Mengenal al-Fuqaha’ as-Sab’ah (Tujuh Tokoh Ulama Ahli Fikih)
Kota Madinah menjadi pusat penggemblengan pahlawan-pahlawan Islam yang akan meneruskan tongkat estafet jihad fi sabilillah dan para ulama yang akan menyebarkan dakwah Islam di seluruh penjuru negeri. Seiring dengan pergantian waktu, namanya pun semakin bertambah harum semerbak laksana mawar yang sedang tumbuh merekah dengan warnanya yang indah dan berwarna-warni.
Halaqoh-halaqoh (majelis-majelis) ilmu tumbuh semarak dan berkembang dengan sangat pesatnya mewarnai kehidupan kaum muslimin, dengan dibawah bimbingan para ulama sahabat yang mereka telah mendapatkan warisan kenabian yang sangat berharga untuk kemudian mereka wariskan kepada generasi setelahnya. Maka lahirlah di tangan mereka, generasi terbaik kedua umat ini, yaitu generasi Tabi'in sebagaimana yang telah dikhabarkan oleh Rasululloh melalui lisan beliau kepada para sahabatnya. Kota Madinah pun menjadi impian, dambaan dan angan-angan para penuntut ilmu di seluruh penjuru negeri untuk dapat mereguk manisnya warisan nubuwah. Dan satu diantara sekian buah usaha pendidikan dan bimbingan para sahabat, lahirlah disana sejumlah para ulama ahli fikih yang dikenal dengan sebutan Fuqoha Sab'ah (7 tokoh ulama ahli fikih) yang mumpuni dalam hal ilmu dan amal.
Mereka adalah 7 orang ulama ahli fikih kota Madinah yang tidak saja diakui keluasan ilmunya oleh penduduk negeri tersebut namun diakui pula oleh para ulama di seluruh penjuru negeri.
Mereka adalah :
1. Sa'id bin al-Musayyib
2. 'Urwah bin az-Zubair
3. Sulaiman bin Yasar
4. Al-Qosim bin Muhammad
5. Abu Bakar bin 'Abdirrahman
6. Kharijah bin Zaid
7. 'Ubaidullah bin Abdillah bin 'Utbah
Mereka adalah tujuh orang ulama kota Madinah
yang keluasan ilmunya tidak saja diakui oleh penduduk negeri tersebut
namun diakui pula oleh para ulama di seluruh penjuru negeri. Dikatakan
oleh seorang penyair:
إِذَا قِيْلَ مَنْ فِي الْعِلْمِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ رِوَايَتُهُمْ لَيْسَتْ عَنِ الْعِـلْمِ خَارِجَةْ
فَقُلْ هُمْ عُبَيْدُ اللهِ عُرْوَةٌ قَاسِـمٌ سَعِيْدٌ أَبُوْبَكْرٍ سُلَيْـمَانُ خَـارِجَةْ
Jika dikatakan siapa (yang keluasan) ilmunya (seperti) tujuh lautan
Riwayat mereka tidak keluar dari ilmu
Katakanlah mereka itu adalah ‘Ubaidullah, Urwah, Qasim
Sa’id, Abu Bakr, Sulaiman, dan Kharijah
Dengan memohon pertolongan kepada Alloh Ta’ala,
berikut ini akan kami sebutkan biografi singkat mereka satu persatu,
insya Alloh kami akan menampilkannya secara bersambung, dimulai dengan
Sa’id bin al-Musayyib, penghulu para tabi’in, dengan harapan agar kita
semua bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari ilmu dan amalan yang
mereka miliki sehingga kita bisa meneladaninya dalam kehidupan kita di
zaman sekarang.
SA'ID BIN AL-MUSAYYIB
Penghulu Para Tabi'in
Kunyah dan Nama Lengkap
Beliau memiliki kunyah dan nama lengkap sebagai berikut :
Abu Muhammad
Sa'id bin al-Musayyib bin Hazn bin Abi Wahb bin 'Amr bin A'idz bin
'Imron bin Makhzum bin Yaqzhah al-Qurasyi al-Makhzumi al-Madani.
Dialah
seorang yang 'alim dari kalangan penduduk Madinah, seorang tokoh tabi'in
pada zamannya, seorang yang ahli dalam bidang fikih pada masanya,
seorang tokoh dari tujuh tokoh ahli fikih yang terkenal dalam sejarah
Islam dan bahkan termasuk dari pemimpin para ulama. Beliau menempati
thabaqah (tingkatan) yang kedua. Dilahirkan di kota Madinah, lewat 2 tahun dari masa kekhalifahan Umar bin al-Khattab.
Beliau adalah
seorang yang memiliki kepribadian yang bersahaja. Kepala dan jenggot
beliau berwarna putih dan beliau sangat menyenangi pakaian yang berwarna
putih. Salah seorang sahabat beliau pernah mengatakan: "Aku belum
pernah melihat Sa'id memakai pakaian selain pakaian putih."
Keilmuan, Ibadah Dan Akhlak
Beliau
bertemu dengan banyak sahabat dan meriwayatkan hadits dari mereka,
diantaranya adalah Umar bin al-Khattab, 'Utsman bin 'Affan, 'Ali bin Abi
Thalib, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-'Asy'ari, Sa'd bin Abi Waqqash,
'Aisyah binti Abi Bakr, Abu Hurairah, Abdullah bin 'Abbas, Muhammad bin
Maslamah, Ummu Salamah, Abdullah bin Umar, Sa'ad bin Ubadah, Abu Dzarr
al-Ghifari, Ubay bin Ka'b, Bilal bin Rabah, Abu Darda, Ummu Syuraik,
Hakim bin Hizam, Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash, Abi Said al-Khudri,
Hassan bin Tsabit, Shuhaib ar-Rumi, Shafwan bin 'Umayyah, Mu'awiyah bin
Abi Sufyan dll.
Beliau adalah orang yang paling mengetahui tentang hadits-hadits Abu Hurairah dan bahkan menikahi putrinya.
Dan diantara
para ulama yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah: al-Imam
az-Zuhri, Qotadah, 'Amr bin Dinar, Yahya bin Sa'id al-Anshori Syarik bin
Abi Namir, Abdurrahman bin Harmalah, 'Atha al-Khurasani, Maimun bin
Mihran dll.
Beliau adalah
seorang yang memiliki kelebihan dalam hal ilmu dan amalan. Tentang
kelebihan yang dimiliki oleh beliau dalam masalah ilmu diterangkan
sebagai berikut :
Para ulama
mengakui bahwasanya tidak ada seorangpun dari para ulama dan pejabat di
kalangan sahabat pada waktu itu bahkan sampaipun khalifah Abu Bakar
ash-Shiddiq, Umar bin al-Khattab dan 'Utsman bin 'Affan yang lebih 'alim
di dalam mengambil suatu keputusan selain beliau. Dan beliau memang
seorang mufti (pemberi fatwa) di zamannya dalam keadaan para sahabat
bahkan para pembesar sahabat masih hidup dikalangan kaum muslimin pada
zaman tersebut. [1]
Fatwa-fatwa
beliau dalam berbagai permasalahan selalu menjadi bahan rujukan kaum
muslimin dan selalu dikedepankan dalam menyelesaikan beberapa
permasalahan. Dan di kalangan para fuqoha (ahli dalam masalah fikih),
beliau adalah seorang yang sangat pandai dalam bidang fikih kemudian
hasil pemikiran-pemikiran beliau juga mendapat tempat yang utama di hati
kaum muslimin serta beliau pun menguasai masalah sunnah-sunnah
Rasululloh.
Dan dahulu Umar bin Abdil Aziz sewaktu masih menjabat sebagai gubernur di kota Madinah,
tidaklah dia berani memutuskan suatu perkara kecuali menanyakan
terlebih dahulu perkara tersebut kepada Sa'id bin al-Musayyib. Suatu
ketika Umar bin Abdul Aziz memiliki suatu perkara yang sangat
membutuhkan jawaban yang cepat dan tepat. Maka beliau mengutus salah
seorang utusan untuk menanyakan perkara tersebut kepada Sa'id bin
al-Musayyib. Alkisah sang utusan tersebut berhasil membawa Sa'id bin
al-Musayyib ke hadapan Umar bin Abdil Aziz. Melihat kedatangan Sa'id bin
al-Musayyib, terkejutlah Umar bin Abdil Aziz dan rona wajahnya berubah
menunjukkan rasa malu kepada beliau. Maka berkatalah Umar bin Abdil
Aziz: "Aku minta maaf kepadamu wahai Sa'id atas kesalahpahaman utusanku.
Sebenarnya aku mengutus dia adalah untuk menanyakan kepadamu tentang
suatu perkara di majelismu dan bukan untuk menyuruh engkau untuk hadir
di hadapanku."
Dikisahkan
pula bahwasanya beliau diberikan kelebihan oleh Alloh Ta'ala berupa
ilmu dalam hal tabir mimpi (menafsirkan mimpi seseorang) sebagaimana
kemampuan yang telah Alloh Ta'ala berikan kepada Nabi Yusuf 'alaihis
salam. Beliau mempelajari ilmu ini dari shahabiyah Asma binti Abi Bakr
ash-Shiddiq, dan Asma mengambil ilmu tersebut dari ayahnya yaitu Abu
Bakr ash-Shiddiq.
Tentang masalah ini, dikisahkan sebagai berikut:
Telah datang seorang laki-laki kepada beliau menceritakan tentang mimpinya:
"Dalam
mimpiku seakan-akan aku melihat Abdul Malik bin Marwan[2] kencing di
arah kiblat Masjid Nabawi sebanyak 4 kali." Maka Sa'id berkata: "Kalau
mimpimu memang benar seperti itu maka tafsirannya adalah sebagai
berikut: sesungguhnya akan lahir dari sulbi Abdul Malik bin Marwan 4
orang khalifah."[3]
Al-Hasan bin
Ali bin Abi Thalib menceritakan bahwasanya beliau melihat dalam mimpinya
seakan-akan diantara kedua matanya tertulis ayat:
قل هو الله أحد
maka dia dan keluarganya gembira dengan mimpi tersebut.
Maka
diceritakanlah mimpi tersebut kepada Sa'id bin al-Musayyib. Beliau
berkata menafsirkan mimpi tersebut: "Kalau memang benar mimpi yang
engkau ceritakan, maka ajalmu tinggal sebentar lagi." Dan Al-Hasan bin
Ali pun meninggal tidak lama setelah itu.
Seseorang menceritakan mimpinya kepada beliau: "Aku melihat dalam mimpiku seorang wanita cantik berada diatas puncak menara."
Kemudian beliau menafsirkannya bahwa al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi akan menikahi anak perempuan Abdullah bin Ja'far.
Seseorang
berkata kepada beliau: "Wahai Abu Muhammad, aku melihat dalam mimpiku
seakan-akan aku berada disebuah tempat yang teduh kemudian aku berdiri
di bawah sinar matahari." Beliau berkata: "Jika memang benar mimpimu
tersebut maka engkau sungguh akan keluar dari Islam." Kemudian orang itu
berkata lagi : "Wahai Abu Muhammad, sesungguhnya aku melihat dalam
mimpiku tersebut aku dipaksa keluar dari tempat yang teduh ke tempat
terik matahari, maka aku duduk dibawahnya." Beliau berkata: "Engkau akan
dipaksa untuk keluar dari Islam." Maka orang tersebut ditawan oleh
musuh dalam suatu pertempuran dan dipaksa untuk kafir namun kemudian
kembali kepada Islam.
Seseorang
menceritakan kepada beliau bahwa dalam mimpinya dia melihat seakan-akan
dia masuk ke dalam api. Kata beliau: "Engkau tidak akan mati sampai
engkau bisa mengarungi lautan, dan engkau mati dalam keadaan terbunuh.
Maka orang tersebut pergi mengarungi lautan dan telah dekat masa
kematian baginya.
Dia terbunuh pada peristiwa Qudaid yaitu
sebuah tempat yang terletak antara Makkah dan Madinah. Di tempat itulah
pada tahun 130 H pernah terjadi pertempuran hebat yang memakan banyak
korban antara penduduk Madinah dengan pasukan Abu Hamzah al-Khariji.
Beliau juga
merupakan seorang teladan di dalam semangatnya menuntut ilmu. Beliau
pernah berkata : Aku pernah melakukan perjalanan sehari semalam hanya
untuk mendapatkan satu hadits saja.
Dan tidak
kalah pula, beliau adalah seorang yang sangat semangat dalam beribadah
kepada Alloh Ta'ala. Dan beliau pernah mengatakan : "Aku tidak pernah
tertinggal shalat jama'ah sejak 40 tahun yang lalu." Beliau juga
berkata: "Tidaklah seorang muadzin mengumandangkan adzan sejak 30 tahun
yang lalu kecuali aku telah berada di masjid." Dan beliau juga sangat
rajin dan istiqomah dalam melaksanakan ibadah puasa. Dan selama
hidupnya beliau telah melaksanakan ibadah haji sebanyak 40 kali.
Beliau adalah
seorang ulama yang terkenal wara'. Tentang masalah wara'nya beliau,
pernah disebutkan dalam sebuah riwayat bahwasanya beliau mendapatkan
tawaran gaji tunjangan dari Baitul Mal (kas negara) sebanyak 30 ribu
lebih. Namun beliau menolak tawaran tersebut seraya berkata: "Aku tidak
membutuhkan terhadap harta tersebut."
Beliau pernah mengatakan: "Barangsiapa yang merasa cukup dengan Alloh Ta'ala maka manusia akan butuh kepadanya."
Bahkan
menjelang detik-detik kematiannya, beliau meninggalkan beberapa dinar
dan berkata: " Sesungguhnya Engkau mengetahui bahwasanya tidaklah aku
meninggalkan beberapa dinar kecuali akan terjaga dengannya hisabku dan
agamaku."
Dan beliau
mendapati pula masa berkuasanya gubernur al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi
di wilayah Irak. Dia adalah seorang penguasa yang paling kejam dan
sadis pada masa itu bahkan tidak ada yang setara dalam hal kekejamannya
dikalangan para penguasa pada masa sekarang. Ribuan kaum muslimin dan
para ulama menjadi korban keberingasannya. Sangat sedikit sekali
diantara kaum muslimin dan para ulama yang selamat dari tangannya. Dan
diantara para ulama yang selamat dari keberingasannya adalah Sa'id bin
al-Musayyib. Sampai-sampai ada salah seorang yang bertanya kepada
beliau: "Ada apa
sebenarnya dengan al-Hajjaj, kenapa dia tidak pernah memanggilmu untuk
menghadap kepadanya, dan dia tidak pernah mengganggumu dan menyakitimu
?" Beliau berkata : "Demi Allah aku tidak tahu, kecuali dulu aku pernah
melihat dia (al-Hajjaj) suatu hari masuk ke masjid bersama bapaknya,
kemudian dia melaksanakan sholat tapi dia tidak menyempurnakan ruku dan
sujudnya dengan baik.
Maka
mengambil batu kerikil dan aku lemparkan ke arahnya sebagai isyarat agar
dia menyempurnakan ruku dan sujudnya". Maka sejak saat itu al-Hajjaj
pun memperbagus sholatnya. Jadi seakan-akan al-Hajjaj berhutang budi
kepada beliau atas nasehatnya dalam memperbaiki cara sholatnya, oleh
karena itulah beliau aman dari gangguannya.
Pujian Para 'Ulama
Abdullah bin Umar berkata: "Sa'id bin al-Musayyib - demi Allah - adalah termasuk dari para mufti (ahli fatwa)."
Qotadah, Makhul, az-Zuhri dll berkata: "Tidaklah aku melihat seorang yang lebih alim daripada Sa'id bin al-Musayyib."
Ali bin
al-Madini berkata: "Aku tidaklah mengetahui salah seorang dari kalangan
tabi'in yang lebih luas ilmunya daripada Sa'id bin al-Musayyib. Dan dia
menurutku adalah seorang tabi'in yang paling mulia."
Maimun bin Mihran berkata: "Aku datang ke kota Madinah,
maka aku bertanya kepada penduduk Madinah tentang orang yang paling
pandai diantara mereka. Maka mereka pun mengarahkanku kepada Sa'id bin
al-Musayyib." Inilah perkataan Maimun bin Mihran-seorang tabi'i dalam
keadaan di kota tersebut masih ada Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah.[4]
Umar bin Abdil Aziz berkata: "Tidaklah ada seorang alimpun di kota Madinah
kecuali ia mendatangiku dengan ilmunya, adapun aku maka aku mendatangi
Sa'id bin al-Musayyib dengan apa yang ada pada sisinya dalam hal ilmu."
Cobaan
Telah menjadi
sunnatullah (ketetapan Alloh) bahwasanya setiap manusia yang hidup di
muka bumi pasti akan mengalami cobaan atau ujian.
Alloh berfirman di dalam QS. al-Ankabut ayat 2:
|=Å¡ymr& â¨$¨Z9$# br& (#þqä.uŽøIムbr& (#þqä9qà)tƒ $¨YtB#uä öNèdur Ÿw tbqãZtFøÿãƒ
Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami
telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (QS. al-Ankabut: 2)
Dan Rasulullah bersabda :
"Orang yang paling keras cobaannya adalah dari kalangan para nabi kemudian orang yang semisalnya dan orang yang semisalnya."
Diceritakan di masa berkuasanya sahabat Abdullah bin Zubair bahwa beliau mewakilkan kota Madinah
kepada Jabir bin al-Aswad az-Zuhri. Dia (Jabir) menyeru manusia untuk
berbaiat kepada Ibnu Zubair. Maka berkatalah Sa'id: "Aku tidak mau
berbaiat sampai manusia semuanya sepakat untuk membaiatnya". Maka diapun
dicambuk sebanyak 60 cambukan. Sampailah kabar tersebut kepada Ibnu
Zubair dan beliau menulis surat celaan kepada Jabir dan memerintahkan untuk membiarkan Sa'id bin al-Musayyib.
Kemudian pula
di masa berkuasanya khalifah al-Walid bin Abdil Malik dan Sulaiman bin
Abdil Malik. Beliau diminta untuk berbaiat kepada keduanya namun beliau
tidak segera menyambutnya dan menunggu situasi kondusif terlebih dahulu.
Maka beliau dicambuk sebanyak 60 cambukan dan diarak dihadapan
masyarakat dalam keadaan hanya memakai celana pendek kemudian setelah
itu dijebloskan ke dalam penjara.
Kemudian pula
beliau pernah disiksa oleh Abdul Malik bin Marwan berupa cambukan
sebanyak 50 kali kemudian dijemur di panas matahari dalam keadaan hanya
memakai celana pendek.
Dan bentuk
cobaan yang lain adalah pemerintah yang berkuasa pada saat itu melarang
kaum muslimin untuk duduk bermajelis dengan beliau.
Namun beliau menghadapi semua itu dengan penuh kesabaran dan selalu mengharap datangnya pertolongan dari Alloh Ta'ala.
Wafat
Beliau wafat
pada tahun 94 Hijriyah karena sakit keras yang menimpanya. Dan tahun
tersebut dikenal sebagai Tahun Fuqoha, karena banyaknya para fuqoha
(ulama ahli fikih) yang meninggal pada tahun tersebut.
Daftar rujukan:
- Siyar A’lamin Nubala’
- Al-Bidayah Wa Nihayah
- Tadzkiratul Huffazh
- Tahdzibut Tahdzib
- Taqribut Tahdzib
dirangkum oleh Abu 'Abdirrahman Muhammad Rifqi dan Abu Abdillah Kediri
[1] Namun
hal ini bukan menunjukkan bahwa beliau lebih utama daripada para
shahabat yang masih hidup ketika itu. Bahkan para shahabat radhiyallahu ‘anhum adalah orang-orang terbaik dan paling utama sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Tidak ada seorang pun yang datang setelah mereka -sampai hari kiamat
nanti- yang lebih utama dan lebih baik daripada para shahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in.
[3] Memang benar keempat anak Abdul Malik kemudian menjadi khalifah, yaitu Al-Walid, Sulaiman, Yazid, dan Hisyam.
[4] Sekali
lagi ini bukan menunjukkan bahwa beliau lebih mulia dan lebih baik
daripada ‘Abdullah bin ‘Abbas dan Abu Hurairah. Pernyataan ini
disebutkan sebatas untuk menggambarkan bagaimana luasnya ilmu beliau
tentang agama ini. Ahlussunnah tetap berada di atas aqidah bahwa para
shahabat radhiyallahu ‘anhum adalah orang-orang yang paling baik dan paling utama sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.