SEMUA ARTIKEL

http://almadiuniy.blogspot.com/2013/06/semua-artikel.html

Senin, 21 April 2014

Mengenal al-Fuqaha’ as-Sab’ah (Tujuh Tokoh Ulama Ahli Fikih)

Mengenal al-Fuqaha’ as-Sab’ah (Tujuh Tokoh Ulama Ahli Fikih)

Madinah an-Nabawiyah, memang telah menyimpan banyak kenangan bersejarah yang tidak akan terlupakan dalam sendi kehidupan kaum muslimin. Disanalah tonggak jihad fi sabilillah mulai dipancangkan dibawah naungan nubuwah dalam rangka meninggikan kalimat Alloh di muka bumi dan memadamkan api kesombongan dan keangkaramurkaan kaum musyrikin. Maka semakin tumbuh dan berkembang kota tersebut sebagai ibukota sebuah negara Islam yang baru lahir, di bawah pimpinan insan terbaik yang terlahir di muka bumi.
Kota Madinah menjadi pusat penggemblengan pahlawan-pahlawan Islam yang akan meneruskan tongkat estafet jihad fi sabilillah dan para ulama yang akan menyebarkan dakwah Islam di seluruh penjuru negeri. Seiring dengan pergantian waktu, namanya pun semakin bertambah harum semerbak laksana mawar yang sedang tumbuh merekah dengan warnanya yang indah dan berwarna-warni.
Halaqoh-halaqoh (majelis-majelis) ilmu tumbuh semarak dan berkembang dengan sangat pesatnya mewarnai kehidupan kaum muslimin, dengan dibawah bimbingan para ulama sahabat yang mereka telah mendapatkan warisan kenabian yang sangat berharga untuk kemudian mereka wariskan kepada generasi setelahnya. Maka lahirlah di tangan mereka, generasi terbaik kedua umat ini, yaitu generasi Tabi'in sebagaimana yang telah dikhabarkan oleh Rasululloh melalui lisan beliau kepada para sahabatnya. Kota Madinah pun menjadi impian, dambaan dan angan-angan para penuntut ilmu di seluruh penjuru negeri untuk dapat mereguk manisnya warisan nubuwah. Dan satu diantara sekian buah usaha pendidikan dan bimbingan para sahabat, lahirlah disana sejumlah para ulama ahli fikih yang dikenal dengan sebutan Fuqoha Sab'ah (7 tokoh ulama ahli fikih) yang mumpuni dalam hal ilmu dan amal.
Mereka adalah 7 orang ulama ahli fikih kota Madinah yang tidak saja diakui keluasan ilmunya oleh penduduk negeri tersebut namun diakui pula oleh para ulama di seluruh penjuru negeri.
Mereka adalah :
1. Sa'id bin al-Musayyib
2. 'Urwah bin az-Zubair
3. Sulaiman bin Yasar
4. Al-Qosim bin Muhammad
5. Abu Bakar bin 'Abdirrahman
6. Kharijah bin Zaid
7. 'Ubaidullah bin Abdillah bin 'Utbah
Mereka adalah tujuh orang ulama kota Madinah yang keluasan ilmunya tidak saja diakui oleh penduduk negeri tersebut namun diakui pula oleh para ulama di seluruh penjuru negeri. Dikatakan oleh seorang penyair:
إِذَا قِيْلَ مَنْ فِي الْعِلْمِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ                رِوَايَتُهُمْ لَيْسَتْ عَنِ الْعِـلْمِ خَارِجَةْ
فَقُلْ هُمْ عُبَيْدُ اللهِ عُرْوَةٌ قَاسِـمٌ                سَعِيْدٌ أَبُوْبَكْرٍ سُلَيْـمَانُ خَـارِجَةْ
Jika dikatakan siapa (yang keluasan) ilmunya (seperti) tujuh lautan
Riwayat mereka tidak keluar dari ilmu
Katakanlah mereka itu adalah ‘Ubaidullah, Urwah, Qasim
Sa’id, Abu Bakr, Sulaiman, dan Kharijah
Dengan memohon pertolongan kepada Alloh Ta’ala, berikut ini akan kami sebutkan biografi singkat mereka satu persatu, insya Alloh kami akan menampilkannya secara bersambung, dimulai dengan Sa’id bin al-Musayyib, penghulu para tabi’in, dengan harapan agar kita semua bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari ilmu dan amalan yang mereka miliki sehingga kita bisa meneladaninya dalam kehidupan kita di zaman sekarang.
SA'ID BIN AL-MUSAYYIB
Penghulu Para Tabi'in
Kunyah dan Nama Lengkap
Beliau memiliki kunyah dan nama lengkap sebagai berikut :
Abu Muhammad Sa'id bin al-Musayyib bin Hazn bin Abi Wahb bin 'Amr bin A'idz bin 'Imron bin Makhzum bin Yaqzhah al-Qurasyi al-Makhzumi al-Madani.
Dialah seorang yang 'alim dari kalangan penduduk Madinah, seorang tokoh tabi'in pada zamannya, seorang yang ahli dalam bidang fikih pada masanya, seorang tokoh dari tujuh tokoh ahli fikih yang terkenal dalam sejarah Islam dan bahkan termasuk dari pemimpin para ulama. Beliau menempati thabaqah (tingkatan) yang kedua. Dilahirkan di kota Madinah, lewat 2 tahun dari masa kekhalifahan Umar bin al-Khattab.
Beliau adalah seorang yang memiliki kepribadian yang bersahaja. Kepala dan jenggot beliau berwarna putih dan beliau sangat menyenangi pakaian yang berwarna putih. Salah seorang sahabat beliau pernah mengatakan: "Aku belum pernah melihat Sa'id memakai pakaian selain pakaian putih."
Keilmuan, Ibadah Dan Akhlak
Beliau bertemu dengan banyak sahabat dan meriwayatkan hadits  dari mereka, diantaranya adalah Umar bin al-Khattab, 'Utsman bin 'Affan, 'Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-'Asy'ari, Sa'd bin Abi Waqqash, 'Aisyah binti Abi Bakr, Abu Hurairah, Abdullah bin 'Abbas, Muhammad bin Maslamah, Ummu Salamah, Abdullah bin Umar, Sa'ad bin Ubadah, Abu Dzarr al-Ghifari, Ubay bin Ka'b, Bilal bin Rabah, Abu Darda, Ummu Syuraik, Hakim bin Hizam, Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash, Abi Said al-Khudri, Hassan bin Tsabit, Shuhaib ar-Rumi, Shafwan bin 'Umayyah, Mu'awiyah bin Abi Sufyan dll.
Beliau adalah orang yang paling mengetahui tentang hadits-hadits Abu Hurairah dan bahkan menikahi putrinya.
Dan diantara para ulama yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah: al-Imam az-Zuhri, Qotadah, 'Amr bin Dinar, Yahya bin Sa'id al-Anshori Syarik bin Abi Namir, Abdurrahman bin Harmalah, 'Atha al-Khurasani, Maimun bin Mihran dll.
Beliau adalah seorang yang memiliki kelebihan dalam hal ilmu dan amalan. Tentang kelebihan yang dimiliki oleh beliau dalam masalah ilmu diterangkan sebagai berikut :
Para ulama mengakui bahwasanya tidak ada seorangpun dari para ulama dan pejabat di kalangan sahabat pada waktu itu bahkan sampaipun khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin al-Khattab dan 'Utsman bin 'Affan yang lebih 'alim di dalam mengambil suatu keputusan selain beliau. Dan beliau memang seorang mufti (pemberi fatwa) di zamannya dalam keadaan para sahabat bahkan para pembesar sahabat masih hidup dikalangan kaum muslimin pada zaman tersebut. [1]
Fatwa-fatwa beliau dalam berbagai permasalahan selalu menjadi bahan rujukan kaum muslimin dan selalu dikedepankan dalam menyelesaikan beberapa permasalahan. Dan di kalangan para fuqoha (ahli dalam masalah fikih), beliau adalah seorang yang sangat pandai dalam bidang fikih kemudian hasil pemikiran-pemikiran beliau juga mendapat tempat yang utama di hati kaum muslimin serta beliau pun menguasai masalah sunnah-sunnah Rasululloh.
Dan dahulu Umar bin Abdil Aziz sewaktu masih menjabat sebagai gubernur di kota Madinah, tidaklah dia berani memutuskan suatu perkara kecuali menanyakan terlebih dahulu perkara tersebut kepada Sa'id bin al-Musayyib. Suatu ketika Umar bin Abdul Aziz memiliki suatu perkara yang sangat membutuhkan jawaban yang cepat dan tepat. Maka beliau mengutus salah seorang utusan untuk menanyakan perkara tersebut kepada Sa'id bin al-Musayyib. Alkisah sang utusan tersebut berhasil membawa Sa'id bin al-Musayyib ke hadapan Umar bin Abdil Aziz. Melihat kedatangan Sa'id bin al-Musayyib, terkejutlah Umar bin Abdil Aziz dan rona wajahnya berubah menunjukkan rasa malu kepada beliau. Maka berkatalah Umar bin Abdil Aziz: "Aku minta maaf kepadamu wahai Sa'id atas kesalahpahaman utusanku. Sebenarnya aku mengutus dia adalah untuk menanyakan kepadamu tentang suatu perkara di majelismu dan bukan untuk menyuruh engkau untuk hadir di hadapanku."
Dikisahkan pula bahwasanya beliau diberikan kelebihan oleh Alloh Ta'ala berupa  ilmu dalam hal tabir mimpi (menafsirkan mimpi seseorang) sebagaimana kemampuan yang telah Alloh Ta'ala berikan kepada Nabi Yusuf 'alaihis salam. Beliau mempelajari ilmu ini dari shahabiyah Asma binti Abi Bakr ash-Shiddiq, dan Asma mengambil ilmu tersebut dari ayahnya yaitu Abu Bakr ash-Shiddiq.
Tentang masalah ini, dikisahkan sebagai berikut:
Telah datang seorang laki-laki kepada beliau menceritakan tentang mimpinya:
"Dalam mimpiku seakan-akan aku melihat Abdul Malik bin Marwan[2] kencing di arah kiblat Masjid Nabawi sebanyak 4 kali." Maka Sa'id berkata: "Kalau mimpimu memang benar seperti itu maka tafsirannya adalah sebagai berikut: sesungguhnya akan lahir dari sulbi Abdul Malik bin Marwan 4 orang khalifah."[3]
Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib menceritakan bahwasanya beliau melihat dalam mimpinya seakan-akan diantara kedua matanya tertulis ayat:
قل هو الله أحد
maka dia dan keluarganya gembira dengan mimpi tersebut.
Maka diceritakanlah mimpi tersebut kepada Sa'id bin al-Musayyib. Beliau berkata menafsirkan mimpi tersebut: "Kalau memang benar mimpi yang engkau ceritakan, maka ajalmu tinggal sebentar lagi." Dan Al-Hasan bin Ali pun meninggal tidak lama setelah itu.
Seseorang menceritakan mimpinya kepada beliau: "Aku melihat dalam mimpiku seorang wanita cantik berada diatas puncak menara."
Kemudian beliau menafsirkannya bahwa al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi akan menikahi anak perempuan Abdullah bin Ja'far.
Seseorang berkata kepada beliau: "Wahai Abu Muhammad, aku melihat dalam mimpiku seakan-akan aku berada disebuah tempat yang teduh kemudian aku berdiri di bawah sinar matahari." Beliau berkata: "Jika memang benar mimpimu tersebut maka engkau sungguh akan keluar dari Islam." Kemudian orang itu berkata lagi : "Wahai Abu Muhammad, sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku tersebut aku dipaksa keluar dari tempat yang teduh ke tempat terik matahari, maka aku duduk dibawahnya." Beliau berkata: "Engkau akan dipaksa untuk keluar dari Islam." Maka orang tersebut ditawan oleh musuh dalam suatu pertempuran dan dipaksa untuk kafir namun kemudian kembali kepada Islam.
Seseorang menceritakan kepada beliau bahwa dalam mimpinya dia melihat seakan-akan dia masuk ke dalam api. Kata beliau: "Engkau tidak akan mati sampai engkau bisa mengarungi lautan, dan engkau mati dalam keadaan terbunuh. Maka orang tersebut pergi mengarungi lautan dan telah dekat masa kematian baginya.
Dia terbunuh pada peristiwa Qudaid  yaitu sebuah tempat yang terletak antara Makkah dan Madinah. Di tempat itulah pada tahun 130 H pernah terjadi pertempuran hebat yang memakan banyak korban antara penduduk Madinah dengan pasukan Abu Hamzah al-Khariji.
Beliau juga merupakan seorang teladan di dalam semangatnya menuntut ilmu. Beliau pernah berkata : Aku pernah melakukan perjalanan sehari semalam hanya untuk mendapatkan satu hadits saja.
Dan tidak kalah pula, beliau adalah seorang yang sangat semangat dalam beribadah kepada Alloh Ta'ala. Dan beliau pernah mengatakan : "Aku tidak pernah tertinggal shalat jama'ah sejak 40 tahun yang lalu." Beliau juga berkata: "Tidaklah seorang muadzin mengumandangkan adzan sejak 30 tahun yang lalu kecuali aku telah berada di masjid." Dan beliau juga sangat rajin dan istiqomah dalam melaksanakan ibadah puasa. Dan  selama hidupnya beliau telah melaksanakan ibadah haji sebanyak 40 kali.
Beliau adalah seorang ulama yang terkenal wara'. Tentang masalah wara'nya beliau, pernah disebutkan dalam sebuah riwayat bahwasanya beliau mendapatkan tawaran gaji tunjangan dari Baitul Mal (kas negara) sebanyak 30 ribu lebih. Namun beliau menolak tawaran tersebut seraya berkata: "Aku tidak membutuhkan terhadap harta tersebut."
Beliau pernah mengatakan: "Barangsiapa yang merasa cukup dengan Alloh Ta'ala maka manusia akan butuh kepadanya."
Bahkan menjelang detik-detik kematiannya, beliau meninggalkan beberapa dinar dan berkata: " Sesungguhnya Engkau mengetahui bahwasanya tidaklah aku meninggalkan beberapa dinar kecuali akan terjaga dengannya hisabku dan agamaku."
Dan beliau mendapati pula masa berkuasanya gubernur al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi di wilayah Irak. Dia adalah seorang penguasa yang paling kejam dan sadis pada masa itu bahkan tidak ada yang setara dalam hal kekejamannya dikalangan para penguasa pada masa sekarang. Ribuan kaum muslimin dan para ulama menjadi korban keberingasannya. Sangat sedikit sekali diantara kaum muslimin dan para ulama yang selamat dari tangannya. Dan diantara para ulama yang selamat dari keberingasannya adalah Sa'id bin al-Musayyib. Sampai-sampai ada salah seorang yang bertanya kepada beliau: "Ada apa sebenarnya dengan al-Hajjaj, kenapa dia tidak pernah memanggilmu untuk menghadap kepadanya, dan dia tidak pernah mengganggumu dan menyakitimu ?" Beliau berkata : "Demi Allah aku tidak tahu, kecuali dulu aku pernah melihat dia (al-Hajjaj) suatu hari masuk ke masjid bersama bapaknya, kemudian dia melaksanakan sholat tapi dia tidak menyempurnakan ruku dan sujudnya dengan baik.
Maka mengambil batu kerikil dan aku lemparkan ke arahnya sebagai isyarat agar dia menyempurnakan ruku dan sujudnya". Maka sejak saat itu al-Hajjaj pun memperbagus sholatnya. Jadi seakan-akan al-Hajjaj berhutang budi kepada beliau atas nasehatnya dalam memperbaiki cara sholatnya, oleh karena itulah beliau aman dari gangguannya.    
Pujian Para 'Ulama
Abdullah bin Umar berkata: "Sa'id bin al-Musayyib - demi Allah - adalah termasuk dari para mufti (ahli fatwa)."
Qotadah, Makhul, az-Zuhri dll berkata: "Tidaklah aku melihat seorang yang lebih alim daripada Sa'id bin al-Musayyib."
Ali bin al-Madini berkata: "Aku tidaklah mengetahui salah seorang dari kalangan tabi'in yang lebih luas ilmunya daripada Sa'id bin al-Musayyib. Dan dia menurutku adalah seorang tabi'in yang paling mulia."
Maimun bin Mihran berkata: "Aku datang ke kota Madinah, maka aku bertanya kepada penduduk Madinah tentang orang yang paling pandai diantara mereka. Maka mereka pun mengarahkanku kepada Sa'id bin al-Musayyib." Inilah perkataan Maimun bin Mihran-seorang tabi'i dalam keadaan di kota tersebut masih ada Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah.[4]
Umar bin Abdil Aziz berkata: "Tidaklah ada seorang alimpun di kota Madinah kecuali ia mendatangiku dengan ilmunya, adapun aku maka aku mendatangi Sa'id bin al-Musayyib dengan apa yang ada pada sisinya dalam hal ilmu."
Cobaan
Telah menjadi sunnatullah (ketetapan Alloh) bahwasanya setiap manusia  yang hidup di muka bumi pasti akan mengalami cobaan atau ujian.
Alloh berfirman di dalam QS. al-Ankabut ayat 2:
|=Å¡ymr& â¨$¨Z9$# br& (#þqä.uŽøIムbr& (#þqä9qà)tƒ $¨YtB#uä öNèdur Ÿw tbqãZtFøÿãƒ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (QS. al-Ankabut: 2)
Dan Rasulullah bersabda :
"Orang yang paling keras cobaannya adalah dari kalangan para nabi kemudian orang yang semisalnya dan orang yang semisalnya."
Diceritakan di masa berkuasanya sahabat Abdullah bin Zubair bahwa beliau mewakilkan kota Madinah kepada Jabir bin al-Aswad az-Zuhri. Dia (Jabir) menyeru manusia untuk berbaiat kepada Ibnu Zubair. Maka berkatalah Sa'id: "Aku tidak mau berbaiat sampai manusia semuanya sepakat untuk membaiatnya". Maka diapun dicambuk sebanyak 60 cambukan. Sampailah kabar tersebut kepada Ibnu Zubair dan beliau menulis surat celaan kepada Jabir dan memerintahkan untuk membiarkan Sa'id bin al-Musayyib.
Kemudian pula di masa berkuasanya khalifah al-Walid bin Abdil Malik dan Sulaiman bin Abdil Malik. Beliau diminta untuk berbaiat kepada keduanya namun beliau tidak segera menyambutnya dan menunggu situasi kondusif terlebih dahulu. Maka beliau dicambuk sebanyak 60 cambukan dan diarak dihadapan masyarakat dalam keadaan hanya memakai celana pendek kemudian setelah itu dijebloskan ke dalam penjara.
Kemudian pula beliau pernah disiksa oleh Abdul Malik bin Marwan berupa cambukan sebanyak 50 kali kemudian dijemur di panas matahari dalam keadaan hanya memakai celana pendek.
Dan bentuk cobaan yang lain adalah pemerintah yang berkuasa pada saat itu melarang kaum muslimin untuk duduk bermajelis dengan beliau.
Namun beliau menghadapi semua itu dengan penuh kesabaran dan selalu mengharap datangnya pertolongan dari Alloh Ta'ala.
Wafat
Beliau wafat pada tahun 94 Hijriyah karena sakit keras yang menimpanya. Dan tahun tersebut dikenal sebagai Tahun Fuqoha, karena banyaknya para fuqoha (ulama ahli fikih) yang meninggal pada tahun tersebut.   
Daftar rujukan:
  1. Siyar A’lamin Nubala’
  2. Al-Bidayah Wa Nihayah
  3. Tadzkiratul Huffazh
  4. Tahdzibut Tahdzib
  5. Taqribut Tahdzib
dirangkum oleh Abu 'Abdirrahman Muhammad Rifqi dan Abu Abdillah Kediri


[1] Namun hal ini bukan menunjukkan bahwa beliau lebih utama daripada para shahabat yang masih hidup ketika itu. Bahkan para shahabat radhiyallahu ‘anhum adalah orang-orang terbaik dan paling utama sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak ada seorang pun yang datang setelah mereka -sampai hari kiamat nanti- yang lebih utama dan lebih baik daripada para shahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in.
[2] Salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berkuasa antara tahun 64 H sampai 86 H.
[3] Memang benar keempat anak Abdul Malik kemudian menjadi khalifah, yaitu Al-Walid, Sulaiman, Yazid, dan Hisyam.
[4] Sekali lagi ini bukan menunjukkan bahwa beliau lebih mulia dan lebih baik daripada ‘Abdullah bin ‘Abbas  dan Abu Hurairah. Pernyataan ini disebutkan sebatas untuk menggambarkan bagaimana luasnya ilmu beliau tentang agama ini. Ahlussunnah tetap berada di atas aqidah bahwa para shahabat radhiyallahu ‘anhum adalah orang-orang yang paling baik dan paling utama sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.