Hukum Gambar Makhluk Bernyawa (bagian 3)
(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah)
Tema gambar, lukisan, atau patung makhluk bernyawa memang salah satu permasalahan yang membutuhkan pembahasan yang panjang. Edisi kali ini pun masih menyinggung hal tersebut. Ini dilakukan agar permasalahan menjadi lebih jelas dan tidak menumbuhkan keraguan di hati anda, pembaca.
Saudariku, dalam edisi yang lalu kita telah mengetahui larangan menggambar makhluk bernyawa dan menyimpannya. Pembahasan edisi inipun masih menyinggung tentang gambar makhluk bernyawa sehingga diharapkan permasalahan menjadi lebih gamblang lagi.
Al-Imam An-Nawawi t berkata: “Teman-teman kami (dari madzhab Syafi’iyyah, –pent.) dan selain mereka berkata: Meng-gambar makhluk yang bernyawa haram dengan sebenar-benarnya keharaman, termasuk dosa besar, karena diancam dengan ancaman yang keras sebagaimana tersebut dalam hadits-hadits. Baik orang yang membuat gambar itu bertujuan merendahkannya ataupun selainnya, perbuatannya tetap saja dihukumi haram, apapun keadaannya. Karena perbuatan demikian menandingi ciptaan Allah I. Baik gambar itu dibuat pada kain/ baju, hamparan/ permadani, dirham atau dinar, uang, bejana, tembok/ dinding, dan selainnya. Adapun menggambar pohon, pelana unta dan selainnya yang tidak mengandung gambar makhluk bernyawa, tidaklah diharamkan. Ini hukum gambar itu sendiri. Adapun mengambil gambar makhluk bernyawa untuk digantung di dinding, pada pakaian yang dikenakan, atau pada sorban dan semisalnya yang tidak terhitung direndahkan (bukan untuk diinjak-injak atau diduduki misalnya, –pent.) maka hukumnya haram. Bila gambar itu ada pada hamparan yang diinjak, pada bantalan dan semisalnya yang direndahkan maka tidaklah haram.”1
Al-Imam An-Nawawi t melanjutkan: “Tidak ada perbedaan dalam hal ini antara gambar yang memiliki bayangan dengan yang tidak memiliki bayangan (dua atau tiga dimensi, –pent.). Demikianlah kesimpulan madzhab kami dalam masalah ini. Jumhur ulama dari kalangan shahabat, tabi’in dan orang-orang setelah mereka juga berpendapat yang semakna dengan ini. Pendapat ini dipegangi Ats-Tsauri, Malik, Abu Hanifah, dan selain mereka.”
Az-Zuhri t menyatakan bahwa larangan menggambar ini umum, demikian pula penggunaannya, baik gambar itu berupa cap/ stempel/ lukisan pada baju/ kain ataupun bukan stempel. Baik gambar itu di dinding, kain, pada hamparan yang direndahkan (misal: perma-dani, red.), ataupun yang tidak direndahkan, sebagai pengamalan dzahir hadits, terlebih lagi hadits namruqah yang disebutkan Al-Imam Muslim. Ini pendapat yang kuat, kata Al-Imam An-Nawawi. (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 14/307-308)
Dalam masalah gambar yang berupa stempel/ lukisan pada kain, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani t menguatkan pendapat yang menyatakan jika gambar tersebut utuh dan jelas bentuknya maka haram. Namun jika gambar itu dipotong kepalanya, atau terpisah-pisah bagian tubuhnya maka boleh. (Fathul Bari, 10/480)2
Al-Imam An-Nawawi t berkata: “Teman-teman kami (dari madzhab Syafi’iyyah, –pent.) dan selain mereka berkata: Meng-gambar makhluk yang bernyawa haram dengan sebenar-benarnya keharaman, termasuk dosa besar, karena diancam dengan ancaman yang keras sebagaimana tersebut dalam hadits-hadits. Baik orang yang membuat gambar itu bertujuan merendahkannya ataupun selainnya, perbuatannya tetap saja dihukumi haram, apapun keadaannya. Karena perbuatan demikian menandingi ciptaan Allah I. Baik gambar itu dibuat pada kain/ baju, hamparan/ permadani, dirham atau dinar, uang, bejana, tembok/ dinding, dan selainnya. Adapun menggambar pohon, pelana unta dan selainnya yang tidak mengandung gambar makhluk bernyawa, tidaklah diharamkan. Ini hukum gambar itu sendiri. Adapun mengambil gambar makhluk bernyawa untuk digantung di dinding, pada pakaian yang dikenakan, atau pada sorban dan semisalnya yang tidak terhitung direndahkan (bukan untuk diinjak-injak atau diduduki misalnya, –pent.) maka hukumnya haram. Bila gambar itu ada pada hamparan yang diinjak, pada bantalan dan semisalnya yang direndahkan maka tidaklah haram.”1
Al-Imam An-Nawawi t melanjutkan: “Tidak ada perbedaan dalam hal ini antara gambar yang memiliki bayangan dengan yang tidak memiliki bayangan (dua atau tiga dimensi, –pent.). Demikianlah kesimpulan madzhab kami dalam masalah ini. Jumhur ulama dari kalangan shahabat, tabi’in dan orang-orang setelah mereka juga berpendapat yang semakna dengan ini. Pendapat ini dipegangi Ats-Tsauri, Malik, Abu Hanifah, dan selain mereka.”
Az-Zuhri t menyatakan bahwa larangan menggambar ini umum, demikian pula penggunaannya, baik gambar itu berupa cap/ stempel/ lukisan pada baju/ kain ataupun bukan stempel. Baik gambar itu di dinding, kain, pada hamparan yang direndahkan (misal: perma-dani, red.), ataupun yang tidak direndahkan, sebagai pengamalan dzahir hadits, terlebih lagi hadits namruqah yang disebutkan Al-Imam Muslim. Ini pendapat yang kuat, kata Al-Imam An-Nawawi. (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 14/307-308)
Dalam masalah gambar yang berupa stempel/ lukisan pada kain, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani t menguatkan pendapat yang menyatakan jika gambar tersebut utuh dan jelas bentuknya maka haram. Namun jika gambar itu dipotong kepalanya, atau terpisah-pisah bagian tubuhnya maka boleh. (Fathul Bari, 10/480)2
Malaikat Tidak Masuk ke dalam Rumah yang Ada Gambar Makhluk Hidupnya
Rasulullah n bersabda:
Rasulullah n bersabda:
“Malaikat tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar-gambar.”3
Al-Imam An-Nawawi t berkata: “Ulama berkata: Faktor penyebab terhalang-nya mereka (para malaikat) untuk masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat gambar adalah karena membuat dan menyimpan gambar merupakan perbuatan maksiat, perbuatan keji, dan menandingi ciptaan AllahI serta di antara gambar itu ada yang diibadahi selain ibadah kepada Allah I. Adapun sebab tercegahnya para malaikat itu untuk masuk rumah yang di dalamnya terdapat anjing karena anjing itu banyak memakan benda-benda yang najis. Dan juga di antara anjing itu ada yang dinamakan setan sebagaimana disebutkan dalam hadits.4 Sementara malaikat adalah lawan setan. Di samping itu, anjing memiliki aroma tidak sedap sedangkan malaikat tidak menyukai bau yang busuk, dan ada larangan dalam syariat ini untuk memelihara anjing5. Maka orang yang memelihara anjing di dalam rumahnya diberikan hukuman dengan diharamkannya para malaikat untuk masuk ke dalam rumahnya. Juga terhalang dari mendapatkan shalawat dan istighfar para malaikat, berikut keberkahannya dan penolakannya dari gangguan setan. Malaikat yang tidak masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada anjing atau gambar ini adalah malaikat yang berkeliling menyampaikan rahmah, barakah, dan mendoakan istighfar. Adapun malaikat hafazhah tetap masuk ke dalam semua rumah dan tidak pernah meninggalkan anak Adam dalam segala keadaan. Karena mereka diperintahkan untuk menghitung amalan anak Adam dan mencatatnya. Al-Khaththabi berkata: ‘Para malaikat itu hanyalah tidak masuk ke dalam rumah yang ada anjing atau gambar yang memang diharamkan. Adapun yang tidak diharamkan seperti anjing pemburu, anjing yang ditugasi menjaga sawah ladang dan hewan ternak, atau gambar yang dihinakan/ direndahkan yang ada di hamparan, bantal dan selainnya (yang diinjak/ diduduki), maka tidaklah mencegah masuknya para malaikat.’
Al-Qadhi mengisyaratkan semisal apa yang dikatakan Al-Khaththabi. Namun yang dzahir, ini meliputi seluruh anjing dan seluruh gambar makhluk hidup. Para malaikat tercegah untuk masuk karenanya, disebabkan hadits-hadits yang ada dalam masalah ini mutlak (tidak disebutkan adanya pengecualian atau pengkhususan, –pent.) Dan juga anjing kecil yang pernah ada di dalam rumah Nabi n tersembunyi di bawah tempat tidur. Ini merupakan udzur/ alasan yang besar tentunya, karena Nabi n tidak mengetahuinya. Namun ternyata tetap mencegah malaikat Jibril u untuk masuk ke rumah beliau. Seandainya udzur/ alasan adanya gambar dan anjing bisa diterima sehingga tidak mencegah masuknya para malaikat, niscaya malaikat Jibril pun tidak tercegah untuk masuk, wallahu a’lam.” (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 14/309-310)
Al-Imam An-Nawawi t berkata: “Ulama berkata: Faktor penyebab terhalang-nya mereka (para malaikat) untuk masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat gambar adalah karena membuat dan menyimpan gambar merupakan perbuatan maksiat, perbuatan keji, dan menandingi ciptaan AllahI serta di antara gambar itu ada yang diibadahi selain ibadah kepada Allah I. Adapun sebab tercegahnya para malaikat itu untuk masuk rumah yang di dalamnya terdapat anjing karena anjing itu banyak memakan benda-benda yang najis. Dan juga di antara anjing itu ada yang dinamakan setan sebagaimana disebutkan dalam hadits.4 Sementara malaikat adalah lawan setan. Di samping itu, anjing memiliki aroma tidak sedap sedangkan malaikat tidak menyukai bau yang busuk, dan ada larangan dalam syariat ini untuk memelihara anjing5. Maka orang yang memelihara anjing di dalam rumahnya diberikan hukuman dengan diharamkannya para malaikat untuk masuk ke dalam rumahnya. Juga terhalang dari mendapatkan shalawat dan istighfar para malaikat, berikut keberkahannya dan penolakannya dari gangguan setan. Malaikat yang tidak masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada anjing atau gambar ini adalah malaikat yang berkeliling menyampaikan rahmah, barakah, dan mendoakan istighfar. Adapun malaikat hafazhah tetap masuk ke dalam semua rumah dan tidak pernah meninggalkan anak Adam dalam segala keadaan. Karena mereka diperintahkan untuk menghitung amalan anak Adam dan mencatatnya. Al-Khaththabi berkata: ‘Para malaikat itu hanyalah tidak masuk ke dalam rumah yang ada anjing atau gambar yang memang diharamkan. Adapun yang tidak diharamkan seperti anjing pemburu, anjing yang ditugasi menjaga sawah ladang dan hewan ternak, atau gambar yang dihinakan/ direndahkan yang ada di hamparan, bantal dan selainnya (yang diinjak/ diduduki), maka tidaklah mencegah masuknya para malaikat.’
Al-Qadhi mengisyaratkan semisal apa yang dikatakan Al-Khaththabi. Namun yang dzahir, ini meliputi seluruh anjing dan seluruh gambar makhluk hidup. Para malaikat tercegah untuk masuk karenanya, disebabkan hadits-hadits yang ada dalam masalah ini mutlak (tidak disebutkan adanya pengecualian atau pengkhususan, –pent.) Dan juga anjing kecil yang pernah ada di dalam rumah Nabi n tersembunyi di bawah tempat tidur. Ini merupakan udzur/ alasan yang besar tentunya, karena Nabi n tidak mengetahuinya. Namun ternyata tetap mencegah malaikat Jibril u untuk masuk ke rumah beliau. Seandainya udzur/ alasan adanya gambar dan anjing bisa diterima sehingga tidak mencegah masuknya para malaikat, niscaya malaikat Jibril pun tidak tercegah untuk masuk, wallahu a’lam.” (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 14/309-310)
Mainan Anak-anak
Dikecualikan dari larangan mengambil gambar ini adalah mainan anak-anak/ boneka yang terbuat dari bulu/ wol dan kain, kata Asy-Syaikh Muqbil t6, dengan dalil berikut ini:
Ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz x berkata: “Nabi n mengirim utusan pada pagi hari ‘Asyura` (10 Muharram) ke kampung-kampung Anshar untuk mengumumkan:
Dikecualikan dari larangan mengambil gambar ini adalah mainan anak-anak/ boneka yang terbuat dari bulu/ wol dan kain, kata Asy-Syaikh Muqbil t6, dengan dalil berikut ini:
Ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz x berkata: “Nabi n mengirim utusan pada pagi hari ‘Asyura` (10 Muharram) ke kampung-kampung Anshar untuk mengumumkan:
“Siapa yang berpagi hari (di hari ini) dalam keadaan berbuka (tidak puasa) maka hendaklah ia sempurnakan sisa harinya (dengan berpuasa) dan siapa yang berpagi hari dalam keadaan puasa maka hendaklah ia terus puasa.”
Ar-Rubayyi’ berkata:
Ar-Rubayyi’ berkata:
“Kami pun puasa pada hari ‘Asyura` tersebut dan melatih anak-anak kami untuk puasa. Kami membuatkan untuk mereka mainan anak-anakan (boneka) dari bulu/ wol. Bila salah seorang dari mereka menangis minta makan, kami memberikan mainan tersebut kepadanya, demikian sampai saatnya berbuka puasa.”7
‘Aisyah x berkisah:
‘Aisyah x berkisah:
“Ia biasa bermain boneka anak perempuan di sisi Rasulullah n. Ia berkata: ‘Teman-teman kecilku biasa datang untuk bermain bersamaku. Namun bila Rasulullah n datang, mereka sembunyi (karena segan dan malu kepada beliau) dan beliau pun menggiring mereka kepadaku’.”8
Al-Qadhi ‘Iyadh berkata: “Dalam hadits ini menunjukkan bolehnya bermain boneka/ anak-anakan.” Beliau juga mengatakan: “Boneka/ anak-anakan dikhususkan dari pelarangan yang ada dalam hadits ini, dan juga karena ingin memberikan pendidikan dini kepada wanita dalam mengatur perkara diri mereka, rumah, dan anak-anak mereka (kelak).” (Al-Minhaj, 15/200)
Demikian saudariku, penjelasan yang dapat kami bawakan untukmu sebagai nasehat bagimu berkaitan dengan gambar makhluk bernyawa. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Al-Qadhi ‘Iyadh berkata: “Dalam hadits ini menunjukkan bolehnya bermain boneka/ anak-anakan.” Beliau juga mengatakan: “Boneka/ anak-anakan dikhususkan dari pelarangan yang ada dalam hadits ini, dan juga karena ingin memberikan pendidikan dini kepada wanita dalam mengatur perkara diri mereka, rumah, dan anak-anak mereka (kelak).” (Al-Minhaj, 15/200)
Demikian saudariku, penjelasan yang dapat kami bawakan untukmu sebagai nasehat bagimu berkaitan dengan gambar makhluk bernyawa. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Catatan Kaki:
1 Nampaknya An-Nawawi membolehkan membiarkan gambar tanpa dipotong asalkan tidak dipajang, yakni dihinakan seperti pada karpet dan sejenisnya (ed). Menurut penulis, tentunya setelah gambarnya tidak lagi utuh tapi dipotong-potong. Lihat pembahasan masalah ini dalam edisi yang lalu ketika Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani t mendudukkan dua hadits Aisyah x yang seakan bertentangan.
2 Namun bila masih ada kepalanya, maka tetap tidak boleh, karena Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Gambar itu dikatakan hidup bila memiliki kepala…” Lihat edisi 22, halaman 94. (ed)
3 HR. Al-Bukhari no. 5949 kitab Al-Libas, bab At-Tashawir dan Muslim no. 5481, 5482 kitab Al-Libas, bab Tahrim Tashwir Shurah Al-Hayawan…
4 Rasulullah n bersabda:
“Anjing hitam itu setan.” (HR. Muslim no. 1137, kitab Ash-Shalah, bab Qadru Ma Yasturul Mushalli)
5 Kecuali anjing pemburu dan anjing yang dilatih untuk tugas khusus.
6 Dalam kitabnya Hukmu Tashwir Dzawatil Arwah, hal. 59
7 HR. Al-Bukhari no. 1960 kitab Ash-Shaum, bab Shaumush Shibyan dan Muslim no. 2664 kitab Ash-Shiyam, bab Man Akala fi `Asyura` Falyakuffa Baqiyyata Yaumihi
8 HR. Muslim no. 6237 kitab Fadha`ilush Shahabah, bab Fi Fadhli `Aisyah x
2 Namun bila masih ada kepalanya, maka tetap tidak boleh, karena Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Gambar itu dikatakan hidup bila memiliki kepala…” Lihat edisi 22, halaman 94. (ed)
3 HR. Al-Bukhari no. 5949 kitab Al-Libas, bab At-Tashawir dan Muslim no. 5481, 5482 kitab Al-Libas, bab Tahrim Tashwir Shurah Al-Hayawan…
4 Rasulullah n bersabda:
“Anjing hitam itu setan.” (HR. Muslim no. 1137, kitab Ash-Shalah, bab Qadru Ma Yasturul Mushalli)
5 Kecuali anjing pemburu dan anjing yang dilatih untuk tugas khusus.
6 Dalam kitabnya Hukmu Tashwir Dzawatil Arwah, hal. 59
7 HR. Al-Bukhari no. 1960 kitab Ash-Shaum, bab Shaumush Shibyan dan Muslim no. 2664 kitab Ash-Shiyam, bab Man Akala fi `Asyura` Falyakuffa Baqiyyata Yaumihi
8 HR. Muslim no. 6237 kitab Fadha`ilush Shahabah, bab Fi Fadhli `Aisyah x