SEMUA ARTIKEL

http://almadiuniy.blogspot.com/2013/06/semua-artikel.html

Rabu, 04 Desember 2013

Hadits berisyarat di antara dua sujud

Hadits berisyarat di antara dua sujud

Tanya: Assalamu ‘alaikum. Afwan ustadz, ada teman di Kendari yang berisyarat dengan jari telunjuknya saat ia duduk diantara dua sujud. Masyarakat pun heran. Apakah teman itu di atas sunnah? Takut kalau saya  ingkari ternyata ada dalilnya. Syukron jawabannya. (Yunus Kendari)
Jawab: Wa ‘alaikumus salam wa rohmatullahi wa barokaatuh. Apa yang dilakukan oleh teman anda adalah perbuatan yang keliru. Berisyarat dengan jari telunjuk saat duduk di antara dua sujud merupakan perkara yang tidak memiliki dasar dalam agama.
Memang ada sebagian orang yang menyatakan hal itu sunnah. Mereka dasari pendapat itu dengan hadits yang shohih, namun tidak gamblang. Ada juga hadits yang gamblang menguatkan pendapat itu, hanya saja haditsnya lemah!!
Sebagai rincian, ikuti pembahasan di bawah ini:
  • Mereka berdalil dengan hadits Ibnu Umar dalam Shohih Muslim tentang bolehnya berisyarat dengan jari telunjuk  di antara dua sujud. Lafazhnya sebagai berikut :
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا جَلَسَ فِى الصَّلاَةِ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ وَرَفَعَ إِصْبَعَهُ الْيُمْنَى الَّتِى تَلِى الإِبْهَامَ فَدَعَا بِهَا وَيَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى بَاسِطُهَا عَلَيْهَا
“Sesungguhnya Nabi Shollallahu Alaihi Wasallam apabila duduk dalam sholat, beliau meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya dan mengangkat telunjuk tangan kanannya yang dekat dengan jempol. Lalu beliau berdoa dengannya, sedang tangan kirinya berada di atas lutut kirinya sambil dihamparkan”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (no. 580)]
Hadits ini tidaklah boleh dijadikan dalil bolehnya berisyarat dengan jari telunjuk  diantara dua sujud, sebab hadits ini muthlaq, tidak jelas duduk manakah yang dimaksudkan dalam hadits di atas, apakah maksudnya duduk diantara dua sujud ataukah duduk tasyahud? Hadits ini kurang jelas!! Oleh karenanya, tak boleh dijadikan dalil dalam masalah ini!!!
Bahkan hadits ini merupakan dalil disyariatkannya berisyarat dengan jari telunjuk ketika duduk tasyahud berdasarkan hadits Ibnu Umar sendiri. Di dalamnya dijelaskan bahwa duduk yang di maksudkan dalam hadits Ibnu Umar yang pertama di atas adalah duduk di antara dua sujud.
Lafazhnya sebagai berikut,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا قَعَدَ فِى التَّشَهُّدِ وَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُمْنَى وَعَقَدَ ثَلاَثَةً وَخَمْسِينَ وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ
“Apabila Rasulullah Shollallahu alaihi  Wasallam duduk ketika tasyahhud, beliau letakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya dan tangan kanannya di atas lutut kanannya, sambil melingkarkan ibu jarinya dengan jari tengahnya dan berisyarat dengan jari telunjuknya”. [HR.Muslim dalam  Shohih-nya (580), Abu Dawud dalam Sunan-nya (980), At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (294), An-Nasa'iy dalam Al-Mujtaba (1275), dan Ad-Darimiy dalam Sunan-nya (1339)]
Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- berkata,
“Ibnu Rusyaid berkata, “Jika disebutkan dalam beberapa hadits kata [duduk] dalam sholat begitu saja, tanpa dijelaskan tempatnya, maka yang dimaksud adalah duduk tasyahhud”.[Lihat Fathul Bari (2/310)]
  • Mereka juga berdalil dalam membolehkan berisyarat dengan jari telunjuk di antara kedua sujud dengan sebuah hadits dari sahabat Wa’il bin Hujr -radhiyallahu anhu-, ia berkata:
رمقت النبي صلى الله عليه وسلم فرفع يديه في الصلاة حين كبر,ثم حين كبر رفع يديه ، ثم إذا قال: (سمع الله لمن حمده) رفع. قال:ثم جلس فافترش رجله اليسرى ،ثم وضع يده اليسرى على ركبته اليسرى،وذراعه اليمنى على فخذه اليمنى ،ثم أشار بسبابته ووضع الإبهام على الوسطى حلق بها، وقبض سائرأصابعه،ثم سجد ، فكانت يداه حذو أذنيه.
“Saya memperhatikan Nabi Shollallahu alaihi wasallam, beliau mengangkat kedua tangannnya dalam sholat ketika ia bertakbir. Tatkala bertakbir, beliau mengangkat kedua tangannya. Jika beliau berdoa: Sami’allahu liman hamidah, ia angkat kedua tangannya. Kemudian (Wa’il) berkata :”Lalu beliau duduk sambil menghamparkan kaki kirinya, lalu meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya, dan lengan kanannya di atas paha kanannya. Kemudian beliau berisyarat dengan jari telunjuknya dan meletakkan ibu jarinya pada jari tengahnya sambil dilingkarkan serta mengepalkan jari-jarinya yang lain lalu beliau sujud. Sedangkan kedua tangannya sejajar kedua telinganya”. [HR.Ahmad dalam Al-Musnad (2/317), dan Ath-Thobroni dalam Al-Kabir (22/34) dari jalur Abdur Rozzaq, dalam Al-Mushonnaf (2/68-69) dari Ats-Tsauriy dari Ashim bin Kulaib dari bapaknya dari Wa’il bin Hujr, ia berkata, (Lalu ia menyebutkan hadits tersebut)]
Sanad hadits ini adalah orang-orang tsiqoh, hanya saja hadit ini ada penyakitnya:
-  Abdur Rozzaq telah menyelisihi sejumlah orang-orang tsiqoh dalam meriwayatkan hadits ini. Abdur Rozzaq menyebutkan sujud yang kedua setelah berisyarat dengan telunjuk di antara dua sujud. Ini merupakan kekeliruan yang amat gamblang dari Abdur Rozzaq!! Karena semua orang-orang tsiqoh tersebut tidak menyebutkan sujud kedua seusai berisyarat!!
Dari segi derajat, memang Abdur Rozzaq orangnya tsiqoh, akan tetapi ketika ia meriwayatkan hadits ini, ia telah menyelisihi dan bertentangan dengan orang-orang tsiqoh. Mereka telah bertentangan dengan Abdur Rozzaq ketika mereka meriwayatkan hadits tersebut dari Ats-Tsauriy dari Ashim bin Kulaib dari bapaknya dari Wa’il bin Hujr -lalu ia menyebutkan hadits tsb- seraya berkata,
وَخَوَّى فِي سُجُودِهِ، فَلَمَّا قَعَدَ يَتَشَهَّدُ وَضَعَ فَخِذَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى، وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ ، وَحَلَّقَ بِالْوُسْطَى
“Beliau Shallallahu alaihi wasallam merenggangkan kedua lengannya ketika sujud. Tatkala  duduk tasyahhud beliau meletakkan paha kanannya di atas paha kirinya dan tangan kanannya (diatas paha kanannya-pen) sambil berisyarat dengan jari telunjuknya dan melingkarkan (ibu jarinya) dengan jari tengahnya”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/319)]
Sekarang kami akan sebutkan sejumlah orang-orang tsiqoh yang telah menyelisihi Abdur Rozzaq dalam meriwayatkan hadits ini, bahkan sebagian diantara mereka ada yang lebih tsiqoh daripada Abdur Rozzaq. Nama-nama  mereka sebagai berikut:
  1. Abu Awanah, Zuhair bin Mu’awiyah, dan Musa bin Abi Katsir. Riwayat mereka bisa dilihat pada Al-Mu’jam Al-Kabir (no. 84, 89 dan 90) oleh Ath-Thobroni
  2. Syu’bah sebagaimana dalam riwayat Ahmad dalam Al-Musnad (4/319) dan Ibnu Khuzaimah dalam Shohih-nya ( 1/346/no. 698)
  3. Sufyan bin Uyainah sebagaimana dalam Sunan An-Nasa’i (3/35/no. 1264).
  4. Abul Ahwash sebagaimana dalam Al-Mu’jam Al-Kabir (22/34/no. 80) dan Syarh Ma’ani Al-Atsar (1/259/no. 1432) oleh Ath-Thohawi
Mereka semuanya telah menyelisihi Abdur Rozzaq, sedang mereka lebih tsiqoh darinya. Mereka telah meriwayatkan hadits ini dengan lafazh tersebut dan memang itulah yang benar.
Sedangkan Abdur Rozzaq meriwayatkan hadits ini dengan lafazh beda, dan ternyata ia keliru!! Dengan ini, nyatalah bagi para pembaca yang budiman tentang dhoif-nya (lemahnya) hadits yang diriwayatkan oleh Abdur Rozzaq karena telah menyelisihi hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang-orang tsiqoh. Nah, inilah yang disebut hadits syadz termasuk golongan hadits-hadits lemah, tidak bisa dikuatkan oleh hadits lain, ataupun menguatkan suatu hadits.
- Diantara hal yang menguatkan syadz-nya (penyelisihan) riwayat Abdur Rozzaq terhadap riwayat orang-orang tsiqoh, adanya riwayat Abdullah bin Al-Walid dalam Musnad Ahmad (4/318) dan Muhammad bin Yusuf Al-Firyabi dalam riwayat Sunan An-Nasa’iy (3/35/no. 1264) telah menyelisihi Abdur Rozzaq dalam meriwayatkan hadits tersebut. Keduanya telah meriwayatkan hadits tersebut dari Ats-Tsauriy, tanpa meyebutkan sujud seusai berisyarat.
Ibnu Adiy -rahimahullah- berkata tentang kedudukan Al-Firyabi, “Sesungguhnya Al-Firyabi lebih didahulukan riwayatnya dari Sufyan Ats-Tsauri dibandingkan sekelompok orang, semisal Abdur Rozzaq dan sederajatnya. Mereka -para ahli hadits- berkata: ‘Al-Firyabi orang yang paling tahu (riwayat) Ats-Tsauriy dibanding mereka…’”. [Lihat Al-Kamil fi Adh-Dhu'afaa' (6/2237)]
Muhaddits Negeri Syam, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah- berkata dalam kitabnya Tamamul Minnah (hal. 216) seusai membawakan takhrij hadits tsb, “Menurut pendapatku -dan Allah yang lebih tahu-, Ats-Tsauriy bersih dari kekeliruan ini. Masalahnya ada pada Abdur Rozzaq, karena ada dua alasan berikut:
  • Pertama, Abdur Rozzaq sekalipun orangnya tsiqoh dan hafizh, hanya saja sebagian ulama memperbincangkan riwayatnya. Barangkali karena mereka telah menemukan beberapa kekeliruannya. Al-Hafizh berkata di akhir biografinya dalam At-Tahdzib, “Di antara hal yang diingkari pada diri Abdur Rozzaq, ia telah meriwayatkan dari Ats-Tsauri dari Ashim bin Ubaidillah dari Salim dari bapaknya, ia berkata, “Nabi Shallallhu alahi wasallam pernah melihat sebuah pakaian yang digunakan Umar seraya bersabda, “Apakah ini pakaian baru ataukah baru usai dicuci?” Al-Hadits[1].
Ath-Thobroni berkata dalam Ad-Du’aa’, “Hadits ini diriwayatkan tiga orang hafizh dari Abdur Rozzaq. Ini termasuk hadits yang Abdur Rozzaq keliru di dalamnya ketika meriwayatkannya dari Ats-Tsauriy”.
Saya (Al-Albaniy) katakan, “Di antara ulama yang mengingkari hal ini atas Abdur-Rozzaq, Yahya bin Ma’in sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Adi dalam al-Kamil (5/1948). Jadi, hadits Wa’il termasuk kategori ini. Ini lebih dikuatkan lagi oleh alasan berikut :
  • Kedua : Abdur Rozzaq telah diselisihi oleh Abdullah bin Al-Walid sebagaimana dalam Musnad Ahmad (4/318) dan Muhammad bin Yusuf Al-Firyabi. Keduanya telah meriwayatkan hadits itu -dengan mendengarkannya secara langsung dari Ats-Tsauriy-, tanpa menyebutkan sujud seusai berisyarat.
Dengan adanya kesepakatan dari kedua orang tsiqoh ini dalam menyelisihi Abdur Rozzaq semakin menguatkan bahwa kekeliruan itu asalnya dari Abdur Rozzaq, bukan dari Ats-Tsauriy!! Apalagi Al-Firyabi termasuk murid yang senantiasa melazimi Ats-Tsauriy, ia lebih hafal hadits-hadits Ats-Tsauri ketimbang Abdur Rozzaq. Terlebih lagi, ia ditemani Abdullah bin Al-Walid, seorang rowi yang shoduq dan jujur”.
Demikian yang dikatakan oleh Syaikh Al-Albaniy. Semoga Allah meninggikan derajat beliau di dalam surga. Beliau sungguh telah memberikan jawaban yang memuaskan dan melepas dahaga.
Dengan keterangan ini, maka para pembaca yang budiman bisa menarik kesimpulan sebagai berikut:
1.  Abdur Rozzaq sekalipun orangnya tsiqoh, cuma dalam hadits yang diriwayatkannya ini terdapat kekeliruan yang timbul dari dirinya.
2.  Riwayat Abdur Rozzaq ini adalah lemah & syadz, karena ia telah menyelisihi orang-orang tsiqoh.
3.  Oleh karenanya, tidak disyari’atkan berisyarat dengan jari telunjuk di antara dua sujud dalam sholat karena lemahnya hadits ini.
4.  Yang menguatkan bahwa hal itu tidak disyari’atkan, adanya nash yang menetapkan tempat berisyarat, yaitu ketika duduk tasyahhud, bukan di antara dua sujud sebagaimana dalam nas hadits yang kami sebutkan di awal pembahasan, wallahu a’lam.