahromnya hukumnya berbeda
dengan hukum yang berlaku pada mahromnya.<br />
Kemudian juga lafadz ayat setelahnya<br />
وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ<br />
“Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan” [QS. An Nur:31].<br />
Yaitu agar tidak terjadi fitnah disebabkan suara yang keluar dari
perhiasannya, padahal hal ini tidak menunjukan warna, sifat, umur dan
bentuk wanita tersebut, yang seperti ini dilarang. Bagaimana dengan
wanita yang menampakan wajahnya, yang dengannya bisa terlihat warna,
sifat, umur dan bentuk wanita tersebut, maka ini adalah fitnah dan
fitnahnya lebih besar dari sekedar suara perhiasan seperti pada kakinya.
Sehingga menampakan wajah lebih dilarang dengan sebab di atas.<br />
Hadits ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha, berkata:<br />
أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ، دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ، فَأَعْرَضَ
عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَالَ: «يَا
أَسْمَاءُ، إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ
أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا» وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ
وَكَفَّيْهِ. رواه أبو داود.<br />
“Bahwasannya Asma bintu Abu Bakr masuk menemui Rosululloh sholallohu
‘alaihi wasallam dengan mengenakan pakaian yang tipis, maka Rosululloh
sholallohu ‘alaihi wasallam pun berpaling darinya, Beliau bersabda:
“Wahai Asma’ sesungguhnya seorang wanita jika telah baligh tidak boleh
terlihat darinya kecuali ini dan ini – beliau menunjuk wajah dan kedua
telapak tangannya” [HR. Abu Dawud]<br />
Ini adalah hadits yang dho’if (lemah), karena di dalamnya ada 4 ‘ilal
(penyakit yang menyebabkan lemahnya hadits): Di dalamnya ada perowi
yang bernama Kholid bin Duroik, dia tidak bertemu dengan ‘Aisyah,
sehingga hadits ini adalah hadits munqothi’ (hadits yang terputus
sanadnya). Di dalamnya juga ada perowi yang bernama Qotadah, dia seorang
mudallis, dan di dalam hadits ini dia meriwayatkan dengan sighoh
(bentuk) periwayatan (عن) sehingga dengan ini menjadikan periwayatannya
menjadi lemah. Di dalamnya juga ada perowi yang bernama Sa’id bin
Basyir, dia meriwayatkan hadits ini dari Qotadah, sedangkan
periwayatannya dari Qotadah terdapat kelemahan. Di dalamnya pula ada
perowi yang bernama Al Walid bin Muslim, dia seorang mudallis, di dalam
hadits ini dia juga meriwayatkan dengan bentuk periwayatan (عن) sehingga
dengan ini menjadikan periwayatannya menjadi lemah. Hadits ini memeliki
jalan sanad yang lain yang diriwayatkan oleh Al Imam Al Baihaqy dari
hadits ‘Aisyah pula, namun hadits ini juga hadits yang lemah Karena di
dalam sanadnya terdapat Ibnu Lahi’ah (perowi yang dho’if) dan juga
seorang perowi lain yang lemah sekali periwayatannya. Dan hadits juga
memeliki jalan sanad yang lain, namun di dalamnya Qotadah meriwayatkan
hadits secara mursal, sedangkan mursalnya Qotadah termasuk mursal yang
paling lemah sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Muqbil Rohimahulloh,
sehingga tidak bisa dijadikan sebagai penguat hadits.<br />
Mereka juga berdalil dengan hadits Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhuma berkata:<br />
كَانَ الْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَاءَتْهُ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ تَسْتَفْتِيهِ،
فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، فَجَعَلَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ
إِلَى الشِّقِّ الْآخَرِ (رواه البخاري ومسلم وهذا لفظ مسلم)<br />
“Al Fadhl bin ‘Abbas pernah membonceng Rosululloh sholallohu ‘alaihi
wasallam, kemudian datang seorang wanita dari Khats’am yang bertanya
kepada beliau; dan Al Fadhl melihatnya kepadanya, dan wanita tersebut
melihat kepadanya. Kemudian Rosululloh memalingkan wajah Al Fadhl kesisi
yang lain [HR. Al Bukhory dan Muslim, ini adalah lafadz hadits Muslim].
Adapun lafadz Al Bukhory:<br />
وَكَانَ الفَضْلُ رَجُلًا وَضِيئًا ….. وَأَقْبَلَتِ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ وَضِيئَةٌ<br />
“Al Fadhl seorang lelaki yang tampan ….. dan datanglah seorang wanita yang cantik dari khats’am”<br />
Dalam riwayat An Nasa’i:<br />
وَكَانَتِ امْرَأَةً حَسْنَاءَ<br />
“Dia adalah wanita yang cantik”<br />
Dengan hadits ini mereka berdalil tentang bolehnya bagi wanita
membuka wajahnya. Sisi pendalilan mereka adalah Nabi sholallohu ‘alaihi
wasallam tidak memerintahkan wanita tersebut untuk menurunkan jilbanya
untuk menutup mukanya sehingga Al Fadhl dapat melihat mukanya.<br />
Jawaban dari hadits ini, sbb: Riwayat Al Imam Muslim tidak terdapat dalil bolehnya wanita membuka wajahnya, karena lafadznya:<br />
فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ<br />
“dan Al Fadhl melihatnya kepadanya, dan wanita tersebut pun melihat
kepadanya” Al Fadhl melihat wanita tersebut tidaklah melazimkan kalau
wanita tersebut dalam keadaan membuka wajahnya.<br />
Adapun riwayat Al Imam Al Bukhory, maka sebagaimana yang telah
dimaklumi apabila seorang wanita membuka matanya maka akan terlihat
sedikit warna kulit wajahnya, sehingga terkadang terlihat elok wajahnya
dari tatapannya. Dari sini menunjukan bahwa riwayat Al Bukhory tidak
tampak dengan jelas bahwa wanita tersebut membuka wajahnya. Adapun
riwayat An Nasa’i jelas menyelisihi riwayat Muslim, sebagaimana telah
dimaklumi bahwa Al Imam Muslim paling perhatian dengan lafadz-lafadz
hadits di dalam periwayatannya. Mungkin juga kita katakan bahwa
barangkali Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam setelah itu memerintahkan
wanita tersebut untuk menutup mukanya atau wanita tersebut belum
mengetahui hukum jilbab, sehingga Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam tidak
segera memerintahkan dia sampai menjawab pertanyaannya terlebih dahulu,
kemudian mengkabarkannya tentang hukum jilbab. Tidaklah kita
mengakatakan bahwa hadits ini terjadi sebelum turunnya ayat jilbab,
karena syariat haji turun pada tahun kesepuluh hiriyah sedangkan ayat
jilbab turun pada tahun kelima hijriyah.<br />
Hadits Jabir rodhiyallohu ‘anhuma:<br />
ثُمَّ مَضَى حَتَّى أَتَى النِّسَاءَ، فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ،
فَقَالَ: «تَصَدَّقْنَ، فَإِنَّ أَكْثَرَكُنَّ حَطَبُ جَهَنَّمَ»،
فَقَامَتِ امْرَأَةٌ مِنْ سِطَةِ النِّسَاءِ سَفْعَاءُ الْخَدَّيْنِ,
فَقَالَتْ: لِمَ؟ يَا رَسُولَ اللهِ….. الحديث<br />
“Setelah itu, beliau berlalu hingga sampai di tempat kaum wanita.
Beliau pun memberikan nasehat dan peringantan kepada mereka. Beliau
bersabda: “Bersedekahlah kalian, karena kebanyakan kalian akan menjadi
bahan bakar neraka jahannam.” Maka berdirilah seorang wnita terbaik di
antara mereka denga wajah pucat kehitaman seraya bertanya: kenapa ya
Rosululloh? ……”[HR. Muslim].<br />
Jawaban dari hadits ini adalah: Lafadz (مِنْ سِطَةِ النِّسَاءِ)
adalah lafadz yang menyelesihi kebanyakan periwayatan para perowi yang
tsiqoh, mereka meriwayatkan dengan lafadz (مِنْ سَفَلَةِ النِّسَاءِ)
artinya wanita yang rendah. Dari lafadz ini (مِنْ سَفَلَةِ النِّسَاءِ)
menunjukan suatu kemungkinan bahwa wanita tersebut adalah seorang hamba
sahaya (budak) bukan wanita yang merdeka, karena adanya warna hitam yang
ada diwajahnya ini adalah alamat keumuman dari warna kulit para budak.<br />
Jika demikian maka sesungguhnya budak perempuan tidaklah diwajibkan
atas mereka untuk menutup wajah-wajah mereka selama tidak mengundang
fitnah, berbeda dengan para wanita yang merdeka, wajib bagi mereka
menutupi wajahnya. Sebagaimana yang ditunjukan dalam hadits Anas
rodhiyallohu ‘anhu berkata:<br />
“فَقَالَ المُسْلِمُونَ: إِحْدَى أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِينَ، أَوْ مَا
مَلَكَتْ يَمِينُهُ؟ قَالُوا: إِنْ حَجَبَهَا فَهِيَ إِحْدَى أُمَّهَاتِ
المُؤْمِنِينَ، وَإِنْ لَمْ يَحْجُبْهَا فَهِيَ مِمَّا مَلَكَتْ يَمِينُهُ.
رواه البخاري<br />
“Berkata para Shohabat: Ia adalah ummahatul mukminin ataukah hamba
sahaya? Dan mereka pun berkata: Jika beliau menghijabinya maka dia
termasuk ummahatul mukminin, dan bila tidak, maka ia adalah hamba
sahaya…” [HR. Al Bukhory]. Jawaban yang lain, bahwa kejadian ini sebelum
diturunkannya ayat hijab.<br />
Mereka berdalil dengan hadits Subai’ah Al Aslamiyah rodhiyallohu
‘anha, bahwa Abu As Sanabil bin Ba’kak melihatnya dalam keadaan
berdandan. HR. Al Bukhory dan Muslim.<br />
Jawaban dari hadits ini: Kejadian Abu As Sanabil melihatnya, ini
disaat ingin mengkhitbahnya (meminangnya). Melihat wajah wanita yang
akan dinikahi adalah hal yang dibolehkan.<br />
Hadits Fathimah bintu Qois, dimana Rosulullohu berkata kepadanya:<br />
فَقَالَ: «لَا تَفْعَلِي، إِنَّ أُمَّ شَرِيكٍ امْرَأَةٌ كَثِيرَةُ
الضِّيفَانِ، فَإِنِّي أَكْرَهُ أَنْ يَسْقُطَ عَنْكِ خِمَارُكِ أَوْ
يَنْكَشِفَ الثَّوْبُ عَنْ سَاقَيْكِ، فَيَرَى الْقَوْمُ مِنْكِ بَعْضَ مَا
تَكْرَهِينَ….. الحديث<br />
“Jangan (kamu pindah kerumahnya), karena Ummu Syuraik adalah wanita
yang banyak tamunya, aku tidak mau kerudungmu jatuh atau penutup betismu
tersingkap lalu orang-orang melihat sebagian yang tidak kau suka…..”
[HR. Muslim].<br />
Jawaban dari hadits ini adalah bahwa kalimat “khimar” tidaklah cuma
di pakai untuk sesuatu yang menutupi kepala saja, tetapi juga bermakna
sesuatu yang menutupi aurot, dalil dalam hal ini adalah perkataan
‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha:<br />
” فَخَمَّرْتُ وَجْهِي بِجِلْبَابِي”<br />
“Aku tutupi wajahku dengan jilbabku” [HR. Al Bukhory dan Muslim].<br />
KESIMPULAN; Melihat dari dalil-dalil dari kedua pendapat di atas,
maka kita melihat dalil-dalil pendapat pertama tentang aurot wanita
adalah seluruh tubuhnya, termasuk di dalamnya wajah dan kedua telapak
tangannya lebih kuat dan lebih jelas pendalilannya daripada dalil-dalil
yang dipakai oleh pendapat kedua yang mengecualikan wajah dan telapak
tangan. Sehingga kita simpulkan dari pembahasan ini, pendapat pertama
adalah pendapat yang kuat dan terpilih.Wallohu a’lam. Semoga apa yang
kami tuliskan disini memberikan banyak faedah yang berharga dan
bermanfaat bagi kaum muslimin secara umum, dan bagi kaum muslimah secara
khusus. Wallohu a’lam bishowab wal muwaffiq ilaihi.<br />
CATATAN: Pembahasan ini kami nukil dari fawaid yang diajarkan oleh
Syekhuna Abdurohman Al ‘Adeny hafidzohullohu ta’ala dalam pelajaran
Syarh Ad Durory karya Al Imam Asy Syaukany rohimahulloh.<br />
<strong>Ditulis oleh Abu ‘Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy </strong><br />
<strong><br /></strong>
<strong><a href="http://forumsalafy.net/?p=1270">sumber</a></strong>AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-25706614619258575712014-01-22T05:38:00.001+07:002014-01-22T05:38:40.386+07:00Beramal Karena Dunia<h1 class="name post-title entry-title" itemprop="itemReviewed" itemscope="" itemtype="http://schema.org/Thing" style="text-align: center;">
<span itemprop="name">Beramal Karena Dunia</span></h1>
Di sebagian negeri kaum muslimin, kita temukan sekelompok
manusia yang menampakkan kesholehan dan kebaikan pada dirinya. Namun,
kesholehan dan kebaikan itu hanya bersifat sementara. Ada di antara
mereka, orang yang rajin ber-<em>infaq</em> ketika <strong><em>“musim partai”</em></strong>
saja. Sibuk kesana-kemari mencari anak yatim piatu yang siap disantuni,
anak-anak muslim yang siap dikhitan, faqir-miskin yang siap dijamu.
Amal sholehnya nanti di <strong><em>“musim partai”</em></strong> saja. Ada apa dengan amal sholeh tersebut?<br />
<span id="more-1922"></span><br />
<strong>Jawabnya</strong>, karena ada tendensi lain; cuma karena
ingin mendapatkan suara, dan hati rakyat jelata. Orang ini telah beramal
bukan karena Allah, tapi karena dunia berupa kursi dan jabatan yang
terkadang menghinakan dirinya, Islam, dan kaum muslimin. Karena dengan
terjunnya ke dalam sistem perpolitikan yang haram telah menghinakan
dirinya dan melanggar syari’at Islam. Sekalipun ia berkoar-koar, <em>“<strong>Kami adalah pejuang Islam</strong>“</em><strong>, <em>“Kami adalah pejuang rakyat”, “Kami berjuang tanpa pamrih”</em></strong>, dan lain sebagainya.<br />
Sebagian orang terkadang mengajukan <em>tender</em> kepada pemerintah untuk menangani suatu proyek dengan slogan <strong><em>“membangun dan membantu umat”</em></strong>
sebagai suatu andil dalam memberikan bantuan dan shodaqoh kepada umat;
orang ini telah mendapatkan gaji resmi, namun ia tak puas sehingga
kerakusannya kepada dunia mendorong dirinya untuk <strong><em>“menyunat”</em></strong>
dana yang diberikan oleh pemerintah kepada dirinya. Orang seperti ini
ketika melihat rupiah, matanya silau yang membuat dirinya lupa dengan
slogan tersebut, yaitu <strong><em>“membangun dan membantu umat”. </em>Kini ia bersenang-senang di atas penderitaan umat. </strong>Orang
yang seperti ini tidak akan ikhlas bekerja, telah hilang prinsip
tolong-menolong di atas kebaikan dan ketaqwaan dari dirinya. Dia hanya
mau bekerja, jika mendapatkan imbalan, padahal sudah mendapatkan gaji
bagi jerih-payahnya dari pemerintah dan atasannya. Inilah yang
menghasung dirinya untuk <strong>“menyunat” </strong>uang yang
diamanahkan kepada dirinya oleh pemerintah. Orang semodel ini akan
membuat bangsa terpuruk di bawah garis kemiskinan. Karenanya, pekerja
seperti ini harus <strong>dibumihanguskan</strong> dari medan perjuangan
dalam membangun bangsa. Kerusakan yang ditimbulkannya lebih besar
dibandingkan kemaslahatan yang bisa dipetik darinya.<br />
Pembaca yang budiman, <strong>dunia</strong> merupakan salah satu <em>fitnah</em>
(ujian) terbesar bagi keimanan seorang hamba. Demi harta seseorang
terkadang berbuat apa saja, asalkan bisa meraihnya, baik dengan cara
halal maupun haram. Tujuan hidupnya seolah hanya untuk mencapai
kesenangan duniawi belaka, sehingga ketika beramal sholeh pun ia
mengharapkan di balik itu kesenangan duniawi.<br />
Allah telah menegaskan orang-orang yang seperti ini dalam firman-Nya:<br />
<strong> مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا
نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ.
أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ إِلَّا النَّارُ
وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ</strong><strong></strong><br />
<em> “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya,
niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia
dengan sempurna, dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah
orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan
lenyaplah di akhirat itu apa yang Telah mereka usahakan di dunia, dan
sia-sialah apa yang Telah mereka kerjakan”.</em> (<strong>QS. Hud ayat 15-26</strong>)<br />
<strong> Syaikh Muhammad bin Abdul Azis Al Qar’awiy</strong><em>-rahimahullah- </em>berkata, <em>“Allah
-Azza wa Jalla- mengabarkan dalam ayat di atas tentang orang yang
memiliki cita-cita yang rendah dan pandangan yang sempit yang
menginginkan pahala atau balasan duniawi atas amalan-amalan sholeh
mereka. Maka Allah -Ta’ala- memberikan balasan tersebut di dalam
kehidupannya. Akan tetapi, dia akan merugi di hari kiamat nanti ketika
ia sangat membutuhkan balasan amal ibadahnya itu, bahkan dengan
perbuatannya itu dia telah menjerumuskan dirinya ke neraka. Sebab
balasan dari amalan sholihnya telah dia rasakan di dunia. Maka telah
terhapus dan hilang (balasan amalnya) serta tidak dapat menjadi sebab
untuk menyelamatkan dirinya pada hari akhir”. </em><br />
<strong> Syaikh Al-Qor’awiy</strong><em>-rahimahullah- </em>menambahkan, <em>“Mencari dunia dengan amalan akhirat terbagi menjadi tiga jenis: </em><br />
<ul>
<li><em> Beramal sholeh (khair) dengan ikhlas untuk mencari wajah Allah,
di balik itu dia juga mengharapkan agar Allah memberikan balasan di
dunia dengan amalan-amalan, seperti orang yang bersedekah tujuannya agar
Allah menjaga hartanya. Maka jenis ini termasuk ketegori haram. </em></li>
<li><em> Beramal sholeh (khair) karena riya dan sum’ah kepada manusia, maka ini adalah syirik kepada Allah. </em></li>
<li><em> Beramal sholeh (khair) semata-mata untuk mendapatkan materi
dari manusia, contohnya orang yang menunaikan ibadah haji agar
memperoleh harta dari para jama’ah haji, bukan karena Allah; atau orang
yang agamais dan sholih agar dapat jabatan dalam agama, bukan karena
Allah. Maka jenis ini termasuk syirik karena bukan untuk mencari wajah
Allah. </em> (<strong><em>Al-Jadid syarah Kitab Tauhid </em></strong>hal. 328-329)</li>
</ul>
Rasulullah <em>-Shallallahu ‘alaihi wa sallam-</em> bersabda:<br />
<strong> عَنِ النّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَعِسَ
عَبْدُ الدّيِْنَارِ وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الخَمِيْصَةِ إِنْ
أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا
شِيْكَ فَلَا انْتَقَشَ</strong><strong></strong><strong></strong><br />
“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba
khamisah, celakalah hamba khamilah, jika diberi dia senang tetapi jika
tidak diberi maka ia marah, celakalah dia dan merugilah. Jika tertusuk
duri semoga tidak seorang pun yang mau mencabutnya.” [HR. Al-Bukhariy
dalam <strong> Shohih</strong> -nya (2730)]
<br />
Nabi <em>-Shallallahu ‘alaihi wa sallam-</em> bersabda:<br />
<em> “Sesungguhnya orang yang pertama akan dibereskan urusannya di
Hari Kiamat: Orang yang mati (dianggap) syahid. Kemudian ia dihadapkan
seraya diperkenalkan (diingatkan) tentang nikmat-nikmat-Nya (yang dulu
diberikan kepadanya ketika di dunia,pen.), maka iapun mengenalnya. Dia
(Allah) berfirman: “Apa yang kau lakukan dengan nikmat itu? Orang itu
menjawab: “Aku telah berperang karena-Mu sehingga aku mati syahid”. Dia
berfirman: “Engkau dusta! Akan tetapi engkau (sebenarnya) berperang agar
dikatakan: ’<strong>Pemberani</strong>’, dan engkau telah digelari
demikian”. Kemudian ia diperintahkan untuk diseret, maka iapun diseret
di ats wajahnya sehingga ia ditelungkupkan ke dalam neraka. </em><em>
Orang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya dan membaca (baca:
mempelajari) Al-Qur’an. Lalu iapun di datangkan seraya diperkenalkan
(diingatkan) tentang nikmat-nikmat-Nya (yang dulu diberikan kepadanya
ketika di dunia,pen.), maka iapun mengenalnya. Dia (Allah) berfirman:
“Apa yang kau lakukan dengan nikmat itu? Orang itu menjawab: “Aku
menuntut ilmu dan mengajarkannya, serta membaca Al-Qur’an karena
Engkau”. Dia berfirman: “Engkau dusta! Akan tetapi engkau menuntut ilmu,
dan mengajarkannya agar digelari: ‘</em><strong><em> Ulama</em></strong><em> ’. Engkau membaca Al-Qur’an pun agar disebut: ‘ </em><strong><em> Qori’</em></strong><em>
’, dan engkau telah digelari demikian”. Kemudian ia diperintahkan untuk
diseret, maka iapun diseret di atas wajahnya sehingga ia ditelungkupkan
ke dalam neraka. Orang yang Allah luaskan jalan rezeki baginya dan
diberikan seluruh jenis harta. Lalu iapun di datangkan seraya
diperkenalkan (diingatkan) tentang nikmat-nikmat-Nya (yang dulu
diberikan kepadanya ketika di dunia,pen.), maka iapun mengenalnya. Dia
(Allah) berfirman: “Apa yang kau lakukan dengan nikmat itu? Orang itu
menjawab: “Aku tidaklah meninggalkan suatu jalanpun yang Engkau suka
untuk disumbang, kecuali aku berinfaq (menyumbang) di dalamnya karena
Engkau. Dia berfirman: “Engkau dusta! Akan tetapi engkau lakukan semua
itu agar disebut: ‘</em><strong><em> Dermawan</em></strong><em> ’, dan
engkau telah digelari demikian”. Kemudian ia diperintahkan untuk
diseret, maka iapun diseret di ats wajahnya sehingga ia ditelungkupkan
ke dalam neraka”. </em> [HR. Muslim dalam <strong><em>Ash-Shohih</em></strong> (4900), dan An-Nasa’iy dalam <strong><em>As-Sunan</em></strong> (3137)]
<br />
<strong> Imam Abu Zakariya An-Nawawiy </strong><em> -rahimahullah-</em> berkata dalam menjelaskan makna hadits ini, <em>“Sabda
beliau -Shollallahu ‘alaihi wa sallam- tentang seorang pejuang, ulama,
dan dermawan, disiksanya mereka karena melakukan hal itu bukan karena
Allah, dan dimasukkannya mereka ke dalam neraka merupakan dalil yang
menunjukkan tentang kerasnya pengharaman riya’, kerasnya hukuman
baginya, dan tentang dorongan untuk selalu ikhlas dalam setiap amal,
sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: </em><br />
<strong> وَمَا أُمِرُوْا إِلَّا لِيَعْبُدُوْا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ</strong><strong></strong><br />
<em> “Mereka tidaklah diperintahkan, kecuali agar mereka beribadah
kepada Allah dalam keadaan mengikhlaskan (memurnikan) ibadah
kepada-Nya”.</em> (<strong> QS. Al-Bayyinah: 5</strong> )<br />
<em> Dalam hadits ini, terdapat keterangan bahwa keumuman yang ada
dalam keutamaan jihad, itu hanyalah bagi orang menginginkan (pahala)
Allah -Ta’ala-, sedang ia ikhlas.</em><em>Demikian pula, pujian atas
diri para ulama, dan orang-orang yang berinfaq dalam berbagai macam
kebaikan, semuanya diarahkan bagi orang yang melakukan hal itu karena
Allah -Ta’ala- sedang ia ikhlas”.</em> [ Lihat <strong><em>Al-Minhaj Syarh Shohih Muslim Ibnil Hajjaj</em></strong> (13/52-53)]
<br />
Inilah keadaan orang yang bila tertimpa keburukan, dia tidak
dapat lolos darinya dan tidak berhasil, karena dia telah celaka dan
tersungkur. Maka, dia tidak dapat meraih apa yang diharapkan dan tidak
dapat meloloskan diri dari sesuatu yang dibenci. Ini adalah keadaan
orang menjadi hamba harta. <strong>Nabi <em>-Shollallahu ‘alaihi wa sallam</em>- telah menyebutkan sifa-sifat orang yang beramal karena dunia yaitu jika diberi dia senang, namun jika tidak diberi, dia marah.</strong><br />
Allah <em>-Ta’ala-</em> berfirman:<br />
<strong> وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ</strong><strong></strong><br />
<em> “Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang
(distribusi) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka
bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya,
dengan serta merta mereka menjadi marah”.</em> (<strong>QS.</strong><strong>At-Taubah:58</strong>)<br />
Ridha mereka ditujukan untuk selain Allah, dan kemarahan mereka bukan
karena Allah pula. Beginilah keadaan orang yang menggantungkan dirinya
kepada hawa nafsunya. Jika memperoleh sesuatu yang ia inginkan, dia
girang. Namun jika tidak dapat memperolehnya, maka dia marah. Dia
memperturutkan hawa nafsunya dan menjadi budaknya.[Lihat <strong><em>Fathul Majid</em></strong> (….)].<br />
Allah <em>-Ta’ala-</em> berfirman:<br />
<strong> وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ</strong><strong></strong><br />
<em> “Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah
sebagai cobaan. Dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”. </em> (<strong> QS. Al-Anfal:</strong> ….)<br />
Dalam masalah ini, <strong>Syaikh Al-Utsaimin</strong> membedakan antara <strong><em>riya’</em></strong> dan <strong>keinginan mendapat dunia</strong>. <em>Riya’</em> adalah seseorang yang beribadah karena ingin dipuji; agar dikatakan sebagai <em>abid </em>(ahli ibadah) dan ia tidak menginginkan materi. Adapun keinginan terhadap dunia, yang dimaksudkan dalam masalah ini, <strong>seseorang
beribadah bukan untuk dipuji atau untuk dilihat, bahkan sebenarnya dia
ikhlas. Akan tetapi, dia ingin mendapatkan -di balik amal sholehnya-
sesuatu dari dunia berupa harta, pangkat, kesehatan untuk dirinya, dan
keluarga, maupun anak-anaknya dan yang sejeninsnya.</strong> Jadi dengan amal ibadahnya ia inginkan manfaat dunia dan tidak menginginkan pahala akhirat.<br />
Beliau memberikan beberapa contoh seorang menginginkan dunia dengan amal ibadahnya, misalnya: <strong>menjadi tukang adzan</strong> untuk mencari uang, atau <strong>berangkat haji</strong>
untuk memperoleh harta dari jama’ah. Belajar agama di univsersitas
mencari ijazah agar martabatnya naik, beribadah kepada Allah untuk <strong>mencegah gangguan atau mengobati penyakit</strong>, atau agar disukai orang lain atau maksud dan tujuan yang lain. [Lihat <strong><em>Al-Qaulil Mufid ala Kitab At-Tauhid</em></strong> (2/136)]
<br />
Apa yang beliau sampaikan berupa adanya perbedaan antara beramal karena ingin mendapatkan dunia, dan antara <em>riya’</em>, ini tidaklah bertentangan dengan pernyataan Syaikh Al-Qor’awiy, karena terkadang seseorang <em>riya’</em>,
bukan karena sekedar mau mendapatkan pujian manusia, akan tetapi di
balik pujian itu ada sesuatu yang ia inginkan berupa maslahat duniawi.<br />
Sebagian manusia, tatkala berbicara tentang faedah-faedah ibadah, justru menitikberatkan pada <strong>faedah duniawi</strong>,
misalnya: sholat adalah olah raga yang berfaedah untuk menguatkan
otot-otot, puasa untuk mengurangi lemak dan mengatur pola makan.
Seharusnya kita tidak menjadikan faedah dunia sebagai perkara pokok.,
karena Allah tidak menyebutkan hal itu dalam kitab-Nya. Akan tetapi
Allah menyebutkan bahwa sholat dapat mencegah dari perbuatan keji dan
mungkar; puasa dapat meningkatkan ketakwaan. Faedah <em>ukhrawi</em> (berupa pahala) dalam ibadah, <strong>inilah yang menjadi pokok</strong>.
Adapun faedah duniawi yang kedua. Maksudnya, seorang dalam beribadah
hanya semata-mata mencari pahala di sisi Allah, ia tak peduli apakah ia
mendapatkan faedah duniawi atau tidak.<br />
Akan tetapi, ketika kita berbicara di hadapan manusia, maka kita arahkan atau sampaikan faedah <em>ukhrawi</em>-nya
saja, kecuali jika dibutuhkan, barulah disampaikan faedah ukhrawi dan
duniawi. Setiap tempat ada pembicaraan khusus. [Lihat <strong><em>Al-Qaul Al-Mufid ala Kitab At-Tauhid</em></strong> (2/138)]
<br />
<strong> Ringkasnya</strong> , gemerlap dunia telah menyilaukan
pandangan banyak orang. Mestinya kita mawas diri agar tidak tejebak
dalam tipuan dunia. Nabi <em>-Shollallahu ‘alaihi wa sallam- </em>telah memperumpamakan tentang hinanya dunia dengan bangkai seekor anak kambing yang cacat:<br />
<strong>أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنِّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ فَقَالُوْا مَا
نُحِبُّ أَنَّهُ لَنَا بِشَيْءٍ وَمَا نَصْنَعُ بِهِ؟ قَالَ أَتُحِبُّوْنَ
أَنَّهُ لَكُمْ؟ قَالُوْا :وَاللهِ لَوْ كَانَ حَيًّا كَانَ عَيْبًا فِيْهِ
لِأَنَّهُ أَسَكُّ فَكَيْفَ وَهُوَ مَيِّتٌ فَقَالَ :فَوَاللهِ
لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ</strong><br />
<em> “Siapakah di antara kalian yang mau membeli kambing ini dengan
satu dirham?. Para sahabat berkata, “kami tidak senang, apa yang bisa
diperbuat dengannya?”. Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Apakah kamu senang jika dihadiahkan untukmu?” Mereka berkata, “Demi
Allah, andaikan anak kambing itu hidup, dia memiliki aib, karena
kupingnya hilang, apatah lagi kalau sudah mati”. Maka beliau
bersabda,”Demi Allah, dunia itu lebih hina di sisi Allah dibandingkan
anak kambing ini bagi kalian”. </em> [HR. Muslim (2957)]
<br />
Cukuplah bagi kita perumapamaan yang disampaikan Rasulullah <em>-Shollallahu ‘alaihi wa sallam-</em><strong>bahwa
orang yang selamat dari fitnah dunia ini, ialah orang yang mengambil
seperlunya tidak memperturutkan hawa nafsunya. Ibarat binatang ternak
yang memakan rumput seperlunya, kemudian mengambil lagi setelah yang
pertama dikeluarkan. </strong>[Lihat <strong><em>Shohih Al-Bukhoriy </em></strong>(6427), dan <strong><em>Shohih Muslim</em></strong> (1052)]. Seorang mengambil sesuatu yang telah diberikan oleh Allah kepadanya, dan merasa cukup dengannya.<br />
<a href="http://almakassari.com/beramal-karena-dunia.html">sumber</a>AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-56245388891540941972014-01-22T04:31:00.002+07:002014-01-22T04:31:28.953+07:00Setiap Kali Teringat Dia, Dunia Ini Terasa Tidak Ada Harganya<br /><div align="center">
<img alt="Setiap Kali Teringat Dia, Dunia Ini Terasa Tidak Ada Harganya" class="aligncenter" height="297" src="http://i1.wp.com/media-cache-ec0.pinimg.com/originals/a5/79/bf/a579bfd87491a6717f16b11543f539e1.jpg?resize=498%2C311" style="line-height: 1.5em;" width="476" /></div>
<div style="text-align: right;">
.</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<br />
<h3 align="center">
Setiap Kali Teringat Dia,</h3>
<h3 align="center">
Dunia Ini Terasa Tidak Ada Harganya</h3>
<div align="center">
Kisah Yang Menakjubkan Tentang Ikhlash</div>
<br />
Ibnul Mubarak rahimahullah menceritakan kisahnya:<br />
<div style="text-align: justify;">
“Saya tiba di Mekkah ketika manusia
ditimpa paceklik dan mereka sedang melaksanakan shalat istisqa’ di
Al-Masjid Al-Haram. Saya bergabung dengan manusia yang berada di dekat
pintu Bani Syaibah. Tiba-tiba muncul seorang budak hitam yang membawa
dua potong pakaian yang terbuat dari rami yang salah satunya dia jadikan
sebagai sarung dan yang lainnya dia jadikan selendang di pundaknya. Dia
mencari tempat yang agak tersembunyi di samping saya. Maka saya
mendengarnya berdoa,</div>
<blockquote>
<div style="text-align: justify;">
“Ya Allah, dosa-dosa yang banyak dan
perbuatan-perbuatan yang buruk telah membuat wajah hamba-hamba-Mu
menjadi suram, dan Engkau telah menahan hujan dari langit sebagai
hukuman terhadap hamba-hamba-Mu. Maka aku memohon kepada-Mu wahai Yang
pemaaf yang tidak segera menimpakan adzab, wahai Yang hamba-hamba-Nya
tidak mengenalnya kecuali kebaikan, berilah mereka hujan sekarang.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 1.5em;">Dia terus mengatakan, “Berilah mereka hujan sekarang.”</span></div>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
Hingga langit pun penuh dengan awan dan
hujan pun datang dari semua tempat. Dia masih duduk di tempatnya sambil
terus bertasbih, sementara saya pun tidak mampu menahan air mata. Ketika
dia bangkit meninggalkan tempatnya maka saya mengikutinya hingga saya
mengetahui di mana tempat tinggalnya. Lalu saya pergi menemui Fudhail
bin Iyyadh. Ketika melihat saya maka dia pun bertanya, “Kenapa saya
melihat dirimu nampak sangat sedih?” Saya jawab, “Orang lain telah
mendahului kita menuju Allah, maka Dia pun mencukupinya, sedangkan kita
tidak.” Dia bertanya, “Apa maksudnya?” Maka saya pun menceritakan
kejadian yang baru saja saya saksikan. Mendengar cerita saya, Fudhail
bin Iyyadh pun terjatuh karena tidak mampu menahan rasa haru. Lalu dia
pun berkata, “Celaka engkau wahai Ibnul Mubarak, bawalah saya
menemuinya!” Saya jawab, “Waktu tidak cukup lagi, biarlah saya sendiri
yang akan mencari berita tentangnya.”</div>
<div style="text-align: justify;">
Maka keesokan harinya setelah shalat
Shubuh saya pun menuju tempat tinggal budak yang saya lihat kemarin.
Ternyata di depan pintu rumahnya sudah ada orang tua yang duduk di atas
sebuah alas yang digelar. Ketika dia melihat saya maka dia pun langsung
mengenali saya dan mengatakan, “Marhaban (selamat datang –pent) wahai
Abu Abdirrahman, apa keperluan Anda?” Saya jawab, “Saya membutuhkan
seorang budak hitam.” Dia menjawab, “Saya memiliki beberapa budak,
silahkan pilih mana yang Anda inginkan dari mereka?” Lalu dia pun
berteriak memanggil budak-budaknya. Maka keluarlah seorang budak yang
kekar. Tuannya tadi berkata, “Ini budak yang bagus, saya ridha untuk
Anda.” Saya jawab, “Ini bukan yang saya butuhkan.”</div>
<div style="text-align: justify;">
Maka dia memperlihatkan budaknya satu
persatu kepada saya hingga keluarlah budak yang saya lihat kemarin.
Ketika saya melihatnya maka saya pun tidak kuasa menahan air mata.
Tuannya bertanya kepada saya, “Diakah yang Anda inginkan?” Saya jawab,
“Ya.” Tuannya berkata lagi, “Dia tidak mungkin dijual.” Saya tanya,
“Memangnya kenapa?” Dia menjawab, “Saya mencari berkah dengan
keberadaannya di rumah ini, di samping itu dia sama sekali tidak menjadi
beban bagi saya.” Saya tanyakan, “Lalu dari mana dia makan?” Dia
menjawab, “Dia mendapatkan setengah daniq (satu daniq = sepernam dirham
–pent) atau kurang atau lebih dengan berjualan tali, itulah kebutuhan
makan sehari-harinya. Kalau dia sedang tidak berjualan, maka pada hari
itu dia gulung talinya. Budak-budak yang lain mengabarkan kepadaku bahwa
pada malam hari dia tidak tidur kecuali sedikit. Dia pun tidak suka
berbaur dengan budak-budak yang lain karena sibuk dengan dirinya. Hatiku
pun telah mencintainya.”</div>
<div style="text-align: justify;">
Maka saya katakan kepada tuannya
tersebut, “Saya akan pergi ke tempat Sufyan Ats-Tsaury dan Fudhail bin
Iyyadh tanpa terpenuhi kebutuhan saya.” Maka dia menjawab, “Kedatangan
Anda kepada saya merupakan perkara yang besar, kalau begitu ambillah
sesuai keinginan Anda!” Maka saya pun membelinya dan saya membawanya
menuju ke rumah Fudhail bin Iyyadh.</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah berjalan beberapa saat maka
budak itu bertanya kepada saya, “Wahai tuanku!” Saya jawab, “Labbaik.”
Dia berkata, “Jangan katakan kepada saya ‘labbaik’ karena seorang budak
yang lebih pantas untuk mengatakan hal itu kepada tuannya.” Saya
katakan, “Apa keperluanmu wahai orang yang kucintai?” Dia menjawab,
“Saya orang yang fisiknya lemah, saya tidak mampu menjadi pelayan. Anda
bisa mencari budak yang lain yang bisa melayani keperluan Anda. Bukankah
telah ditunjukkan budak yang lebih kekar dibandingkan saya kepada
Anda.” Saya jawab, “Allah tidak akan melihatku menjadikanmu sebagai
pelayan, tetapi saya akan membelikan rumah dan mencarikan istri untukmu
dan justru saya sendiri yang akan menjadi pelayanmu.”</div>
<div style="text-align: justify;">
Dia pun menangis hingga saya pun
bertanya, “Apa yang menyebabkanmu menangis?” Dia menjawab, “Anda tidak
akan melakukan semua ini kecuali Anda telah melihat sebagian hubunganku
dengan Allah Ta’ala, kalau tidak maka kenapa Anda memilih saya dan bukan
budak-budak yang lain?!” Saya jawab, “Engkau tidak perlu tahu hal ini.”
Dia pun berkata, “Saya meminta dengan nama Allah agar Anda
memberitahukan kepada saya.” Maka saya jawab, “Semua ini saya lakukan
karena engkau orang yang terkabul doanya.” Dia berkata kepada saya,
“Sesungguhnya saya menilai –insya Allah– Anda adalah orang yang saleh.
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memiliki hamba-hamba pilihan yang Dia
tidak akan menyingkapkan keadaan mereka kecuali kepada hamba-hamba-Nya
yang Dia cintai, dan tidak akan menampakkan mereka kecuali kepada hamba
yang Dia ridhai.” Kemudian dia berkata lagi, “Bisakah Anda menunggu saya
sebentar, karena masih ada beberapa rakaat shalat yang belum saya
selesaikan tadi malam?” Saya jawab, “Rumah Fudhail bin Iyyadh sudah
dekat.” Dia menjawab, “Tidak, di sini lebih saya sukai, lagi pula urusan
Allah Azza wa Jalla tidak boleh ditunda-tunda.” Maka dia pun masuk ke
masjid melalui pintu halaman depan.</div>
Dia terus mengerjakan shalat hingga selesai apa yang dia inginkan.<br />
<div style="text-align: justify;">
Setelah itu dia menoleh kepada saya
seraya berkata, “Wahai Aba Abdirrahman, apakah Anda memiliki keperluan?”
Saya jawab, “Kenapa engkau bertanya demikian?” Dia menjawab, “Karena
saya ingin pergi jauh.” Saya bertanya, “Ke mana?” Dia menjawab, “Ke
akherat.” Maka saya katakan, “Jangan engkau lakukan, biarkanlah saya
merasa senang dengan keberadaanmu!” Dia menjawab, “Hanyalah kehidupan
ini terasa indah ketika hubungan antara saya dengan Allah Ta’ala tidak
diketahui oleh seorang pun. Adapun setelah Anda mengetahuinya, maka
orang lain akan ikut mengetahuinya juga, sehingga saya merasa tidak
butuh lagi dengan semua yang Anda tawarkan tadi.” Kemudian dia
tersungkur sujud seraya berdoa, “Ya Allah, cabutlah nyawaku agar aku
segera bertemu dengan-Mu sekarang juga!” Maka saya pun mendekatinya,
ternyata dia sudah meninggal dunia. Maka demi Allah, tidaklah saya
mengingatnya kecuali saya merasakan kesedihan yang mendalam dan dunia
ini tidak ada artinya lagi bagi saya.”</div>
<div align="center" style="text-align: right;">
(Al-Muntazham Fii Taarikhil Umam, karya Ibnul Jauzy, 8/223-225)</div>
<div align="center" style="text-align: right;">
Sumber artikel: <a href="http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=140725">http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=140725</a></div>
<div align="center" style="text-align: right;">
Diterjemahkan oleh: Abu Almass bin Jaman Al-Ausathy</div>
<div align="center" style="text-align: right;">
17 Rabi’ul Awwal 1435 H</div>
<div align="center" style="text-align: right;">
Daarul Hadits – Ma’bar – Yaman</div>
<div align="center" style="text-align: right;">
<br /></div>
<div align="center" style="text-align: right;">
<a href="http://www.ibnutaimiyah.org/2014/01/setiap-kali-teringat-dia-dunia-ini-terasa-tidak-ada-harganya/">sumber</a> </div>
AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-78931452554935552282014-01-19T04:33:00.000+07:002014-01-19T04:33:01.097+07:00Akhirnya Aku Pun Bahagia Bersamanya<br /><div align="center" style="text-align: center;">
<img alt="Akhirnya Aku Pun Bahagia Bersamanya" class="aligncenter" height="300" src="http://i2.wp.com/media-cache-ec0.pinimg.com/originals/db/7b/3b/db7b3be36ddca5c5bf5a00e6fbff19b8.jpg?resize=300%2C300" title="Akhirnya Aku Pun Bahagia Bersamanya" width="300" /></div>
<div style="text-align: right;">
.</div>
<h4 style="text-align: justify;">
</h4>
<h3 style="text-align: center;">
Akhirnya Aku Pun Bahagia Bersamanya</h3>
<div align="center" style="text-align: center;">
oleh : Abu Nasiim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz</div>
<h4 style="text-align: center;">
</h4>
<h4 style="text-align: justify;">
Taat beragama adalah pangkal bahagia !</h4>
<div style="text-align: justify;">
Sikap patuh dan taat yang sempurna di
hadapan firman Allah dan sabda Rasulullah merupakan kewajiban yang tidak
bisa ditawar-tawar. Walau seringnya manusia mula-mula meragukan, namun
keraguan itu selekasnya mesti dibuang jauh-jauh. Jika Allah dan rasul
Nya telah menjatuhkan perintah, apakah masih ada keraguan yang tersisa?</div>
<div style="text-align: justify;">
Kisah mengharukan dan penuh berkesan ini
tentang seorang wanita mulia di masa kenabian. Wanita shalihah itu
bernama Fathimah bintu Qais Al Qurasyiyah Al Fihriyyah. Beliau berasal
dari nasab dan garis keturunan yang mulia, suku Quraisy. Dikenal
memiliki kecantikan dan kecerdasan. Nama Fathimah bintu Qais pun
termasuk dalam deretan kaum Muhajirin pertama yang meninggalkan Mekkah
demi agama.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kehidupan di kota Madinah telah berubah
cepat dengan kedatangan kaum Muhajirin. Mereka disambut dan diterima
dengan penuh gembira dan ceria oleh kaum Anshar. Tidak ada kebencian,
tidak ada keterpaksaan. Persaudaran yang tulus di atas pondasi keimanan
dan ukhuwwah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Di sebuah kesempatan, Fathimah bintu
Qais ditalak oleh sang suami, Abu Bakar bin Hafsh Al Makhzumi. Talak
yang ketiga. Setelah bertanya kepada Rasulullah, Fathimah pun menjalani
masa-masa <em>iddah </em>di rumah Ibnu Ummi Maktum, seorang sahabat yang buta dan terhitung kerabat Fathimah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Waktu pun terus berjalan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Selesai sudah masa <em>iddah </em>yang
mesti dilalui oleh Fathimah bintu Qais. Lalu datanglah dua pinangan
sekaligus dari dua sahabat mulia, Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm.
Kedua pinangan tersebut disampaikan Fathimah kepada Rasulullah. Akan
tetapi Rasulullah menyarankan untuk menolak kedua pinangan tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu?</div>
<div style="text-align: justify;">
Rasulullah justru mengarahkan Fathimah
untuk menikah dengan Usamah bin Zaid. Saat itu, Fathimah tidak suka
dengan pilihan Rasulullah. Bahkan dengan mengisyaratkan dengan tangan,
Fathimah bertanya penuh heran, ” Usamah ! Usamah! ”</div>
<div style="text-align: justify;">
Rasulullah lalu bersabda,</div>
<blockquote>
<div align="center" style="text-align: right;">
طَاعَةُ اللَّهِ وَطَاعَةُ رَسُولِهِ خَيْرٌ لَكِ</div>
<div style="text-align: justify;">
“Taat kepada Allah dan taat kepada rasul Nya lebih baik untuk dirimu”</div>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
Subhaanallah! Taat beragama memang benar-benar pangkal bahagia!</div>
<div style="text-align: justify;">
Siapakah Usamah bin Zaid? Sehingga mula-mula Fathimah tidak suka dengan pilihan Rasulullah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Biarlah Al Imam Adz Dzahabi (<strong><em>Siyar ‘Alam Nubala</em></strong>)
yang menceritakannya kepada kita, setelah beliau membawakan hadits
tentang Rasulullah yang mengajak Al Hasan bin Ali dan Usamah bin Zaid
lalu menyatakan, ”Ya Allah, sesunggunhnya aku mencintai mereka berdua,
maka cintailah mereka”</div>
<div style="text-align: justify;">
“ Usamah bin Zaid lebih tua sepuluh
tahun dibandingkan Al Hasan. Usamah kulitnya sangat hitam, bersifat
penyayang, cerdik dan pemberani”</div>
<div style="text-align: justify;">
Sebagian pensyarah hadits Fathimah
menjelaskann alasan ketidaksukaan Fathimah terhadap pilihan Rasulullah.
Alasannya, karena Usamah berkulit hitam dan keturunan budak.</div>
<div style="text-align: justify;">
Subhanallah!</div>
<blockquote>
<div align="center" style="text-align: justify;">
<strong>“Taat kepada Allah dan taat kepada rasul Nya lebih baik untuk dirimu”</strong></div>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
Fathimah pun tunduk dan taat dengan
arahan dan nasehat Rasulullah. Setelah itu, kebahagiaan, kegembiraan dan
kemuliaan pun didekap erat-erat oleh Fathimah setelah menjadi istri
Usamah bin Zaid.</div>
<div style="text-align: justify;">
Fathimah menceritakan,</div>
<blockquote>
<div align="center" style="text-align: right;">
فَتَزَوَّجْتُهُ فَشَرَّفَنِي اللَّهُ بِأَبِي زَيْدٍ وَكَرَّمَنِي اللَّهُ بِأَبِي زَيْدٍ</div>
<div style="text-align: justify;">
“Aku pun menikah dengan Usamah. Kemudian
Allah memuliakan diriku dengan Ibnu Zaid (Usamah) dan Allah benar-benar
memuliakan diriku dengan Abu Zaid (Usamah)”</div>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
Kisah di atas diriwayatkan oleh Al Imam Muslim (1480) di dalam <strong><em>Shahih Muslim</em></strong></div>
<div style="text-align: justify;">
Subhaanallah! Taat beragama memang pangkal bahagia.</div>
<div style="text-align: justify;">
Allah adalah Dzat yang maha rahmah dan
maha luas hikmah Nya. Allah lebih menyayangi hamba dibandingkan rasa
sayang hamba kepada dirinya sendiri.Allah maha adil dan tidak mendzalimi
makhluknya. Hanya saja kita sendiri yang berbuat dzalim.</div>
<div style="text-align: justify;">
Oleh sebab itu, semua yang diperlukan
hamba untuk kebaikan akhirat dan dunia mereka telah diterangkan di dalam
agama. Segala sesuatu yang bisa mencelakakan dan merugikan hamba baik
dunia dan akhirat mereka telah dijelaskan dan dilarang pula.</div>
<div style="text-align: justify;">
Adakah ketundukan dan ketaatan kepada Nya harus ditunda-tunda?</div>
<div style="text-align: justify;">
Rasulullah sangat menyayangi umatnya.
Beliau bisa menangis dan bersedih karena memikirkan kemaslahatan
umatnya. Semua kebaikan telah beliau sampaikan dan tidak ada yang
terlewatkan. Segala macam keburukan telah beliau peringatkan demi
kebaikan kita sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
Apakah ketaatan dan ketundukan kita kepada Sunnah Rasulullah masih harus ditangguhkan?</div>
<div style="text-align: justify;">
Saudaraku di jalan Allah, taatilah Allah
dan taati pula rasul Nya! Niscaya kebahagiaan dan ketenangan jiwa yang
engkau cari-cari selama ini akan engkau raih dan rasakan.Pasti!</div>
<div style="text-align: justify;">
Tahukah Anda tentang salah satu ciri dan karakter orang yang beriman?</div>
<div style="text-align: justify;">
Allah berfirman di dalam Al Qur’an,</div>
<blockquote>
<div align="right" style="text-align: right;">
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ
الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ
بَيْنَهُمْ أَن يَّقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُوْلاَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللهَ وَيَتَّقِهِ
فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَآئِزُونَ</div>
<div style="text-align: justify;">
<em>Sesungguhnya jawaban orang-orang
mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul
mengadili diantara mereka ialah ucapan “Kami mendengar dan kami patuh”.
Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. 24:51)</em></div>
<div style="text-align: justify;">
<em>Dan barangsiapa yang taat kepada
Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, maka
mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan. (QS. 24:52)</em></div>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
Hamba yang mukmin adalah hamba yang selalu menyatakan <strong><em>sami’na wa atha’na </em></strong>(kami
mendengar dan kami taat) setiap kali dihadapkan dengan firman Allah dan
sabda rasul Nya.Tidak tersisa sedikitpun keraguan di dalam hati mereka
di dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan rasul Nya.</div>
<blockquote>
<div style="text-align: justify;">
<strong>“Taat kepada Allah dan taat kepada rasul Nya lebih baik untuk dirimu”</strong></div>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
Al Imam Muslim meriwayatkan sebuah
hadits dari sahabat Salamah bin Al Akwa’ tentang seseorang yang makan
dengan menggunakan tangan kiri di hadapan Rasulullah. Nabi Muhammad
berusaha mengingatkan dan membimbing dengan baik,</div>
<div style="text-align: justify;">
“ Makanlah dengan menggunakan tangan kanan! ”</div>
<div style="text-align: justify;">
Akan tetapi, orang tersebut menolak
bimbingan Rasulullah karena terhalang sikap sombong. Ia mengatakan,” Aku
tidak bisa makan dengan menggunakan tangan kanan”</div>
<div style="text-align: justify;">
Rasulullah pun marah dan bersabda,</div>
<blockquote>
<div align="center" style="text-align: right;">
لَا اسْتَطَعْتَ مَا مَنَعَهُ إِلَّا الْكِبْرُ</div>
<div style="text-align: justify;">
“Engkau tidak akan mungkin bisa
menggunakan tangan kananmu lagi! Tidak ada yang menghalanginya (untuk
menjalakan perintah Rasulullah) kecuali sikap sombong”</div>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
Subhaanallah!</div>
<div align="center" style="text-align: justify;">
Sejak saat itu, orang tersebut tidak mampu lagi mengangkat tangan kanannya. Lumpuh!</div>
<div align="center" style="text-align: justify;">
Na’udzu billah minal khudzlan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Jelaslah sudah! Taat kepada Allah dan
rasul Nya adalah pangkal kebahagiaan baik dunia maupun akhirat.
Contohlah Fathimah bintu Qais! Sementara durhaka kepada Allah dan rasul
Nya merupakan sumber kehancuran baik di dunia maupun di akhirat.
Lihatlah orang tersebut yang lumpuh tangan kanannya!</div>
<div style="text-align: justify;">
Ingat-ingatlah kembali prinsip hidup yang dititipkan sebagai wasiat untuk kita oleh Al Imam Az Zuhri,</div>
<blockquote>
<div align="center" style="text-align: right;">
مِنْ اللَّهِ الرِّسَالَةُ وَعَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبَلَاغُ وَعَلَيْنَا التَّسْلِيم</div>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
“Risalah itu datangnya dari Allah.Rasulullah bertugas untuk menyampaikan sementara kita hanya siap tunduk menerima”</div>
<div style="text-align: justify;">
Mudah sekali hidup ini,bukan? Wallohu a’laam..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://www.ibnutaimiyah.org/2013/02/akhirnya-aku-pun-bahagia-bersamanya/">sumber</a> </div>
AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-69557734627999132922014-01-19T04:13:00.000+07:002014-01-19T04:13:17.711+07:00Langit Akan Tetap Bening<div class="entry-summary">
<br /><div align="center" dir="LTR" style="text-align: center;">
</div>
<div align="center" dir="LTR" style="text-align: center;">
<img alt="Langit Akan Tetap Bening" class="aligncenter" height="300" src="http://i2.wp.com/media-cache-ak0.pinimg.com/originals/de/95/55/de9555bb908ce2f0128f03ff0497ca16.jpg?resize=300%2C300" width="300" /></div>
<div dir="LTR" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<h3 style="text-align: center;">
Langit Akan Tetap Bening</h3>
<div align="center" dir="LTR" style="text-align: center;">
oleh : Abu Nasiim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Anak muda itu memanggil saya
Abang. Sebenarnya tidak ada hubungan darah antara saya dan dia. Umur
kami terpaut sepuluh tahunan. Namun, dikarenakan hubungan baik di antara
kami, saya sering menyebutnya Adik. Sementara dia memanggil saya Abang
dalam keseharian. Barangkali ia menganggap saya benar-benar seperti
Abangnya, sehingga hal-hal pribadi pun sering ia bagikan dengan saya.</div>
<blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Itulah Bang, sulit juga
rasanya untuk melupakan dia… Gimana ya, Bang? Meskipun tidak aku
harapkan, terkadang wajahnya muncul dalam mimpi-mimpiku.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Memang, Bang… orangnya cantik
dan baik. Itu bukan menurutku sendiri, Bang. Orang-orang pun bilang
seperti itu juga. Ah… susahlah, Bang!”, keluhnya kepadaku suatu saat.</div>
</blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Karena ia memberikan
kepercayaan kepada saya, beberapa saran dan masukan pun saya berikan
untuknya. Memposisikan seolah-olah sebagai Abangnya. Saya
sampaikan, ”Sudahlah… tidak usah kau pikirkan sampai seperti itu. Belum
tentu orang yang kau pikirkan saat ini, sedang memikirkanmu juga. Orang
baik akan berpasangan dengan orang baik. Sebaliknya pun demikian. Kalau
kau baik, jodohmu pun baik, insya Allah…”</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Apakah dia sudah <em>ngaji </em>Salaf?”, selanjutnya saya yang bertanya.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Anak muda itu masih berusaha
jujur. Katanya, “Belum sih, Bang… Cuman dia udah berjilbab, Bang. Insya
Allah dia maulah kalau disuruh pakai cadar. Gimana, Bang?”</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Begini,Dek…Semua orang yang
masih normal, pasti berharap rumah tangganya kelak harmonis dan bahagia.
Kau tahu, nggak? Modal terbesar untuk hidup harmonis itu apa? Kesamaan
visi dan kesatuan misi. Cara pandang hidupnya harus sama. Jika tidak,
akan payah nantinya. Tidak bisa juga kita ingin menyamakan visi, misi
dan cara pandang hidup dengan <em>sambil jalan</em>. Jangan terlalu berspekulasi! Jangan-jangan… bukannya kita yang bisa membawa, malah kita yang terseret arus. <em>Na’udzu billah</em>“, saya mencoba memberi pengertian.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Saya terus melanjutkan,
“Masalahnya, bukan ia mau pakai cadar ataukah tidak nantinya. Kesamaan
visi dan kesatuan misi tidak hanya sebatas cadar saja. Ada aspek-aspek
lain yang mesti diperhatikan. Kau kan sudah lama <em>ngaji</em>… sudah
merasakan manisnya Thalabul Ilmi… Nah, itu yang harus kau syukuri! Kau
harus menjaga nikmat ini dengan memilih istri yang telah sungguh-sungguh
mengerti tentang dirimu!”</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Lalu kami terdiam sambil menikmati malam…</div>
<div dir="LTR" style="text-align: center;">
<strong>…</strong></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Percakapan di atas memang saya
ungkapkan ulang di sini dengan gaya bahasa berbeda. Namun… tidak
mengubah makna sama sekali. Bukan sekali dua kali saya menghadapi kasus
seperti ini. Berapa banyak sudah, kawan dan sahabat yang mengungkapkan
hal yang sama. Sampai pastinya berapa banyaknya, saya sudah lupa. Akan
tetapi, satu hal yang menarik untuk dicermati, dan barangkali inilah
benang merah yang merajutkan dari semua kasus tersebut adalah budaya
ikhtilath.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Ikhtilath bisa dipahami sebagai budaya perbauran antara laki-laki dan perempuan yang bukan <em>mahram</em>-nya
dalam kondisi selain darurat. Islam sebagai ajaran mulia nan luhur
sangat membatasi pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan <em>mahram </em>–nya.
Sebagai misal adalah penyakit sosial masyarakat yang seringkali muncul
karena faktor ikhtilath. Islam sendiri telah mengatur, di manakah area
dan medan laki-laki dalam kehidupan sehari-hari dan di manakah pula
perempuan semestinya berada.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Sudahlah… tidak usah kita
mempertanyakan ulang tentang hal ini. Bukankah fakta telah berbicara?
Bukankah realita pahit semacam ini merupakan kebenaran yang tak
terbantahkan? Ikhtilath memang menjadi salah satu faktor munculnya
penyakit masyarakat.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Enam dari sepuluh perempuan
Indonesia telah hilang kegadisannya sebelum menikah secara resmi. Hasil
dari salah satu survey ini tentu membuat kulit merinding dan hati
bergidik. Kasus pemerkosaan ibarat menghiasi bibir setiap harinya.
Pelecehan seksual selalu mengintai di mana-mana. Apakah kita akan
menutup mata dari fakta? Aborsi merajalela, janin dan jabang bayi
ditemukan teronggok di sembarang tempat, sepasang remaja yang tertangkap
sedang berbuat mesum di warnet, kasus perceraian yang disebabkan
perselingkuhan dengan ipar sendiri, <em>affair</em> antara seorang bos dengan bawahannya dan lain sebagainya. Belum lagi realita <em>kumpul kebo </em>di kalangan mahasiswa. <em>Allahumma sallim…</em></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Atau jika masih ragu (padahal
semestinya tidak perlu ragu lagi), datang dan bertanyalah kepada para
petugas KUA, “Dalam setahun, berapakah pasangan menikah di bawah umur?
Karena <em>accident before married </em>(hamil sebelum menikah)?”</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Saat ini muncul polemik
tentang wacana test keperawanan untuk calon sisiwi sekolah menengah
atas. Seperti biasa, ada pro dan kontra. Namun, bukan itu yang menjadi
titik pembahasan. Keprihatinan akan pergaulan bebas di kalangan pelajar
bahkan bisnis prostitusi yang melibatkan pelajar, seperti itulah alasan
penggagasnya.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Mufti Agung Kerajaan Arab Saudi, Syaikh Bin Baz pernah menerbitkan fatwa mengenai hal ini (<strong><em>Majmu’ Fatawa Ibn Baz</em></strong> 4/248-253). Fatwa tersebut untuk menyanggah pernyataan seorang rektor dari sebuah kampus di Negara Yaman.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Rektor dimaksud menyatakan
bahwa bentuk pendidikan dengan memisahkan antara siswa dan siswi justru
menyelisihi syari’at Islam. Ia beralasan bahwa shalat berjama’ah di
masjid dilaksanakan sejak zaman Nabi Muhammad dengan tanpa memisahkan
antara laki-laki dan perempuan.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Saya merasa heran. Kenapa
bisa pernyataan semacam ini diucapkan oleh seorang rektor dari sebuah
kampus Islam di negeri Muslimin. Padahal semestinya ia justru dituntut
untuk mengarahkan masyarakatnya –kaum laki-laki dan perempuannya- demi
meraih kesuksesan dan keselamatan dunia akhirat. <em>Inna lillah wa inna ilaihi ra’jiun Laa haula wa laa quwwata illa billah</em>“, Syaikh Bin Baz memulai sanggahannya dengan menyatakan demikian.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Beliau melanjutkan, “Tidak
perlu diragukan lagi bahwa pernyataan tersebut merupakan pelanggaran
besar terhadap syari’at Islam! Sebab, syaria’t Islam tidak mengajarkan <strong><em>ikhtilath </em></strong>!… Justru Islam melarang ikhtilath dan sangat tegas dalam hal ini!!”</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Setelah itu beliau menyebutkan
sejumlah ayat dan beberapa hadits Rasulullah untuk menjelaskan bahwa
Islam sangat antipati terhadap budaya ikhtilath. Sehingga, proses
belajar mengajar yang menggunakan metode ikhtilath sangatlah
bertentangan dengan Islam.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Hmmm… pembahasan ini pasti akan panjang lebar.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Baiklah… Kita kembali saja ke salah satu pointnya. “<strong><em>Langit akan Tetap Bening</em></strong>”
sejatinya ditujukan untuk ikhwan-ikhwan muda Salafy yang masih juga
belum lepas dari kenangan “manis”nya saat kuliah atau bangku sekolah.
Jerat-jerat ikhtilath telah meninggalkan kesan pahit setelah ia serius <em>mengaji </em>Salaf.
Bayang-bayang masa lalunya seakan terus mengejar. Walaupun sebagian
orang menyebutnya sebagai masa-masa paling indah “kisah kasih di
sekolah”, tetap saja kaum muda Salafy yang telah memilih jalan Thalabul
Ilmi akan menganggapnya sebagai kenangan “pahit”.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: center;">
<strong>…</strong></div>
<blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Lah gimana, Ustadz… Tiap hari
pasti ketemu di sekolah. Sama-sama berada di dalam ruangan kelas selama
sekian lama. Banyak kegiatan yang dilalui bareng-bareng. Khan nggak
mungkin momen-momen seperti itu pergi tanpa kesan”</div>
</blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Kalimat-kalimat semacam di
atas pun pernah menjadi salah satu bahan diskusi saya dengan beberapa
ikhwan yang dahulu masih aktif sekolah . Budaya ikhtilath memang sebuah
problem besar bagi kalangan muda yang serius untuk <em>mengaji</em>.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Dalam sebuah kajian di salah
satu SMA Negeri, pertanyaan tentang ikhtilath dan pacaran seakan
mengalir tiada henti. Ada pertanyaan yang langsung disampaikan secara
verbal, ada juga yang bertanya dengan menggunakan selembar kertas,
terutama peserta akhwat. Bahkan satu dua pertanyaan sangat “menggelikan”
karena terkait dengan kontak komunikasi antara ikhwan dan akhwat sesama
pengurus Kajian Sekolah.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Salah satu pertanyaan yang sulit saya lupakan hingga saat ini kurang lebih demikian.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Ustadz, apakah hukumnya
seorang ikhwan yang sama-sama berjanji dengan seorang akhwat. Keduanya
setelah lulus SMA akan berangkat <em>mondok</em> di tempat yang berbeda. Setelah itu mereka berdua sepakat untuk menikah?”</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Geeerrrrr… ada tawa secara <em>koor</em> yang tak dapat ditahan ketika saya membacakan pertanyaan itu.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Sebenarnya gundah gulana yang dirasakan oleh mereka yang ingin dan sedang serius <em>mengaji</em>,
sementara mereka masih berjiwa muda adalah bersumber dari ikhtilath.
Seakan percuma saja nasehat untuk menundukkan mata di sampaikan, ajaran
untuk menjaga hati dari syahwat diungkapkan atau trik-trik lain untuk
terhindar dari godaan syahwat. Sebab, sumber segala-galanya masih juga
ada. Jangan bermain api jika tidak ingin terbakar. Kalau tak mau basah,
mengapa bermain air ?…</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Syaikh Utsman As Salimi dalam sebuah kesempatan menyampaikan nasehat yang sangat mengena di hati. Kata beliau,</div>
<blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Syahwat itu muncul jika
digelorakan. Oleh sebab itu, jangan pernah engkau membangkitkannya!
Jauhi faktor-faktor yang dapat membangkitkan syahwat terlarang. Syahwat
yang terus diikutkan tidak akan pernah ada habisnya”</div>
</blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Nah… anak muda yang saya
sebutkan di atas atau anak muda lainnya yang bernasib sama, tentu tepat
untuk meresapi nasehat Syaikh Utsman di atas. Bagaimana bisa melupakan
kenangan lama, sementara facebook milik”nya” terus menerus ”
diintip-intip”? Bagaimana mungkin dapat menghapus bayang-bayang”nya”,
sementara diri”nya” selalu dilamunkan? Tentu akan sulit dilupakan jika
selalu dikenang!</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Ada saja alasan yang terus
ditampilkan oleh setan untuk mengungkung manusia agar sulit melupakan
masa lalunya.Bahkan tidak jarang,alasan tersebut terkesan ilmiah dan
benar. Sebagai contoh adalah satu pertanyaan yang pernah diajukan kepada
saya pada salah satu kajian di Kalimantan.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Apakah boleh Ustadz, seseorang mendoakan kebaikan untuk mantan kekasihnya?”</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Terasa indah kan alasannya?
Ketika itu saya kemudian menjelaskan tentang keharusan untuk saling
mendoakan di antara kaum muslimin. Akan tetapi, apakah tidak ada orang
lain yang lebih berhak untuk didoakan? Orangtua, saudara atau kerabat
dekat, misalnya. Apakah ada alasan baginya mendoakan mantan kekasih,
sementara masih ada orang yang lebih berhak untuk didoakan? Selain itu,
hal semacam ini tentu hanya akan membekaskan penyakit-penyakit hati.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: center;">
<strong>…</strong></div>
<div dir="LTR">
Ibnu Qayyim di dalam <strong><em>Raudhatul Muhibbin</em></strong> menukilkan
beberapa kisah cinta yang kiranya perlu untuk disampaikan di sini. Dari
dua kisah yang akan saya sebutkan dalam tulisan ini, ada satu hal yang
harus ditarik sebagai sebuah kesimpulan : Hawa nafsu harus dikekang di
dalam bingkai syari’at! Jangan terseret arus syahwat!</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Seorang pemuda ahli ibadah
pernah tertarik kepada seorang wanita jelita. Tumbuhlah rasa cinta di
antara mereka berdua. Cinta si pemuda ternyata disambut oleh wanita
tersebut. Bahkan hubungan di antara mereka berdua dapat dirasakan oleh
hampir seluruh warga Mekkah.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Di sebuah lokasi sepi, si wanita kembali mengucapkan cinta. Sang pemuda pun mengungkapkan hal yang sama.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Aku ingin engkau menciumku”, kata si wanita tersebut.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Sang pemuda menjawab,” Aku pun demikian”.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Lalu kenapa engkau tidak melakukannya?”, tanya si wanita.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Sang pemuda menjelaskan, “Celaka! Sungguh aku pernah mendengar sebuah firman Allah yang berbunyi,</div>
<blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: right;">
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِين</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
<em>Orang-orang yang saling
mencintai (selama di dunia) pada hari itu (hari kiamat) sebagiannya
menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.
(QS. 43:67)</em></div>
</blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Demi Allah, aku tidak
berharap hubungan kita di dunia ini berubah menjadi permusuhan di hari
akhir kelak”, pemuda itu mengucapkan kata-kata ini sambil bangkit
berdiri lalu pergi. Kedua matanya tak mampu menahan air mata.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Kota Kufah juga menyimpan
banyak cerita tentang cinta. Seorang pemuda tampan pernah tinggal
menetap di sana, di sebuah kampung suku Nakha’. Secara kebetulan, pemuda
itu melihat seorang gadis jelita yang membuatnya jatuh cinta. Jiwanya
merasakan gelisah oleh cinta.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Lalu pemuda itu datang menemui
ayah si gadis untuk menyatakan pinangan. Ternyata, gadis tersebut telah
dilamar oleh sepupunya sendiri. Betapa berat rasa di hati! Pemuda itu
benar-benar kecewa.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Si gadis yang mengetahui rasa cintanya lalu memerintahkan seseorang untuk menyampaikan pesan kepada sang pemuda.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Aku sudah mengetahui
perasaanmu kepadaku. Ternyata aku pun merasakannya. Sekarang silahkan
engkau pilih, aku yang pergi untuk menemuimu ataukah aku berusaha
mencarikan jalan agar engkau bisa menemuiku di rumahku?”, seperti itulah
pesan si gadis.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Pemuda itu lalu menjawab,
“Sampaikanlah kepadanya! Tidak ada satu pun yang aku pilih. Aku sangat
takut dengan adzab yang pedih jika durhaka kepada Nya. Aku takut Neraka
Nya yang tidak pernah berhenti kobaran apinya juga tidak akan berkurang
panasnya”.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Melihat kenyataan dari jawaban
sang pemuda, gadis itu lalu berujar,” Dengan besarnya rasa cinta di
hati, ia masih juga takut kepada Allah? Sungguh, hanya dia yang berhak
atas diriku”.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Sejak hari itu, si gadis
meninggalkan kehidupan dunia dan memilih menjalani hari-hari ibadah
sampai tidak berapa lama kemudian ia meninggal sambil menyimpan cinta
kepada si pemuda.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Tidak lama berselang, si pemuda itu juga meninggal dunia.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: center;">
<strong>…</strong></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Ada serangkai doa yang pernah
diucapkan oleh Rasulullah kepada seorang pemuda (hadits Abu Umamah
riwayat Imam Ahmad). Sambil mengusapkan telapak tangan di dada anak muda
itu, Nabi Muhammad berucap,”</div>
<blockquote>
<div dir="RTL" style="text-align: justify;">
اللّهُمَّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ وَحَصِّنْ فَرْجَهُ</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Ya Allah… Ampunilah dosanya. Sucikanlah hatinya dan jagalah kemaluannya”</div>
</blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Anak muda tersebut mula-mula
datang menemui Rasulullah dengan harapan diijinkan berbuat zina.
Walaupun sebagian sahabat yang hadir saat itu merasa tersinggung, namun
Rasulullah menghadapinya dengan penuh kelembutan dan kesabaran.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Nabi Muhammad justru bertanya
kepada anak muda tersebut, jika perbuatan zina itu menimpa ibunya?
Menimpa saudari perempuan atau bibinya? Bagaimanakah sikapnya jika hal
itu menimpa keluarganya? Dengan tegas anak muda itu menyatakan tidak
senang. Nah, seperti itulah yang dirasakan oleh orang lain. Rasulullah
berhasil menanamkan cara bersikap yang lurus kepada anak muda itu. Tak
lupa Rasulullah mendoakannya.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Bukankah kita sangat membutuhkan doa semacam ini?</div>
<div dir="LTR" style="text-align: center;">
<strong>…</strong></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Cinta itu memang unik. Apapun
definisi tentang cinta yang diungkapkan pasti akan berujung dengan
perdebatan.Wajar saja jika seorang ulama menyatakan; cinta itu tidak
mungkin bisa didefinisikan. Mendefinisikan cinta sama artinya dengan
mempersempit makna cinta. Apalagi jika berurusan dengan “cinta pertama”
yang seringnya lahir di saat sekolah maupun di bangku kuliah. Sebuah
musibah besar yang muncul karena dosa ikhtilath.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Untuk anak muda yang saya
sebutkan di awal tulisan, juga kepada anak-anak muda lainnya. Mereka
yang telah diberi kesempatan oleh Allah untuk mereguk manisnya Thalabul
Ilmi, menjalani hari-hari dengan<em>mengaji </em>Salaf. Mereka yang
telah diberi hidayah untuk mencintai Al Qur’an dan As Sunnah. Barangkali
saya bisa menitipkan sebuah pesan melalui tulisan ini.</div>
<blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“<em>Belum tentu yang engkau
anggap baik, akan benar-benar baik nantinya. Mengapa harus terbelenggu
oleh kenangan-kenangan lama? Padahal Allah telah berjanji untuk
memberikan pengganti yang jauh lebih baik, bagi hamba yang siap
meninggalkan sesuatu karena Nya.</em></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
<em>Hargailah Manhaj Salaf yang telah engkau pilih ini! Tidak ada yang lebih berharga di dunia ini selain Manhaj Salaf.</em></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
<em>Peganglah erat-erat
Thalabul Ilmi yang telah engkau pilih! Jangan mau engkau terhalang dari
Thalabul Ilmi hanya karena terganggu oleh kenangan-kenangan lama.</em></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
<em>Yakinlah… di sana masih
banyak mutiara-mutiara terpendam yang selalu siap untuk engkau petik.
Seorang wanita shalihah yang hidup dalam kesucian dan ‘iffah. Seorang
wanita yang akan selalu membantu dirimu untuk sama-sama beribadah kepada
Allah. Seorang wanita yang menjadi salah satu perhiasan terbaik di
dunia ini. Seorang wanita yang akan menjadi istrimu untuk sama-sama
berjuang di atas Manhaj Salaf.</em></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
<em>Anggap saja
kenangan-kenangan lama itu sebagai mendung yang hanya sesaat melintas.
Engkau (yang telah memilih Manhaj Salaf) adalah langit. Mendung-mendung
itu pasti akan berlalu. Sebab, langit akan tetap bening…”</em></div>
</blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: right;">
(_pekan terahir di bulan Syawwal 1434</div>
<div dir="LTR" style="text-align: right;">
_untuk seorang sahabat di salah satu belahan Timur Tengah…</div>
<div dir="LTR" style="text-align: right;">
Semoga engkau sukses di dalam meniti hari-harimu, <em>Hafidzakallahu</em>)</div>
<a href="http://www.ibnutaimiyah.org/2013/09/langit-akan-tetap-bening/">sumber</a></div>
AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-58963305488015550622014-01-19T03:49:00.000+07:002014-01-19T03:49:27.469+07:00Shalat di mushalla rumah sakit yang tidak ada jama'ah lain<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name">
</h3>
<div class="post-header">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<img border="0" src="http://4.bp.blogspot.com/-pBQnMRl8-Rk/Ufit9Fy04QI/AAAAAAAAAtE/qX_Ojz35t58/s1600/masjid+2.jpg" /></div>
<br />
<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name" style="text-align: center;">
Shalat di mushalla rumah sakit yang tidak ada jama'ah lain
</h3>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
Tanya:<br />
Apakah sama hukum dan keutamaannya antara solat di mushola rumah sakit
yang kadang-kadang hanya solat sendirian karena tidak ada jamaah yang
lainnya dengan solat berjamaah di masjid lainnya di luar rumah sakit?
Jazakallah khoir ustadz.<br />
<br />
Jawab:<br />
Diperbolehkan dia menghidupkan shalat di masjid tersebut, atau mushalla
yang ada di rumah sakit tersebut. Dan dia berusaha untuk mengerjakannya
secara berjamaah. Kalau pada saat itu belum ada, dia tunggu misalnya.
Mungkin ada nanti yang akan masuk. Lalu kemudian dia mengerjakan secara
berjama'ah. Akan tetapi shalat di tempat yang sifatnya lebih umum, yang
lebih banyak jama'ahnya tentu lebih afdhal.<br />
<br />
Kata nabi shallallahu 'alaihi wasallam:<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: right;">
وَصَلَاةُ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ وَحْدَهُ
وَصَلَاةُ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلَيْنِ أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ مَعَ
الرَّجُلِ وَمَا كَانُوا أَكْثَرَ فَهُوَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ
وَجَلَّ</div>
<br />
“Shalat besama orang lain lebih baik dari shalat sendirian. Shalat
bersama dua orang lebih baik dari shalat bersama seorang. Semakin banyak
(yang shalat) semakim disukai Allah Ta’ala” (Diriwayatkan oleh Abu Daud
dalam Sunan-nya, kitab Ash Shalat bab Fi Fadhli Shalatul Jama’ah
no.467, An-Nasaa’i dalam sunannya kitab Al Imamah bab Al jama’ah idza
kaana Itsnaini no.834, Ahmad dalam Musnad-nya no.20312 dan Al Haakim
dalam Mustadrak-nya 3/269. Hadits ini di-shahih-kan Ibnu Khuzaimah dalam
Shahih-nya, 2/366-367, no. 1477.)<br />
<br />
Namun hendaknya, tempat-tempat ibadahpun dihidupkan.<br />
<br />
Download Audio <a href="https://docs.google.com/file/d/0B2pKyas3e1SFN0dhbXdfcElXbTQ/edit?usp=sharing">disini</a><br />
<br />
<a href="http://tanyajawabringkas.blogspot.com/2013/07/shalat-di-mushalla-rumah-sakit-yang.html">sumber</a>AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-63572799265897338232014-01-18T06:19:00.001+07:002014-01-18T06:19:21.073+07:00MENGGAPAI CINTA SEJATI<div style="text-align: center;">
<strong> </strong><img alt="menggapaicinta1" class="alignleft size-medium wp-image-756" height="195" src="http://forumsalafy.net/wp-content/uploads/2014/01/menggapaicinta1-300x195.jpg" width="300" /></div>
<div style="text-align: center;">
<strong>MENGGAPAI CINTA SEJATI</strong>
</div>
<div dir="ltr">
<em><strong></strong></em>Berkata Ibnul Qoyim rahimahullah: “Sebab-sebab yang mendatangkan cinta ada sepuluh:</div>
<div dir="ltr">
1. Membaca Al Quran dan menghayatinya serta memahami
maknanya dan apa yang diinginkan darinya, seperti seseorang menghayati
buku yang dia telah menghapal dan memberikan penjelasan padanya agar
lebih memahami keinginan pengarang buku itu.</div>
<div dir="ltr">
2. Mendekatkan diri pada Allah dengan perkara-perkara yang
disunahkan setelah perkara-perkara yang wajib, sesungguhnya hal ini
menyampaikan ke tingkatan yang dicintai Allah setelah adanya cinta.</div>
<div dir="ltr">
3. Terus menerus berdzikir kepada Allah dengan lisan, hati,
perbuatan dan penampilannya dalam semua keadaan, maka kadar cintanya
sekadar dzikirnya.</div>
<div dir="ltr">
4. Mengedepankan cinta Allah dari cinta anda ketika hawa
nafsu menguasai dan berusaha menggapai cinta-Nya walau terasa berat
dalam pencapaiannya.</div>
<div dir="ltr">
5. Hati menelaah nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya,
menyaksikan, mengetahui dan hanyut dalam keindahan taman pengenalan dan
penkajiannya, maka barang siapa mengenal Allah dengan nama-nama,
sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya, dia akan cinta pada-Nya tanpa
kemustahilan, karena inilah sekte muathilah, firauniyah dan jahmiyah
merampok hati-hati untuk sampai ke yang dicintainya.</div>
<div dir="ltr">
6. Menyaksikan kebaikan, kebajikan, anugerah dan nikmat-Nya
yang lahir dan yang batin, maka sesungguhnya hal ini mendorong untuk
mencintai-Nya.</div>
<div dir="ltr">
7. Ketundukan hati yang sepenuhnya di hadapan Allah, inilah
yang paling mengagumkan dan tidak ada ungkapan lain dari maknanya
selain ini.</div>
<div dir="ltr">
8. Menyendiri dengan-Nya ketika waktu turunnya Allah untuk
bermunajat dan membaca kalam-Nya, menghadirkan hati, dan beradab dengan
adab penghambaan dihadapan-Nya, kemudian menutupnya dengan beristighfar
dan bertaubat.</div>
<div dir="ltr">
9. Bermajelis dengan para pecinta yang jujur, memetik hasil
terbaik dari perkataan mereka sebagaimana memilih buah-buahan yang
terbaik dan tidak berbicara kecuali jika kuat kemashlahatannya dan anda
mengetahui bahwa padanya ada perbaikan keadaan anda dan kemanfaatan bagi
selain anda.</div>
<div dir="ltr">
10. Menjauhi setiap sebab yang menghalangi antara hati dan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Mulia.</div>
<div dir="ltr">
Maka dari sepuluh sebab ini, sampailah para pecinta ke
kedudukan cinta dan masuk pada yang dicintai. Dan inti dari itu semua
adalah dua perkara; persiapan ruh terhadap hal ini dan terbukanya mata
hati.</div>
<div dir="ltr">
(Madarijus Salikin 2/529-530)</div>
<div dir="ltr">
<em>Ditulis oleh: <strong>Abu Abdillah Zaki ibnu Salman</strong></em></div>
<div dir="ltr">
<br /></div>
<div dir="ltr">
<em><strong><a href="http://forumsalafy.net/?p=757">sumber</a> </strong></em></div>
AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-4502351148024852652014-01-18T06:04:00.000+07:002014-01-18T06:04:07.881+07:00KONSEKUENSI SALING CINTA KARENA ALLAH (Faedah Ilmiyah Dari Asy Syaikh Albany Rahimahullah<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<strong><a href="http://2.bp.blogspot.com/-o4Dyd5cGCQw/Utm2lxpV74I/AAAAAAAAAe8/NV_b7RL6YV4/s1600/cinta.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/-o4Dyd5cGCQw/Utm2lxpV74I/AAAAAAAAAe8/NV_b7RL6YV4/s1600/cinta.jpg" /></a></strong></div>
<br />
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<strong>KONSEKUENSI SALING CINTA KARENA ALLAH (Faedah Ilmiyah Dari Asy Syaikh Albany Rahimahullah</strong></div>
<strong> </strong>
<br />
Faidah bersama Syaikh Al Albany.<br />
<br />
Penanya : “Seseorang yang mencintai saudaranya karena Allah, apakah dia wajib menyatakan,Aku mencintaimu karena Allah “?<br />
Syaikh : Benar, akan tetapi cinta karena Allah itu memiliki Nilai Tukar
yang tinggi, sedikit orang yang bisa membayarnya. Apakah kalian tahu
apakah Nilai Tukar untuk rasa cinta karena Allah ? Apakah ada diantara
kalian yang mengetahui Bentuk Nilai Harganya? Barangsiapa yang
mengetahui hendaknya memberikan jawaban…<br />
Salah seorang hadirin : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam
mengatakan “Ada tujuh golongan manusia yang mendapatkan naungan Allah
pada hari yang tidak ada naungan kecuali hanya naungan-Nya…diantara
mereka adalah dua orang yang saling mencintai karena Allah. Keduanya
berjumpa karena Allah, berpisah juga karena Allah”.<br />
Syaikh : “Ini merupakan suatu pernyataan yang benar didalam makna
yang terkandung didalamnya. Akan tetapi bukanlah merupakan jawaban untuk
pertanyaan yang disodorkan. Ini lebih mendekati definisi dari cinta
karena Allah, meskipun tidak dalam makna yang sempurna.<br />
Adapun pertanyaan yang saya sodorkan adalah, Apakah Nilai Tukar yang
harus dibayarkan sebagai harga dari dua orang yang saling mencintai
karena Allah? Yaitu yang harus keduanya saling membayarkan sebagai nilai
tukar ? Maksud saya bukanlah ganjaran yang akan didapatkan di akherat.<br />
Saya ingin mengatakan dalam pertanyaan saya, Apakah bukti perbuatan
nyata yang harus ditunjukkan oleh dua orang yang saling mencintai karena
Allah sebagai konsekwensi ?<br />
Karena bisa jadi ada dua orang yang telah mengikrarkan diantara
keduanya saling mencintai. Realita menunjukkan bahwa cintanya hanya
sesaat karena sebab tertentu. Terus apa hakekat saling mencinta karena
Allah ? Bagaimana pembuktian konsekuensinya?<br />
Salah seorang hadirin : “Hendaknya dia mencintai apa yang ada pada
saudaranya sebagaimana dia mencintai apa yang ada pada dirinya”.<br />
Syaikh : “Ini merupakan sifat cinta atau diantara sebagian sifat cinta”.<br />
Salah seorang hadirin : “Katakanlah, jika kalian mencintai Allah maka
ikutilah diriku, pasti Allah akan mencintai kalian (Ali Imran :31).<br />
Syaikh : “Ini jawaban yang benar tapi untuk pertanyaan yang lainnya”.<br />
Salah seorang hadirin : “Jawaban bisa jadi terletak didalam sebuah
hadits yang shahih berikut: “Ada tiga perkara, barangsiapa didapatkan
pada diri seseorang maka dia akan dapatkan manisnya Iman…Salah satunya
adalah dua orang yang saling mencintai karena Allah”.<br />
Syaikh : “Ini merupakan pengaruh dari rasa cinta karena Allah, yaitu dia merasakan rasa manis didalam hatinya.<br />
Salah seorang hadirin :”Allah Ta’ala berfirman, “Demi masa.Sungguh
manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan
beramal shalih, dan mereka saling mewasiatkan diatas Al Haq serta saling
mewasiatkan diatas Kesabaran”.<br />
Syaikh : Bagus sekali, ini dia jawaban yang paling tepat.
Penjelasannya adalah, jikalau misalnya saya mencintai dirimu karena
Allah, maka sebagai konsekuensi saya harus berusaha menjaga nasehat.
Demikian pula dirimu juga harus membalas dengan balasan yang semisal.<br />
Amat sedikit orang yang mengikrarkan saling mencinta karena Allah kemudian bisa menjaga cinta tersebut dengan saling bernasehat.<br />
Rasa cinta ini terselip didalamnya keikhlasan tapi lemah tidak dengan
sempurna. Dalam bentuk, masing-masing diantara keduanya berusaha
menjaga perasaan saudaranya, khawatir kecewa, khawatir menjauh, dan
kekhawatiran lainnya.<br />
Dari sisi inilah Cinta karena Allah memiliki nilai tukar yang tinggi.
Yaitu masing-masing orang yang saling mencintai untuk selalu menjaga
diri dengan cara saling menasehati.<br />
Dia perintahkan untuk mengerjakan yang Ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar secara berkesinambungan tanpa henti. Maka nasehat dari dirinya
ini menjadi naungan, sehingga benar apa yang selalu ada di tengah para
sahabat, ketika terjadi perselisihan diantara mereka, maka masing-masing
saling mengingatkan dengan membacakan “Demi masa. Sungguh manusia
berada dalam kerugian.Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal
shalih, serta saling mewasiatkan diatas Al Haq dan saling mewasiatkan
diatas kesabaran”.<br />
Referensi : Al Hawiy Min Fatawa Al Albany Hal 165-166.<br />
Faidah dari Al Ustadz Hamzah Rifai La Firlaz Hafizhahulloh<br />
<br />
<a href="http://forumsalafy.net/?p=558">sumber</a>AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-37754257138481658062014-01-18T05:43:00.003+07:002014-01-18T05:43:53.169+07:00Ku Temukan Cinta di Dalam Manhaj Salaf<h3 align="center" dir="LTR">
<b>Ku Temukan Cinta di Dalam Manhaj Salaf</b></h3>
<div align="center" dir="LTR">
Abu Nasiim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz</div>
<br />
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Judul tulisan di atas sengaja
saya ambil dari sebuah tema Daurah SMA se Eks Karesidenan Surakarta.
Ketika itu, mulai dari 25 Desember sampai dengan 28 Desember 2009,
Pesantren kami mengadakan kegiatan Daurah untuk yang ke-empat kalinya
bagi siswa-siswi SMA/SMK, memanfaatkan musim liburan.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Ketika sebagian muslimin ikut
terlena dalam perayaan Natal atau persiapan malam tahun baru, anak-anak
muda itu justru semangat-semangatnya mengkaji Islam berdasarkan Al
Qur’an, As Sunnah dan pemahaman Salaf. Rindu dan kangen rasanya dengan
momen-momen seperti itu.Sudah ratusan anak muda yang pernah mengecap
manisnya Daurah SMA/SMK tersebut. Entah di mana mereka sekarang?</div>
<div dir="LTR">
Semoga saja mereka tetap istiqomah!</div>
<div align="center" dir="LTR">
<b>O0000_____ooooO</b></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Bus yang kami gunakan
berukuran sedang. Kurang lebih, empat puluh kursi yang tersedia. Hari
Jum’at kemarin, untuk yang kedua kalinya, kawan-kawan dari kabupaten
Utmah mengajak saya untuk bergabung bersama mereka dalam kunjungan ke
Utmah. Kesempatan yang sulit ditolak! Utmah hari-hari ini dalam view
indah-indahnya, kata mereka.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Dalam perjalanan pulang,
menjelang maghrib, seorang kawan bernama Basyir Al Aanisi mengubah
suasana hening menjadi hidup. Dari tempat duduknya yang berada di ujung
kiri bagian belakang, ia didaulat untuk berkisah kecil tentang dirinya.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Ceritakanlah perantauanmu!
Pengembaraanmu untuk mencari kebenaran hakiki. Pengembaraan yang
membuatmu keluar masuk berbagai kelompok Islam. Buatlah kami belajar
darimu!”, kata wakil koordinator rombongan.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Mula-mula ia menolak. Dengan
malu-malu ia mengaku tidak pantas berbicara di hadapan kami serombongan.
Namun permintaan yang terus mengalir disertai dengan permohonan
bersama, ia pun mulai bercerita.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Sudah banyak kelompok Islam ia
datangi. Duduk, berjalan, berdiskusi, hidup dan bergaul di
tengah-tengah mereka. Bertahun-tahun lamanya ia mencari kedamaian di
hati, namun masih gersang juga hatinya. Ingin ia membasahi hati agar
segar, sejuk, hidup dan menyalurkan keteduhan ke seluruh jiwanya.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Kelihatannya ia berkisah
dengan hati. Itu terlihat dengan teriakan takbir secara spontan dari
sebagian peserta. Berkisahnya seakan membius kami. Terharu, tersentuh
dan tersentak kami dengan ceritanya.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Satu hal yang saya simpulkan
dari kelompok-kelompok itu! Tiap-tiap kelompok menuntut agar pengikutnya
memberikan sesuatu untuk kelompoknya. Ikhwanul Muslimin meminta suaramu
untuk menang pemilu. Jama’ah Tabligh mengharuskanmu untuk hidup
berhari-hari di jalanan. Mau tidak mau, kamu harus duduk khusyu’ di
depan kuburan jika bergabung bersama kaum Sufi”, katanya penuh semangat.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Ia melanjutkan,” Namun berbeda
sangat! Setelah saya mengenal Sunnah, Manhaj Salaf,apa yang dituntut?
Saya tidak dituntut agar memberikan apa-apa untuk Ahlus Sunnah!
Belajarlah agama untuk kepentinganmu sendiri! Shalat, puasa dan
beribadahlah untuk kebaikanmu sendiri! Engkau berdakwah? Itu bukan
karena dakwah membutuhkan kamu, tetapi kamulah yang membutuhkan dakwah!”</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Apakah kamu pernah menangis bahagia ketika mengenal manhaj Salaf? “,tanya seorang peserta.</div>
<div dir="LTR">
Ia menjawab dengan bercerita tentang dzikir pagi yang biasa ia baca,</div>
<blockquote>
<div align="center" dir="LTR">
اللَّهُمَّ مَا أَصْبَحَ بِي مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنْكَ وَحْدَكَ، لَا شَرِيكَ لَكَ، فَلَكَ الْحَمْدُ، وَلَكَ الشُّكْرُ</div>
<div dir="LTR">
<i>“Ya Allah,setiap nikmat yang aku rasakan di pagi ini,
hanyalah berasal dari-Mu semata. Tidak ada sekutu bagi-Mu. Maka segala
puji dan syukur hanyalah untuk-Mu”<a href="http://www.ibnutaimiyah.org/2013/12/ku-temukan-cinta-di-dalam-manhaj-salaf/#_ftn1" title=""><b>[1]</b></a></i></div>
</blockquote>
<div dir="LTR">
“Setiap aku membaca dzikir di atas, aku yakin bahwa nikmat
terbesar dalam hidupku adalah mengenal Sunnah, mendekap manhaj Salaf”,
katanya mengakhiri kisah.</div>
<div dir="LTR">
Kisah panjangnya itu mengundang banyak tanggapan dari peserta.</div>
<div dir="LTR">
“<i>Man jadda wajada</i>. Barangsiapa bersunggguh-sungguh, pasti ia akan memperoleh yang dicari”</div>
<div dir="LTR">
“<i>Man bahatsa amsaka</i>. Barangsiapa mencari, niscaya ia akan merengkuhnya”</div>
<div dir="LTR">
“<i>Lan ya’rifa ahadun qadral halaawah illa man jarrabal maraarah</i>. Tidak ada seorangpun yang benar-benar bisa menilai nilai “manis”,kecuali ia pernah merasakan “pahit”.</div>
<div dir="LTR">
Namun,yang terpenting dari itu semua adalah firman Allah Ta’ala ;</div>
<blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: center;">
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ</div>
<div align="center" dir="LTR">
<em>Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh
untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada
mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta
orang-orang yang berbuat baik. (QS. 29:69)</em></div>
</blockquote>
<div align="center" dir="LTR">
<b>O0000_____ooooO</b></div>
<div class="wp-caption alignleft" id="attachment_797" style="width: 269px;">
<a href="http://i0.wp.com/www.ibnutaimiyah.org/wp-content/uploads/2013/12/1471121_321005034705277_840144056_n.jpg"><img alt="masjid ibnu taimiyah" class=" wp-image-797" height="156" src="http://i0.wp.com/www.ibnutaimiyah.org/wp-content/uploads/2013/12/1471121_321005034705277_840144056_n.jpg?resize=259%2C156" width="259" /></a><div class="wp-caption-text">
masjid ibnu taimiyah</div>
</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Saya teringat tentang sebuah
malam di Masjid Ibnu Taimiyah, Solo. Seorang bapak berpenampilan rapi
terlihat begitu antusias di dalam kajian Islam selepas maghrib hari itu.
Dengan ditemani Bang Indra, seorang sahabat dekat, mengalirlah
perbincangan di antara kami. Saya, Bang Indra dan bapak itu.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Akhirnya,saya menemukan apa
yang saya cari-cari selama ini, Ustadz”, ujarnya. Secara ringkas, bapak
itu bercerita tentang latar belakangnya sebagai seorang seniman.
Kesukaan kepada dunia seni, menghantarkan beliau menjadi seorang dosen
seni di sebuah universitas negeri di kota Yogyakarta. Karir mentereng di
dunianya.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Beliau sempat menyatakan,”
Teman-teman saya banyak yang berpandangan atheis. Tidak meyakini
keberadaan sang Khalik. Awalnya saya pun terbawa oleh pandangan
tersebut. Namun, saya mulai merasakan kegalauan dan kegelisahan”.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Bapak itu bercerita tentang
usahanya yang tidak pernah kenal lelah untuk menemukan penawar
gelisahnya. Waktu dan kesempatan digunakan untuk melakukan browsing,
berselancar di dunia maya. Mencari dan terus mencari. Agama Islam yang
senyatanya banyak firqah dan kelompok sempalan di dalamnya, justru
menambah semangat beliau untuk terus mencari.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Nah, akhirnya saya ketemu
dengan Mas Indra di masjid kampung, Ustadz. Saya mulai sedikit-sedikit
merasakan apa yang selama ini telah hilang dari diri saya”, kata bapak
itu.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Tahukah Anda, di manakah titik
kulminasi kegelisahan beliau? Ketika beliau, dengan dasar ilmu seni
yang dimiliki, mengagumi keindahan alam semesta. Merenungkan keteraturan
angkasa raya ini.” Keteraturan yang maha sempurna ini tentu membuktikan
bahwa di sana ada Dzat yang mengaturnya!”, kata bapak itu penuh
semangat.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Subhaanallah! Kegelisahan
telah menghantarkan beliau ke Manhaj Salaf.Sebuah hasil pencarian.
Perjalanan spiritual untuk meraih cinta Ar Rahman.Semoga Allah
memberkahi beliau.</div>
<div align="center" dir="LTR">
<b>O0000_____ooooO</b></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Bersabar untuk merengkuh
nikmatnya hidup bermanhaj Salaf mengingatkan saya kepada sosok sederhana
dari sebuah desa kecil di Jawa Tengah. Perjalanan yang ia tempuh hingga
akhirnya merasakan indahnya Manhaj Salaf terbilang berliku-liku.
Profesi di bidang desain grafis ia tinggalkan karena tak bisa lepas dari
gambar makhluk bernyawa. Sebuah keputusan yang semakin memperuncing
konflik di dalam keluarga.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Istrinya menentang saat ia
mulai memanjangkan janggutnya. Perubahan demi perubahan sikap belum bisa
diimbangi oleh sang istri. Cekcok adalah santapan sehari-hari. Apalagi
pihak keluarga besar sudah mulai ikut campur. Cerita-cerita yang ia
sampaikan kepada saya memang menegangkan lagi mengharukan. Bahkan,
istrinya pernah lari menghilang.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Subhaanallah!</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Memang sudah menjadi <i>sunnatullah</i>,
siapa saja yang bertekad untuk menjadi hamba yang shalih, harus
dihadapkan dengan berbagai ujian. Apakah ia jujur? Apakah ia
bersungguh-sungguh? Apakah ia mudah putus asa? Cepat menyerah? Untuk
menguji, seberapa besarkah rasa cinta Nya kepada Allah?</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Hari masih begitu pagi, saat
ia mengetuk pintu rumah. Gelapnya malam belum terhapus bersih oleh
siang. Pasti ada sesuatu yang sangat penting, pikir saya saat itu.
Sambil menikmati sejuknya pagi, kami berdua terlibat perbincangan yang
serius. Iya, di teras depan rumah saya.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Ia tumpahkan semua
uneg-unegnya. Ia curahkan endapan rasa dari hatinya. Hampir saja ia
putus asa untuk membujuk istrinya. Menyedihkan!</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Begini, Mas. Setiap proses
pasti membutuhkan waktu. Coba Panjenengan jawab pertanyaan saya,” Berapa
tahun yang Antum butuhkan untuk berubah semacam ini? Sampai Antum
benar-benar menerima Manhaj Salaf sepenuh jiwa? Lama kan? Bertahun-tahun
kan?”, saya mengajaknya untuk berpikir tenang.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Seringkali kita dikuasai oleh
sikap egois. Kenapa egois? Bertahun-tahun lamanya kita berlari-lari,
mengitari sekian banyak titik, untuk mencari kebenaran hakiki. Akan
tetapi, setelah menemukannya, kita seakan “memaksakan” kebenaran itu
kepada orang-orang yang kita sayangi. Kita seolah “memaksakan” dalam
waktu sekejap, agar orangtua kita menjadi Salafy. Anak-anak, istri atau
suami menjadi Salafy.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Semua membutuhkan waktu, Mas.
Panjenengan mesti bersabar! Buktikan bahwa setelah menjadi Salafy,
Panjenengan semakin lebih baik lagi di dalam memperlakukannya sebagai
seorang istri. Kesankan dan hidupkan kesan di dalam hati istri bahwa
setelah menjadi Salafy ia akan bertambah bahagia, nyaman dan tentram!”,
pesan saya.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Subhaanallah! <i>Al Quluub bi yadillah</i>.
Hati manusia memang berada di antara jari jemari Allah! Waktu terus
berjalan dan di sebuah saat, sahabat saya di atas
menyampaikan,”Alhamdulillah, Ustadz. Istri saya sudah mau pakai jilbab”.
Beberapa bulan kemudian, ia bercerita kalau istrinya sudah mau diajak <i>ngaji</i>.
Dan, sebelum saya berangkat ke Yaman, sahabat saya ini telah menyewa
sebuah rumah sederhana di lingkungan Salafy bersama istri dan
anak-anaknya. <i>Walhamdulillah</i></div>
<div align="center" dir="LTR">
<b>O0000_____ooooO</b></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Pagi ini saya berhenti sejenak pada ayat ke-39 di dalam surat Al An’am.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Sangat indah!</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Menenangkan hati sekaligus
menghadirkan kecemasan. Hati menjadi tenang karena ayat tersebut sangat
menghibur mereka yang telah berjuang menyuarakan al haq, menyerukan
Manhaj Salaf, namun berakhir dengan penolakan. Di kesempatan yang sama,
ayat ini pun menghadirkan kecemasan, apakah kita mampu bertahan di atas
cahaya hidayah sampai nafas terakhir esok?</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Melalui ayat tersebut,Allah berfirman,</div>
<blockquote>
<div align="center" dir="LTR">
مَن يَشَإِ اللهُ يُضْلِلْهُ وَمَن يَشَأْ يَجْعَلْهُ عَلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ</div>
<div align="center" dir="LTR">
<i>Barangsiapa yang dikehendaki Allah
(kesesatannya), niscaya disesatkan-Nya. Dan barangsiapa yang dikehendaki
Allah (untuk mendapat petunjuk), Niscaya Dia menjadikannya berada di
atas jalan yang lurus. (QS. 6:39</i></div>
</blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Memberikan petunjuk atau menyesatkan adalah hak mutlak milik Allah. Semua ketetapan Nya pasti di atas hikmah dan keadilan. <i>Al Fadhlu lillahi wahdah</i>.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Namun, Allah tidak membiarkan
umat manusia begitu saja. Jalan-jalan hidayah telah diterangkan secara
sempurna oleh pesuruh-pesuruh Nya. Manusia diberi kemampuan melihat,
mendengar, mencerna ,mengolah dan berpikir. Tanda-tanda kebesaran Nya
jelas sekali terlihat di alam semesta ini. <i>Ayat syar’iyyah dan ayat kauniyyah</i>!</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Ah, bagaimana dengan kita?
Mampukah kita tetap istiqomah di jalan Allah sampai akhir hayat nanti?
Ya Allah,tetapkanlah hati kami di atas Islam, As Sunnah dan Thalabul
Ilmi. Amin yaa Arhamar Raahimiin.</div>
<div align="center" dir="LTR">
_Daar El Hadith Dzamar_Republic Of Yemen_sebagian dinukil dari buku <i>Resah, Kesah dan Gelisah Kita</i> (dalam proses)_Sabtu 11 Shafar 1435 H/14 Desember 2013_</div>
<hr align="right" size="1" width="33%" />
<div>
<div dir="LTR">
<a href="http://www.ibnutaimiyah.org/2013/12/ku-temukan-cinta-di-dalam-manhaj-salaf/#_ftnref1" title="">[1]</a>
Hadits Abdullah bin Ghannam Al Bayadhi riwayat Abu Dawud (5073) di
dhaifkan oleh Al Albani. Adapun Syaikh Ibnu Baaz menghasankan sanadnya. <i>Wallahu a’lam</i></div>
<div dir="LTR">
<br /></div>
<div dir="LTR">
<i><a href="http://www.ibnutaimiyah.org/2013/12/ku-temukan-cinta-di-dalam-manhaj-salaf/">sumber</a> </i></div>
</div>
<br />AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-45190186848180794142014-01-17T04:07:00.002+07:002014-01-17T04:07:54.033+07:00Nikmatnya Saling Berbagi<br /><div align="center" dir="LTR" style="text-align: center;">
<img alt="Nikmatnya Saling Berbagi" class="aligncenter" height="300" src="http://i0.wp.com/media-cache-ec0.pinimg.com/originals/44/da/98/44da983a8750ebd29139bc48ab122594.jpg?resize=450%2C300" title="Nikmatnya Saling Berbagi" width="450" /></div>
<div align="center" dir="LTR" style="text-align: justify;">
.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: center;">
<br /></div>
<h3 style="text-align: center;">
Nikmatnya Saling Berbagi</h3>
<div align="center" dir="LTR" style="text-align: center;">
oleh : Abu Nasim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz</div>
<div align="center" dir="LTR" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div align="center" dir="LTR" style="text-align: justify;">
Meja makan itu
sudah terhias sedemikian rupa. Macam-macam makanan telah terhidang.
Nasi, lauk pauk, sayur mayur, gorengan juga bebuahannya. Minuman yang
beraneka ragam juga tak mau ketinggalan. Belum lagi tatanan kue-kue
basah dan kering semakin menambah ramai hidangan buka puasa.
Hidangan-hidangan itu mulai disiapkan dan ditata semenjak siang hari.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Ketika terdengar kumandang
adzan Maghrib sebagai pertanda matahari telah tenggelam, segera saja
tangan-tangan anggota keluarga itu menyerang sajian berbuka yang memang
telah lama menunggu untuk disantap. Tidak bertahan lama, hanya dalam
hitungan menit, masing-masing telah merasa kenyang. Padahal belum
separuh sajian yang disantap. Hidangan berbuka itu masih terlihat
menumpuk.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Allahul Musta’an! Seperti
itulah watak manusia. Ia selalu berpikir dapat menghabiskan dan melahap
semua yang nampak di depan mata. Seakan-akan lambungnya mampu menampung
semua yang terhidangkan. Padahal segelas air dan beberapa sendok makanan
saja telah cukup mengenyangkannya.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Memang benar… salah satu
kebahagiaan orang yang berpuasa adalah saat ia berbuka. Rasulullah
menjelaskan hal ini di dalam hadits Abu Hurairah riwayat Bukhari dan
Muslim,</div>
<blockquote>
<div align="center" dir="LTR" style="text-align: right;">
وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ حِينَ يُفْطِرُ، وَفَرْحَةٌ حِينَ يَلْقَى رَبَّهُ</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Ada dua kebahagiaan yang akan
dirasakan oleh orang yang berpuasa. Kebahagiaan saat ia berbuka dan
kebahagiaan ketika ia berjumpa Rabb-nya”</div>
</blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Hanya saja,bagaimanakah
langkah yang benar untuk meluapkan kebahagiaan tersebut? Apakah dengan
menumpuk makanan buka di atas meja makan kita? Ataukah dengan menyewa
sebuah ruangan di restoran ternama lalu mengundang sahabat dan teman
untuk berbuka bersama? Atau harus bagaimana?</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Sebenarnya sah-sah saja jika
Anda menyiapkan beraneka ragam jenis makanan buka. Juga boleh-boleh saja
Anda menyewa sebuah ruangan di restoran kota Anda. Hanya saja yang
tidak boleh dilupakan adalah semangat saling berbagi dengan
saudara-saudara kita yang lebih membutuhkannya.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Semangat saling berbagi dengan
sesama saudara yang saling membutuhkan sejatinya adalah salah satu
semangat dari ibadah puasa di bulan Ramadhan.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Tidak perlu jauh-jauh ke sana
atau ke mari. Lihatlah diri kita sendiri! Bukankah kita merasakan lezat
dan nikmatnya kala berbuka? Padahal kita masih berpuasa terhitung dari
terbitnya fajar hari itu. Lalu bukankah saudara-saudara kita yang fakir
dan miskin akan jauh lebih bisa merasakan lezat dan nikmatnya “berbuka”
setelah berhari-hari mereka berpuasa?</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Lihatlah sekali lagi kepada
diri sendiri. Bukankah kita merasa senang dan bahagia jika mendapat
undangan berbuka dari kawan sejawat? Padahal di rumah sendiri,makanan
dan minuman berbuka juga telah tersedia dengan lengkap. Seperti itulah
perasaan –bahkan lebih dari itu-,saudara-saudara kita yang fakir dan
miskin jika mendapat undangan berbuka dari kita.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Zaid bin Khalid Al Juhani
(Tirmidzi 807 dishahihkan Al Albani dalam Shahih Targhib 1078)
meriwayatkan sabda Rasulullah yang berbunyi,</div>
<blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: right;">
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Siapa saja memberi makanan
berbuka untuk orang yang berpuasa,ia akan memperoleh pahala seperti
pahalanya. Hanya saja hal itu tidak mengurangi sedikit pun pahala orang
yang berpuasa”</div>
</blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Memang…salah satu
semangat yang harus terpancar dari ibadah puasa Ramadhan adalah
semangat saling berbagi. Sebagai bagian dari hikmah puasa, kita dididik
untuk bisa merasakan betapa sempit dan susahnya kaum miskin yang
sehari-harinya menahan lapar dan haus. Selain itu kita pun digembleng
untuk menjadi hamba yang banyak-banyak bersyukur. Ternyata…kita masih
lebih beruntung (dalam hal makan dan minum) bila dibandingkan dengan
saudara-saudara kita yang taraf hidupnya masih membutuhkan bantuan.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Alhamdulillah, kaum muslimin
di Indonesia memiliki semangat ini. Lihatlah semangat mereka yang
berusaha ikut berpartisipasi dengan mengirim makanan berbuka di
masjid-masjid. Apalagi masjid-masjid yang biasa dimanfaatkan sebagai
tempat persinggahan bagi kaum musafir, seringnya makanan berbuka
disiapkan untuk mereka oleh masyarakat sekitarnya.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Namun…akan lebih baik lagi
jika semangat saling berbagi ini terus digalakkan dan dijaga walaupun di
luar bulan Ramadhan. Istiqomah itu mahal! Pertahankan terus
semangat ini agar pahala yang dijanjikan Allah semakin berlipat ganda.
Artinya, berusahalah menjadi seorang dermawan di sepanjang tahun,
terutama di bulan Ramadhan.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Abdullah bin Abbas (Bukhari Muslim) menggambarkan pribadi Rasulullah kepada kita,</div>
<blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: right;">
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ
فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Rasulullah adalah sosok yang
paling dermawan. Apalagi di bulan Ramadhan, kedermawanan beliau semakin
terlihat. Ketika beliau bertemu Jibril”</div>
</blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Tidak usahlah menyusun rencana
yang muluk-muluk di bulan Ramadhan ini. Cukup Anda memberi makanan
berbuka untuk seorang tetangga yang terhitung fakir miskin. Setiap hari
cukup satu tetangga, namun rutin dijaga. Pasti luar biasa! Tidak perlu
spanduk, baliho, kardus bercap nama Anda atau hal-hal lain yang bisa
menjerumuskan seseorang ke dalam dosa riya’ dan sum’ah. Biarpun orang
lain tidak mengetahui kedermawanan Anda kepada kaum miskin, toh tidak
akan mempengaruhi amalan Anda.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Barangkali kegiatan semacam
ini pun bisa Anda manfaatkan untuk melatih kepekaan anak Anda tentang
lingkungan sosialnya. Didiklah anak Anda agar selalu sensitif dengan
keadaan tetangga. Alangkah tidak eloknya jika Anda merasakan kenyang,
sementara ada tetangga yang menahan lapar. Maka… utuslah anak Anda untuk
menghantarkan makanan berbuka itu untuk tetangga Anda. Jangan lupa,
ajarilah anak Anda untuk berbicara dan bersikap yang sopan. Jangan
sampai kata-kata dan sikap yang salah justru semakin menambah derita
tetangga Anda yang menerimanya.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Memperhatikan kaum fakir dan
miskin telah menjadi ajaran Islam yang sering terlupakan. Padahal
perhatian Islam sangatlah besar untuk mereka. Lihat saja beberapa
bentuk <em>kaffarah </em>(sanksi dari sebuah kesalahan), memberi makan
orang miskin menjadi salah satu pilihannya. Zakat,sedekah maupun infak
sebagiannya juga diserahkan untuk mereka. Nah…salah satu hikmah Ramadhan
adalah lebih memperhatikan mereka.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Mudah-mudahan selepas bulan
Ramadhan, kita menjadi hamba yang pandai bersyukur, semakin semangat
untuk berderma, menyayangi kaum fakir dan miskin juga bertambah kuat
energinya untuk saling berbagi.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Jangan sampai kita menjadi kaum pendusta agama! Siapakah mereka?</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Allah berfirman,</div>
<blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: right;">
أَرَءَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ وَلاَيَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
<em>.</em></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
<em>Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama (QS. 107:1)</em></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
<em>Itulah orang yang menghardik anak yatim, (QS. 107:2)</em></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
<em>dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (QS. 107:3)</em></div>
</blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Momen bulan Ramadhan adalan
momen yang sangat tepat untuk memulai hidup baru yang lebih baik.
Menjadi seorang hamba yang senang berbagi dengan kaum fakir dan miskin.
Sebagaimana kita merasakan senang saat diberi, ingatlah selalu bahwa
orang lain pun merasakan bahagia saat kita beri. Semoga saja Ramadhan
tahun ini menjadi Ramadhan yang tak terlupakan karena kita semakin
meresapi makna saling berbagi rasa di antara sesama kaum muslimin. Amin
yaa Arhamar Raahimin…</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
<a href="http://www.ibnutaimiyah.org/2013/07/nikmatnya-saling-berbagi/">sumber</a> </div>
AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-84716212046344207642014-01-17T04:04:00.000+07:002014-01-17T04:05:01.722+07:00Hukum Mendengar Murottal Musyari bin Rasyid Al-Afasi<h3 style="text-align: center;">
Hukum Mendengar Murottal Musyari bin Rasyid Al-Afasi</h3>
<div dir="LTR" style="text-align: center;">
Oleh Al Ustadz Abu Amr Ahmad Alfian</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Sebuah pertanyaan pernah diajukan kepada asy-Syaikh ‘Ubaid al-Jabiri <em>hafizhahullah</em>:</div>
<blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
<em>“Apa hukum mendengar
dzikir pagi-petang yang dikemas dalam suara merdu/nyanyian. Seperti
kaset yang telah beredar di pasaran dengan suara Musyari Al-’Afasi?”</em></div>
</blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
<strong>Jawab:</strong></div>
<blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
”Musyari al-’Afasi termasuk
orang-orang yang terfitnah dengan cara-cara shufiyyah. Oleh karena itu,
dia melakukan cara-cara nasyid yang diiringi dengan sandiwara. <strong>Orang seperti dia tidak boleh didengarkan.</strong><strong> </strong>Hendaknya kalian mendengarkan para qari dari kalangan salafiyyin, seperti asy-Syaikh ‘Ali Al-Hudzaifi.”</div>
</blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Sabtu, 8 Jumadil Akhir 1428H. Sumber http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=103812</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Pada kesempatan lain, asy-Syaikh Mahir al-Qahthani <em>hafizhahullah</em> mengatakan:</div>
<blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Dalam kesempatan ini akan aku
sebutkan banyak hal yang dinyanyikan oleh orang-orang. … yang itu semua
menyeret mereka untuk mengikuti hawa nafsu dan mengikuti sesuatu yang
tertanam di hati berupa senang mendengar hal-hal yang haram, berupa
nyanyian-nyanyian. Maka kalian lihat, ada yang menyanyikan <em>talbiyah</em>. Ini <em>muhdats </em>(bid’ah). Sampai juga menyanyikan shalawat Nabi di Hp-hp. Dan muncul sekarang dari<strong> Musyari al-’Afasi al-Khabits</strong> (orang yang jelek)<strong> </strong>dan yang lainnya, yaitu menyanyikan dzikir pagi dan petang.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Al-’Afasi ini sekarang
membolehkan mendengar nyanyian-nyanyian yang berisi dakwah. Dia
mengatakan, tidak mengapa mendengar musik dan nyanyian yang berisi
dakwah.”</div>
</blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Sumber http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=103812.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
<a href="http://www.ibnutaimiyah.org/tag/musyari-rasyid/">sumber</a> </div>
AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2491103479515002495.post-85036233910501055262014-01-17T03:58:00.000+07:002014-01-17T03:58:08.401+07:00Gadis Kecilmu?<h3 align="center" dir="LTR">
<b><img alt="" class="alignleft" height="171" src="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcS5iZokDGpgJN3WXKt9E4XT1OZ2aX2mbNNjjwkF3IMBhozCrR_H5g" width="295" /> </b></h3>
<h3 align="center" dir="LTR">
<b> </b></h3>
<h3 align="center" dir="LTR">
<b>Gadis Kecilmu?</b></h3>
<div align="center" dir="LTR">
<b>(Sebuah Catatan untuk Kaum Ayah)</b></div>
<div align="center" dir="LTR">
Abu Nasiim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz</div>
<div dir="LTR" style="text-align: right;">
.</div>
<div dir="LTR">
Miris dan mengerikan!!! <i>Naudzu billah min dzalik</i>.</div>
<blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Ingin menutup telinga dari
kenyataan, tidak mungkin bisa kita lakukan. Telinga, mata dan perasaan
kita telah tercabik-cabik hingga tak berbentuk lagi (bagi yang masih
memiliki hati). Dan saya yakin, dari sekian banyak kaum muslimin, masih
ada di antara mereka yang masih memiliki hati. Bagaimana dengan Anda?</div>
</blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Apa korelasi antara hati, Anda dan kalimat pembuka di atas? “Miris dan mengerikan!!! <i>Naudzu billah min dzalik</i>“.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
<img alt="" class="alignleft" height="171" src="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcS5iZokDGpgJN3WXKt9E4XT1OZ2aX2mbNNjjwkF3IMBhozCrR_H5g" width="295" />Saya
sedang berbicara tentang fakta pahit dan kenyataan yang tak
terbantahkan. Beberapa bencana besar telah melanda negeri. Dekadensi dan
keruntuhan moral telah menjadi bagian dari lantai dasar tempat kita
berpijak di negeri ini. Secara khusus lagi yang ingin saya sentuh dalam
catatan kecil ini adalah kaum remaja putri negeri.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Bukan menjadi rahasia lagi
jika di negeri ini telah berlaku praktek-praktek asusila. Mengeksplotasi
kaum remaja putri sebagai lumbung penghasilan seakan menjadi hal yang
tidak asing lagi. Bencana ini semakin bergelombang lagi ketika kaum
remaja putri itu sendiri tidak memiliki landasan hidup yang kokoh. Jauh
dari karekter seorang gadis muslimah!</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Hamil di luar nikah, <i>trafficking</i>, pemerkosaan, seks bebas, depresi, <i>broken home</i> dan nge-<i>punk </i>adalah
contoh kecilnya. Apakah tidak terlalu besar kita berharap? Berharap
lahirnya generasi Islam yang segagah para pendahulunya? Sementara
calon-calon ibu yang akan melahirkan generasi tersebut malah
dipinggirkan dan terlupakan?</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Kali ini saya tidak ingin
membicarakan mereka kaum awam. Mereka yang memang pada dasarnya tidak
tertarik untuk berpegang dengan Islam sebagai pedoman hidup. Saya ingin
“menyentil” kaum Ayah yang disebut-sebut orang sebagai kaum <i>ngaji</i>. Kaum Ayah yang -inginnya- mengikut Al Qur’an, As Sunnah dan Manhaj Salaf.Tentunya Anda dan saya sendiri termasuk, bukan?</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Tulisan ini tentang gadis kecilmu dan gadis kecilku. Putri-putri tersayang kita. <i>Baarakallahu fiikum</i></div>
<div align="center" dir="LTR">
<b>OOOOO_____OOOOO</b></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Sebelumnya saya menyampaikan
sejuta maaf untuk kaum Ibu. Bukan ingin mengecilkan arti seorang Ibu,
bukan pula hendak melupakan jasa dan peran seorang Ibu. Hanya saja, kali
ini saya ingin berbicara dengan kaum Ayah <i>min qalb ilaa qalb</i>. Dari hati ke hati.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Anak perempuan sangat
diperhatikan oleh Islam. Zaman jahiliyah, seorang anak perempuan yang
dilahirkan akan dikubur hidup-hidup. Bagi mereka, anak perempuan adalah
cela yang mencoreng ”nama baik” keluarga. Anak perempuan dipandang
rendah, tidak memiliki apa-apa, hanya beban saja dan tidak bisa
diharapkan. Padahal, siapa yang telah bersusah payah mengandung dan
melahirkan mereka? Ibu…Iya, Ibu mereka sendiri. Seorang perempuan.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Allah akan menuntut jawaban dan tanggung jawab dari mereka pada hari kiamat kelak. Allah berfirman tentang hari kiamat ;</div>
<blockquote>
<div align="center" dir="LTR" style="text-align: right;">
وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ بِأَيِّ ذَنبٍ قُتِلَتْ</div>
<div align="center" dir="LTR" style="text-align: left;">
<em>Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, (QS. 81:8)</em></div>
<div align="center" dir="LTR" style="text-align: left;">
<em>Karena dosa apakah dia dibunuh, (QS. 81:9)</em></div>
</blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
<img alt="" class="alignleft" height="181" src="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRRHDF5qfB2D7j3w2KR9vLzBkf1TiD3iuQh73dWuJ8RQNNFN3ylHw" width="279" />Ajaran
Islam yang amat mulia dan luhur mengajarkan kepada kita untuk
memberikan perhatian khusus kepada anak perempuan. Di pundak mereka lah
harapan agar terlahir nantinya generasi Islam yang tangguh. Sebab, kaum
Ibu adalah madrasah pertama dalam kehidupan.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Anak perempuan harus diperhatikan! Dan anak perempuan pun ingin selalu diperhatikan.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: right;">
.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: right;">
.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Secara khusus Rasulullah menjelaskan ;</div>
<blockquote>
<div align="center" dir="LTR" style="text-align: right;">
مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ، فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ</div>
<div dir="LTR" style="text-align: left;">
<em>“Siapa saja orangnya yang
diuji dengan sedikit saja (masalah) dari anak-anak perempuannya, namun
ia tetap berlaku dengan baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi
sebab penghalang dari api neraka” (Hadits Ibunda ‘Aisyah riwayat Bukhari
dan Muslim)</em></div>
</blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Ada janji besar dan pahala
indah untuk orangtua yang selalu bersabar di dalam mendidik, merawat,
menjaga dan mengasihi anak perempuan sepenuh hati. Bila sebagian orang
merasa “sedih” atau “kecil hati” dengan anak perempuan, Islam justru
melecut, memotivasi dan mencambuk orangtua untuk member perhatian khusus
terhadap anak perempuan.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Adakah yang tidak ingin
bersama nabi Muhammad di hari kiamat? Ingin tahu salah satu caranya?
Bacalah hadits berikut ini! Hadits Anas bin Malik riwayat Imam Muslim.</div>
<blockquote>
<div align="center" dir="LTR" style="text-align: right;">
مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ</div>
<div align="center" dir="LTR" style="text-align: left;">
<em>“Siapa saja yang merawat dua anak perempuan sampai mereka baligh, Saya dan dia akan datang bersama di hari kiamat”</em></div>
</blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Sabda di atas diucapkan oleh
nabi Muhammad dan setelah itu beliau menggabungkan jari jemarinya. Tanda
betapa dekatnya orang itu dengan Rasulullah kelak. Subhaanallah! Wahai
kaum Ayah, apakah Anda-Anda tidak tertarik?</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Apakah janji ini hanya berlaku
untuk mereka yang mendidik dua anak perempuan? Tidak! Di dalam sebuah
riwayat yang dishahihkan oleh Al Albani (Ash Shahihah 1027), disebutkan
jika janji di atas pun berlaku untuk orangtua yang mendidik, merawat dan
menjaga seorang anak perempuan. Benar! Satu anak perempuan pun bisa
menjadi jalan indah menuju surga bersama baginda Rasul.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Jangan sia-siakan peluang ini!!! <i>Baarakallahu fiikum</i>.</div>
<div align="center" dir="LTR" style="text-align: center;">
<b>OOOOO_____OOOOO</b></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Nah… sekarang saya ingin
berbicara tentang peran penting seorang Ayah. Tahukah Anda, wahai Ayah?
Seorang anak perempuan akan mengalami “mati rasa” bila tidak memperoleh
perhatian yang cukup dari ayahnya. Sudahkah Anda menyadari, wahai Ayah?
Seorang anak perempuan akan mengalami “hampa rasa” jika jiwanya tidak
dibasahi oleh aliran kasih sayang seorang ayah.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Apakah saya mengada-ada?
Ataukah Anda yang kurang peka? Apakah saya membuat-buat sendiri? Ataukah
Anda yang tidak menyadari? Apakah Anda harus menunggu putri Anda “mati
rasa” atau “hampa rasa” dan setelah itu barulah menyesal? Apakah Anda
harus mendengarnya secara langsung dari mereka untuk percaya kata-kata
saya? Padahal mereka lebih memilih untuk memendamnya di
hati.Sungguh,wahai Ayah…</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Inilah profil baginda Rasul sebagai seorang ayah!</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Selalu dan selalu hal ini
dilakukan oleh baginda Rasul kepada Fathimah. Setiap kali Fathimah
datang berkunjung, baginda Rasul akan bangkit berdiri, menyambut dan
mencium kening sang putri tercinta. Sudahkah hal ini Anda lakukan, wahai
Ayah?</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Betapa marahnya baginda Rasul
ketika mendengar Ali bin Abi Thalib (menantu beliau, istri Fathimah)
akan mempersunting putri Abu Jahal untuk dijadikan sebagai istri kedua.
Sabda apa ketika itu dari baginda Rasul?</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
“Sungguh! Bani Hasyim bin Al
Mughirah meminta izin kepadaku untuk menikahkah putri mereka dengan Ali
bin Abi Thalib. Dan aku tidak izinkan mereka! Aku tidak izinkan mereka!
Aku tidak izinkan mereka! Kecuali memang Ali bin Abi Thalib menceraikan
putriku untuk menikahi putri mereka!”</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Kemudian beliu melanjutkan,</div>
<blockquote>
<div align="center" dir="LTR" style="text-align: right;">
<em> فَإِنَّمَا ابْنَتِي بَضْعَةٌ مِنِّي، يَرِيبُنِي مَا رَابَهَا وَيُؤْذِينِي مَا آذَاهَا </em></div>
<div dir="LTR" style="text-align: left;">
<em>“Sungguh! Putriku itu tidak
lain dan tidak bukan adalah bagian diriku. Aku tidak senang sesuatu yang
tidak ia senangi. Apa yang membuatnya tersakiti juga membuat diriku
tersakiti” (HR Bukhari Muslim dari sahabat Al Miswar bin Makhramah)</em></div>
</blockquote>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Seperti inilah seorang ayah seharusnya!</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Apakah Anda bisa turut
merasakan kebahagiaan putri Anda? Ataukah Anda tidak pernah sama sekali
mengerti, kapankah putri Anda bahagia dan kapankah ia bersedih? Apakah
Anda bisa sama-sama merasakan sakit yang dirasakan oleh putri Anda?
Ataukah malah Anda yang menyakiti hatinya? Cobalah jujur kepada diri
sendiri!</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Perhatian dan kasih penuh yang
dicurahkan oleh nabi Muhammad telah membentuk karakter indah pada diri
Fathimah. Hari-harinya selalu diteduhi dan dinaungi cinta sang ayah.
Pantas saja jika Ibunda ‘Aisyah menyebut Fathimah sebagai orang yang
paling mirip dengan baginda Rasul. Cara duduknya, cara berjalannya, cara
berbicaranya dan segala-galanya.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Mengapa demikian?</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Seorang ayah adalah figur
terbaik untuk putrinya. Seorang ayah adalah cermin tempat putrinya
berkaca dan membentuk kepribadiannya. Apapun akhirnya nanti pada
karakter dan kepribadian seorang putri, maka ayahnya telah mengambil
peranan tersendiri.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Sekarang pertanyaannya,”Akan menjadi seperti apakah Anda akan membentuk putri Anda???”</div>
<div align="center" dir="LTR" style="text-align: center;">
<b>OOOOO_____OOOOO</b></div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Tahukah Anda, wahai Ayah? Apa yang sedang dan selalu dibayangkan dan diinginkan oleh putri Anda?</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Ia ingin disayang sepenuh
hati. Berharap cerita-cerita penggugah jiwa sebelum tidurnya. Ia ingin
didekap dan digandeng tangannya sambil Anda menanamkan nilai-nilai hidup
mulia di dadanya. Ia tak ingin –walaupun sekali- mendengar marahmu
dalam kata-kata bernada tinggi.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Jangan marah dan jangan emosi
ketika putri Anda menangis dan memegang erat tangan Anda ketika Anda
akan pergi meninggalkan rumah. Itu tanda cintanya, wahai Ayah!
Tangisannya adalah benang-benang cinta yang terajut kuat dalam lembaran
kasih seorang putri kepada ayahnya.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Ia ingin mendengar kisah-kisah
tentang ayahnya ketika muda, ketika kecilnya. Ia akan sangat bangga
ketika melantunkan kembali kisah-kisah Anda,” Kata Abiku gini lhooo!”
atau ” Abahku pernah cerita kayak gitu juga kok” atau “Abiku bilang itu
nggak boleh karena dilarang Allah”. Iya, seorang putri tidak akan mudah
melupakan pesan-pesan ayahnya.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Percaya ataukah tidak, wahai Ayah, seperti itulah faktanya!</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
<img alt="" class="alignright" height="168" src="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSYGDQyYU7rNvu7ol0-_byMSOW8D64pzlY8p6pVcvjuU_C0C6XC" width="300" />Jangan
terlambat, wahai Ayah! Sadarkah Anda di sana pun putri Anda mungkin
terluka? Walau ia tidak secara jujur mengungkapkanya. Iya, barangkali ia
sedang terluka di sana. Mengharapkan kasih sayangmu, kelembutanmu,
perhatianmu, waktumu, kisah-kisahmu? Cobalah bertanya tentang doa-doanya
untuk Anda.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Sebelum terlambat, raih dan
genggam tangannya! Ucapkan maaf dengan setulus kata. Gantilah
hari-harinya dahulu yang penuh dengan sendu menjadi hari-hari ceria.
Biarkan ia tersenyum indah menikmati sepoinya angin, cerahnya malam dan
sejuknya gemercik air.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Ingat, wahai Ayah! Gadis kecilmu itu barangkali akan menjadi gerbang menuju surgamu di hari akhirat kelak.</div>
<div dir="LTR" style="text-align: justify;">
Amin yaa Arhamar Raahimiiin</div>
<div align="center" dir="LTR" style="text-align: right;">
_Daar El Hadith Dzamar Republic of Yemen_05.12.13 (19.42)</div>
<div align="center" dir="LTR" style="text-align: right;">
_sambil berdoa untuk gadis kecilku : Izzah Zainatus Shofaa bintu Mukhtar La Firlaz_</div>
<div align="center" dir="LTR" style="text-align: right;">
<br /></div>
<div dir="LTR" style="text-align: left;">
<a href="http://www.ibnutaimiyah.org/2013/12/gadis-kecilmu/">sumber</a> </div>
AFChttp://www.blogger.com/profile/08624550411091653813noreply@blogger.com