Islam Memuliakanmu Wahai Wanita
Sebuah hembusan syubhat dan tuduhan kosong yang datang dari arah orang-orang kafir dan munafik serta orang-orang yang tertipu dengan mereka bahwa Islam merendahkan martabat wanita, memperbudaknya, menghinakan, menekannya, menzhaliminya, mengungkungnya, serta berbagai macam tuduhan keji lainnya.
Tuduhan keji ini tiada gunanya. Ia hanyalah angin lalu dan lalat busuk yang akan pergi sendiri setelah nyatanya kebenaran!!
Islam adalah agama yang datang dari Allah Sang Pencipta
yang mengetahui segala seluk-beluk makhluk ciptaannya serta segala hajat
dan kemaslahatan mereka. Dialah yang mengatur posisi dan kedudukan makhluknya, termasuk kedudukan wanita dan lelaki. Allah telah menempatkan mereka dengan penempatan yang adil dan bijak, bukan curang dan khianat!!
Jika ingin melakukan studi secara seksama dari
lembaran-lemabran Al-Qur’an, maka kita akan mendapati pengaturan maha
hebat dalam memuliakan kaum wanita. Sehingga haram hukumnya seorang muslim menuduh bahwa Islam telah menzhalimi wanita. Bahkan para wanita belum pernah dimuliakan dalam sejarah bangsa kafir sebagaimana ia dimuliakan oleh Islam.
Lihat saja –sebagai contoh- Allah -Subhanahu wa Ta’ala-
memerintahkan kaum lelaki selaku suami agar memperlakukan wanita dengan
cara yang ma’ruf.
Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ
أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا
بِبَعْضِ مَا آَتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ
مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ
فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا
كَثِيرًا [النساء/19]
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu
mewarisi wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menghalangi mereka
(dari menikahi orang lain setelah menalaknya), karena hendak mengambil
kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali
bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata[1].
Dan Pergaulilah mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah), karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (QS. An-Nisaa’ : 19)
Menurut adat sebahagian Arab Jahiliyah apabila seorang
meninggal dunia, maka anaknya yang tertua atau anggota keluarganya yang
lain mewarisi janda itu. Janda tersebut boleh dikawini sendiri oleh si
anak atau dikawinkan dengan orang lain, tapi maharnya diambil oleh
pewaris atau tidak dibolehkan kawin lagi. [Lihat Fathul Qodir (2/106) karya Al-Imam Asy-Syaukaniy]
Islam datang menghapuskan aturan jahiliah yang merendahkan dan menyusahkan para wanita.
Sebab para wanita, mereka sejajarkan dengan barang (benda) warisan atau
mirip budak. Bahkan para wanita diberikan kebebasan oleh Allah untuk
menikahi lelaki usai masa iddah, bila ditinggal mati oleh sang suami
atau ditinggal karena talak. Ayat ini melarang suami menahan istri dan
membuatnya terkatung-katung sehingga membuat ia terzhalimi. Ayat ini
turun sebagai pelajaran bagi kaum lelaki bahwa tidak boleh membuat istri
terkatung-katung. Jika memang tidak menyukainya, maka ceraikan dengan
cara yang baik. Jangan nanti diceraikan saat ia minta dicerai sehingga
terjadi khulu’ (permintaan cerai dari pihak istri). Jika terjadi cerai,
maka ia pun harus membayar fidyah.
Islam telah menjaga hak-hak para wanita dan
menempatkan mereka pada kedudukan yang amat tinggi, walaupun kaum lelaki
tentunya lebih ditinggikan oleh Allah -Azza wa Jalla-.
Sehingga sebuah kekeliruan besar jika sebagian orang menuduh Islam telah
merendahkan martabat para wanita, mengungkungnya, dan menyepelekannya.
Sakingnya mulianya wanita di dalam Islam, Allah -Azza wa
Jalla- mewajibkan para wanita menutupi seluruh badannya dengan jilbab
yang syar’iy dan benar, bukan jilbab gaul yang ketat lagi transparan.
Apa hikmahnya? Hikmahnya agar para wanita terhormat dan tidak menjadi
bulan-bulanan dan permainan bagi para lelaki jahat dan berpenyakit hati.
Allah -Ta’ala- berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ
وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
رَحِيمًا [الأحزاب/59]
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan wanita-wanita orang mukmin, “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab : 59)
Al-Imam Abu Hayyan Al-Andalusiy -rahimahullah- berkata,
“Kebiasaan kaum jahiliah dulu bahwa wanita dan budak mereka
keluar dalam keadaan tampak wajahnya saat menggunakan pakain dan
kerudung. Sementara orang-orang yang suka berzina suka menghadang para
budak wanita, bila para wanita keluar di waktu malam untuk buang air di
sela-sela pohon kurma dan tempat-tempat cekung. Terkadang mereka
menghadang para wanita merdeka dengan alasan itu budak seraya berkata, “Kami menyangkanya budak!!”.
Maka wanita muslimah pun (setelah datangnya Islam) diperintahkan untuk
membedakan cara berpakaian mereka dengan para budak wanita dengan
menggunakan pakaian dan penutup serta menutup kepala dan wajah agar
mereka disegani dan tidak lagi diincar. Diriwayatkan bahwa dulu di Kota
Madinah ada suatu kaum yang suka duduk di tempat-tempat tinggi demi
mengintip para wanita, menghadang dan menggoda mereka. Lalu turunlah
ayat ini”. [Lihat Al-Bahr Al-Muhith (7/205), cet. Dar Al-Fikr]
Perhatikanlah keindahan Islam dalam memuliakan para wanita.
Semua ini membantah segala tuduhan keji dan opini buruk bahwa Islam
merendahkan para wanita.
Para wanita ditutup dan dijaga rapi badannya agar jangan dijadikan komoditi dagang murahan di depan para lelaki hidung belang dan play boy.
Lirik juga pemuliaan Islam terhadap wanita dalam hal
pekerjaan. Para lelaki sebagai suami diberi kewajiban mencari nafkah
bagi istri dan anak-anaknya agar Istri tidak keluar rumah sehingga
bercampur baur dengan kaum lelaki yang bukan mahramnya di lapangan
kerja. Cukup mereka membantu suami di rumah mendidik anak, mengurusi
rumah tangga dan hajat suami yang mampu mereka selesaikan di rumah. Ini
bukanlah larangan keluar secara mutlak sebagaimana yang dipahami oleh
orang jahil. Boleh mereka keluar dari rumah bila ada hajat yang amat
penting, seperti belajar, sholat, berjihad atau perkara lainnya yang
dibenarkan oleh agama. Jika tidak ada hajat yang amat penting, maka
sebaiknya mereka bersabar di rumah. Sebab keluarnya wanita dari rumah,
sering menimbulkan berbagai macam problema sosial. Wanita dengan
segala kelembutan dan kemolekannya seringkali menggoda dan
menggelincirkan kaum lelaki, baik para wanita sadari atau tidak.
Allah -Azza wa Jalla- berfirman kepada para wanita,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ
الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ
وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ [الأحزاب/33]
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan
janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah
yang dahulu dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah
dan Rasul-Nya”. (QS. Al-Ahzab : 33)
Jika para wanita bersabar tinggal di rumah membantu
pekerjaan orang tua atau suami bila sudah bersuami. Semua ini adalah
ibadah dan ketaatan yang akan diberi balasan besar bila para wanita
melakukannya karena taat kepada Allah.
Al-Imam Ibnu Asyur Al-Malikiy
-rahimahullah- berkata saat menjelaskan perintah tinggal di rumah bagi
para wanita, “Ini adalah perkara yang dikhususkan bagi mereka, yakni
wajibnya tinggal di rumah mereka sebagai bentuk pemuliaan bagi mereka
dan penguat bagi bagi kesucian mereka. Jadi, tinggalnya mereka di
rumah-rumah mereka adalah ibadah”. [Lihat At-Tahrir wa At-Tanwir (11/247)]
Adapun sikap kaum kafir terhadap wanita, maka mereka
menginginkan agar para wanita keluar dari rumah kemuliaannya, lalu
keluar menyaingi kaum lelaki dalam mengerjakan banyak job yang
semestinya ditangani kaum lelaki. Di tempat kerja mereka bercampur baur
dan saling bermuamalah bebas. Jangan heran bila banyak kerusakan sosial
timbul di masyarakat. Semua itu akibat bebasnya wanita bekerja di luar
rumah.
Itulah hasil emansipasi barat yang melanda negeri kita yang
tercinta ini. Kini meninggalkan jejak dan bekas buruk di masyarakat
Islam –secara khusus- dan seluruh masyarakat –secara umum-. Wallahul
musta’an.
Gerakan dan propaganda yang mengeluarkan wanita dari
rumahnya, lalu keluar kemana-mana dengan bebas, sebenarnya sudah ada
sejak dahulu kala. Sehingga mereka pun karenanya.
Syaikh Sholih bin Abdillah Al-Fauzan –hafizhahullah- berkata,
“Sikap orang-orang kafir terhadap wanita pada hari ini sama
dengan sikap mereka kemarin. Mereka ingin agar para wanita menangani
pekerjaan-pekerjaan kaum lelaki yang wanita tidak dicipta untuk itu dan
memang mereka tidak punya kesiapan dalam menanganinya. Orang-orang kafir
ingin agar para wanita keluar dari kemuliaan dan kesuciannya. Mereka
ingin agar wanita terpajang di depan mereka sehingga mereka dapat
bersenang-senang dengan para wanita dengan murahan selama wanita itu
masih hijau (muda). Namun bila sudah layu (tua), maka
akan membuangnya bersama sampah-sampah!! Akhirnya, jatuhlah perhiasan
itu (yakni, wanita) sampai ia mati dalam kondisi hina dan rendah”.
[Lihat Al-Mar'ah baina Takrim Al-Islam wa Da'aawa At-Tahrir (84-85) karya Muhammad bin Nashir Al-Uroiniy, cet. Mathba'ah Safir, 1420 H]
Para pembaca yang budiman, kemuliaan wanita semakin
diangkat dengan pendidikan yang mereka harus kecap sebagaimana halnya
lelaki.
Allah -Azza wa Jalla- berfiman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ
وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا
مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ
وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ [التحريم/6]
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan”. (QS. At-Tahrim : 06)
Al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thobariy -rahimahullah- berkata dalam menafsirkan ayat ini,
“Ajarilah sebagian orang atas sebagian yang lainnya sesuatu
yang dapat kalian gunakan dalam melindungi orang yang kalian ajari dari
neraka dan menghalau neraka darinya jika ia menagamalkannya berupa
ketaatan kepada Allah dan lakukanlah ketaatan kepada Allah”.[Lihat Jami' Al-Bayan (23/491), cet. Mu'assasah Ar-Risalah]
Kemudian Ath-Thobariy menyebutkan sebuah atsar dari sahabat Ali bin Abi Tholib -radhiyallahu anhu- bahwa maknanya “…peliharalah…” adalah ajarilah dan didiklah mereka.
Ini menunjukkan bahwa Islam dari dulu sudah mendorong para
suami dan penanggung jawab keluarga agar mereka mendidik keluarganya
agar mereka selamat di dunia dan akhirat dari neraka.
Ini membungkam mulut para pendusta yang menyatakan bahwa
Islam tidak memberikan pendidikan kepada wanita. Sehingga mereka pun
secara dusta menyatakan bahwa perempuan harus dientaskan dari
keterbelakangan dan kebodohannya. Muncullah istilah emansipasi wanita.
Seakan-akan wanita tidak diperhatikan dalam Islam, lalu orang-orang
kafir itulah yang memperhatikan para wanita dan memberikan pendidikan
kepada kaum wanita!!
Diantara pemuliaan Islam terhadap kaum wanita, Allah
menjaga dan menetapkan bagian warisan mereka di dalam Islam. Adapun di
zaman jahiliah, maka mereka tidak mendapatkan warisan, bahkan mereka
ikut diwarisi. Bagian-bagian mereka telah dijelaskan oleh Allah di awal-awal lembaran Surah An-Nisaa’.
Pembagian yang adil ini datang dari Allah Sang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Di dalamnya tidak ada kecurangan sedikit
pun. Allah menetapkan perbedaan bagian bagi setiap manusia berdasarkan
hajat dan kemaslahatan mereka menurut ilmu Allah -Azza wa Jalla-.
Kemudian sisi lain yang kadang kurang diperhatikan orang
bahwa Allah memerintahkan wanita sebagaimana hal pria agar menundukkan
pandangannya dari semua perkara yang haram dilihat demi menjaga dan
memuliakan wanita.
Allah -Ta’ala- berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ
وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ
بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ
أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُن
[النور : 30 ، 31]
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah
mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian
itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang
beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya”. (QS. An-Nuur : 30-31).
Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata,
“Ini adalah perintah dari Allah -Ta’ala- bagi para
hamba-Nya yang beriman agar mereka menundukkan sebagian pandangan mereka
dari sesuatu yang diharamkan bagi mereka. Jadi, janganlah mereka
melihat, kecuali kepada sesuatu yang Allah halalkan untuk dilihat oleh
mereka. Allah juga perintahkan agar menundukkan pandangan mereka dari
perkara-perkara haram (untuk dilihat). Jika kebetulan matanya melihat
sesuatu yang diharamkan, tanpa sengaja, maka hendaklah ia memalingkan
pandangannya dari hal itu dengan secepatnya”. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (6/41)]
Inilah petunjuk Islam bagi mata para lelaki dan wanita
sebagai bentuk penjagaan terhadap syahwat mereka agar tidak terjerumus
dalam kehinaan. Mereka harus memalingkan mata dari yang haram –misalnya,
wanita bukan mahram-, bila bertemu di jalan. Kalau pun melihatnya
karena tidak sengaja, maka segera palingkan mata ke arah lain. Ini
sesuai petunjuk dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- kepada umatnya.
Dari Jarir bin Abdillah Al-Bajaliy -radhiyallahu anhu- berkata,
سألت النبي صلى الله عليه وسلم، عن نظرة الفجأة، فأمرني أن أصرفَ بَصَري.
“Aku bertanya kepada Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-
tentang pandangan spontan (tiba-tiba). Beliau memerintahkanku untuk
memalingkan pandanganku”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (2159)]
Semua ini adalah bentuk penjagaan dan pemuliaan kepada wanita dari kubang-kubang kehinaan.
Inilah sebagian dari pemuliaan Islam terhadap wanita. Jika
kita ingin menghitungnya satu-persatu, maka perlu waktu yang panjang.
Semoga saja suatu saat kami akan angkat lagi sebagiannya pada waktu
lain.