.
.
Mengukur Rasa Jujur
(Rinai-rinai Cerita Episode Kedua)
Berkawan
dengan seseorang yang jujur itu sangat menyenangkan. Bukan
hanya terbatas pada kawan saja… Kejujuran akan menjadi anugerah indah
yang melekat seorang tetangga, pegawai, pimpinan, anak, suami, istri,
murid, guru, relasi bisnis atau siapa saja yang berinteraksi dengan
kita… Marilah bersama melatih diri untuk bersikap jujur…
Cerita berikut terhitung
singkat dan pendek. Hanya saja panjang dan pendeknya cerita bukanlah
satu-satunya alat ukur untuk menentukan kualitasnya. Seringkali
sebuah cerita pendek mampu menggetarkan hati, sementara yang panjang
malah membosankan.. Sepakat?
Dahulu kala…
Abul Hasan An Najjar –seorang ulama di masa itu- bertetangga dengan seseorang yang dikenal dermawan. Kita sebut saja tetangga beliau dengan Si Fulan. Dalam sebuah kesempatan di malam hari, seorang buta melintas di depan rumah Si Fulan. Orang buta itu belum pernah dikenal sebelumnya oleh Si Fulan.. Rasa iba yang berdasar dari sikap dermawannya, mendorong Si Fulan ingin berbagi dengan cara bersedekah.
Abul Hasan An Najjar –seorang ulama di masa itu- bertetangga dengan seseorang yang dikenal dermawan. Kita sebut saja tetangga beliau dengan Si Fulan. Dalam sebuah kesempatan di malam hari, seorang buta melintas di depan rumah Si Fulan. Orang buta itu belum pernah dikenal sebelumnya oleh Si Fulan.. Rasa iba yang berdasar dari sikap dermawannya, mendorong Si Fulan ingin berbagi dengan cara bersedekah.
Apa yang ia lakukan?
Ada dua kampil uang yang
selalu dibawa oleh Si Fulan kemanapun ia pergi. Sekampil berisi uang
dinar, yang sekampilnya lagi berisi uang dirham… Ketika itu, Si Fulan
hendak bersedekah sebesar satu dirham.. akan tetapi ia keliru memilih
kampil sehingga justru sekeping uang dinar yang malah berpindah tangan
ke orang buta tersebut.
Senang sekali orang yang buta itu!
Senang sekali orang yang buta itu!
Keesokan harinya… si buta
berangkat menuju sebuah toko kelontong yang berada tak jauh dari
rumahnya untuk sekadar berbelanja.. Ia berjalan dengan penuh keyakinan,
sekeping uang pemberian dari Si Fulan adalah sekeping uang dirham..
“Silahkan Anda menerima
sekeping dirham ini… Untuk membayar barang belanjaanku,maka sisanya
adalah sekian”, kata orang buta itu kepada si penjual setelah memilih
barang-barang belanjaan.
Si penjual terheran-heran dengan kejadian tersebut,” He…darimana kamu mempunyai uang dinar ini????!!!”
“Tadi malam aku diberi oleh Si Fulan”, jawab si buta.
Kata si penjual menerangkan,”Uang yang engkau bayarkan bukan sekeping dirham.. Uang ini adalah sekeping dinar”
“Tadi malam aku diberi oleh Si Fulan”, jawab si buta.
Kata si penjual menerangkan,”Uang yang engkau bayarkan bukan sekeping dirham.. Uang ini adalah sekeping dinar”
Tahukah Anda berapa besaran uang dinar dan dirham???
Sekeping dinar adalah uang emas dengan berat 4,25 gr… sementara sekeping dirham adalah uang perak dengan berat 2,975 gr…
Hari berikutnya… si buta
berusaha menemui kembali Si Fulan yang telah bersedekah untuknya.
Setelah bertemu, sambil menyerahkan sekeping dinar itu…
“Anda kemarin bersedekah
untukku dengan uang ini. Saya berpikir, sebenarnya Anda ingin bersedekah
dengan sekeping dirham, namun Anda keliru mengambil. Dan saya tidak
ingin menerima pemberian yang keliru semacam ini… Silahkan Anda
mengambil
kembali sekeping dinar ini”, kata si buta kepada Si Fulan.
Mendengar kejujuran luar
biasa semacam itu, Si Fulan langsung menyatakan, ”Kalau begitu, uang
dinar ini aku berikan untuk Anda saja.. Kemudian, silahkan Anda datang
menemui saya di setiap awal bulan agar saya bisa membalas
kejujuran Anda”
Sejak hari itu…setiap awal bulan si buta datang menemui Si Fulan untuk menerima lima keping dirham sebagai pemberian darinya.
Subhaanallah! Sangat…dan sangat-sangat luar biasa sekali!
Si buta mampu
mengendapkan rasanya untuk tidak terseret oleh arus
“mengejar kesempatan”… ia bisa mengendapkan rasanya untuk tidak terbawa
oleh gelombang ”menangkap peluang”… Dengan tenang dan indahnya ia
mengatur perasaan agar berjalan dan bersikap di atas kejujuran… Padahal
bisa saja ia bersukacita karena telah memperoleh sekeping dinar.. Namun,
ia tidak ingin bersukacita dengan cara semacam itu.
Begitupun sang penjual…
Sebenarnya ia memiliki kesempatan untuk menipu orang buta. Ia cukup
mengiyakan jika uang itu memang benar-benar sekeping dirham sebagaimana
keyakinan dan pengakuan si buta. Sejatinya ia mempunyai peluang
untuk memperoleh untung besar dalam waktu sepersekian menit hanya dengan
bersikap diam tanpa perlu menjelaskan bahwa uang yang dibawa si buta
adalah sekeping uang dinar.
Namun….sang penjual
sangat pandai mengendapkan rasa.. Jika saja hal di atas terjadi pada
diri kita.. kira-kira bagaimana perasaan kita???
Mungkin nafas menjadi naik turun tidak teratur,pandangan mata berbinar-binar dan gejolak-gejolak perasaan lainnya.
Bayangkan jika Anda
menjadi si buta! Bayangkan jika Anda menjadi si penjual ! Dan
bagaimanakah sikap dengan keputusan Anda jika Anda menjadi Si Fulan???
Abul Hasan An Najjar
mengatakan, ”Aku belum pernah menemui kejadian yang lebih menakjubkan
dari kejujuran si penjual dan orang buta itu. Seandainya hal semacam ini
ada di zaman kita, pasti akan terjadi yang sebaliknya”
_abu nasim mukhtar “iben” rifai la firlaz_06
Ramadhan 1434_14 Juli 2013_09.29_dari balik selembar
selimut_republik of rindoe_disadur dari Aniisul Jaliis 2/141