)
.
Endapkan Rasa Itu!
(Rinai-rinai Cerita Episode Pertama
Asalkan Ada Usaha Nyata !
Selagi kita tidak berjalan di tempat
atau hanya berputar-putar di lorong labirin, pastinya akan berakhir
dengan senyum bahagia. Tidak ada manusia yang sempurna…. Masing-masing
terlahir dengan cacat dan cela.., lalu hidup di dunia dengan menyandang
dosa.., setelah wafatnya, hanya rahmat Allah saja yang bisa
menyelamatkannya.
Belajar dan berlatih.., hanya sebatas
itu yang mampu kita lakukan. Janganlah berandai-andai ada langkah yang
lain! Kita mesti terusbelajar dan tidak kenal lelah untuk berlatih…
Hasil dari belajar dan berlatih hanya bisa kita titipkan melalui
rangkaian doa tak terputus kepada Ar Rahman… Semoga saja Dia memudahkan
kita untuk mengecap manisnya keberhasilan dari belajar dan berlatih
kita. Amin.
.
Kisah kecil yang sangat inspiratif sekali !
Mudah-mudahan kisah kecil ini bisa
membangkitkan energi besar dan agung dari diri kita. Semoga saja kisah
kecil ini mampu memotivasi kita untuk tetap terus berjuang dalam
menggapai ilmu Mengendapkan Rasa. Kisah ini tentang seorang gubernur
kota Madinah di masa keemasan Islam. Nama lengkapnya Al Walid bin Utbah
bin Abi Sufyan bin Harb. Oleh pamannya, Amirul Mukminin Mu’awiyah bin
Abi Sufyan yang berkedudukan di Syam, Al Walid ditunjuk dan diangkat
sebagai gubernur Madinah. Sebuah pilihan yang tepat! Sebab Al Walid
dikenal dengan kesalehan,kebaikan dan kemuliaannya. Bahkan beberapakali
Al Walid memperoleh amanat sebagai Amirul Hajj(pimpinan tertinggi
jama’ah haji).
Oleh Ibnu Abbas, wajah Al Walid digambarkan bagaikan selembar kertas halus. Sebuah gambaran akan kelembutan dan kehalusan yang terpancar dari wajah beliau. Jika kita ibaratkan dengan air, pasti wajah Al Walid dapat dilukiskan ibarat permukaan air yang tenang, tanpa riak dan gelombang.
Barangkali berbeda dengan wajah kita
yang penuh dengan lipatan-lipatan masam nan cemberut. Ini bukan masalah
tampan ataukah tidak. Bukan pula karena keindahan wajah atau bukan.
Sekalipun kurang tampan, wajah yang selalu dihiasi oleh sinar binar
kelembutan tentu sangat berkesan di hati… Wajah kita berada pada jenis
yang mana?
Langkah-langkah fenomenal diambil oleh
Al Walid pada hari-hari pertama dalam jabatannya sebagai seorang
gubernur. Orang-orang yangdikenai hukuman penjara dibebaskan olehnya.
Tentu grasi dari Al Walid diperuntukkan bagi mereka yang telah nampak
tanda-tanda taubat dan penyesalannya selama menjalani hukuman penjara.
Langkah fenomenal lainnya adalah
melunasi hutang-hutang yang ditanggung oleh warga kota Madinah. Luar
biasa bukan, kawan? Bayangkan saja, betapa bersukacita warga Madinah
yang saat itu sedang terhimpit dan terlilit oleh hutang. Semua dibayar
dan dilunasi oleh Al Walid rahimahullah ta’ala.
Bayangkan saja wajah dan cara berbicara Al Walid! Ibnu Abbas melukiskannya untuk kita,
“Al Walid memandang dan memperhatikan ke arah kami dengan pandangan penuh kelembutan… Lebih lembut dari air. Al Walid berbicara dan berbicang-bincang dengan kami dengan menyusun kata-kata manis… Lebih manis dari buah yang telah matang”
Tidakkah kita perlu belajar dan berlatih
lagi? Untuk memandang, berbicara dan mendengar dengan cara-cara yang
elok dan elegan, jauh dari kesan angkuh dan sombong? Sebab kita semua
sama-sama makhluk ciptaan-Nya. Hanya kadar takwa yang membedakan derajat
kita di hadapan-Nya… Siapapun akan senang dan bangga jika bersahabat
dengan seorang kawan yang sedemikian eloksikapnya. Tentu kita selalu
bermimpi memiliki seorang kawan yang seperti itu… Namun, sudah siapkah
kita jika ada seseorang berharap agar kita lah yang menjadi kawannya
yang penuh keelokan itu?
Subhaanallah!
Sudah pada tataran tinggi ilmu
Mengendapkan Rasa yang dipunya Al Walid bin Utbah! Ibnu Abbas pernah
diundang makan siang oleh Al Walid. Seorang budak milik Al Walid datang
menghidangkan jamuan makan siang.Sebuahtalam berisi makanan dibawa oleh
si budak tersebut.
Brakk!!!
Budak itu terpeleset jatuh. Talam berisi
jamuanmakan siang ikut tertumpah di pangkuan Al Walid… Si budak segera
berdiri mematung, tidak bergerak sama sekali. Seakan-akan tubuhnya tidak
lagi bernyawa… Entah hukuman apa yang akan dijatuhkan Gubernur Al Walid
untuknya, pikir budak itu. Kejadian semacam itu tentu membuat malu
seorang tuan rumah!
Sang budak masih saja berdiri mematung.
Apa yang dilakukan oleh Al Walid? Al Walid kemudian bangkit berdiri
–masih selalu dalam kelembutan dan ketenangan luar biasa, lalu masuk ke
dalam rumah. Ternyata Al Walid mengganti pakaiannya yang telah kotor
oleh siraman makanan dari talam itu. Dengan wajah berseri-seri, Al Walid
keluar menuju ruang makan siang. Sama sekali tidak terbekas rasa marah,
sesal atau kecewa di permukaan wajah beliau yang tenang.
“Sepertinya… aku telah membuat dirimu merasa ketakutan bukan? Sejak hari ini, engkau dan anak-anakmu aku bebaskan dari status budak dan kalian menjadi orang-orang merdeka… Demi mengharap wajah Allah”, demikian Al Walid dengan penuh rasa sayang mengucapkan kata-kata di atas kepada sang budak miliknya.
Duh…duh..duuuh… Sungguhkah ada kejadian semacam itu? Ada dan benar-benar ada!
Bagaimana dengan kita selama ini? Sudah berapa kali kita tak mampu meredam amarah? Sudah berapa orang yang menjadi korban amukan emosi tak terkendali kita? Banyak sahabat dan orang-orang yang kita cinta mungkin telah terluka dengan sikap kita yang masih saja bergejolak tak terkekang?
Bagaimana dengan kita selama ini? Sudah berapa kali kita tak mampu meredam amarah? Sudah berapa orang yang menjadi korban amukan emosi tak terkendali kita? Banyak sahabat dan orang-orang yang kita cinta mungkin telah terluka dengan sikap kita yang masih saja bergejolak tak terkekang?
Allahumma inni astaghfiruka wa atuubu ilaik
Barangkali sumpah serapah telah mengalir
deras dari lisan kita,jika saja peristiwa itu menimpa kita. Mungkin
saja kita tidak akan bisa melupakan kejadian memalukan semacam itu.
Namun… hal itu tidak berlaku bagi Al Walid bin Utbah bin Abi Sufyan.
Semoga Allah merahmati beliau.
Semoga saja jalan terbentang masih ada untuk kita agar bisa menjadi hamba yang berusaha memperbaiki diri. Sekalipun tidak akan sempurna nanti hasilnya… Ya Allah, ampunilah kami jika kami salah atau lupa.
Belajar dan berlatih!
Semoga saja jalan terbentang masih ada untuk kita agar bisa menjadi hamba yang berusaha memperbaiki diri. Sekalipun tidak akan sempurna nanti hasilnya… Ya Allah, ampunilah kami jika kami salah atau lupa.
Belajar dan berlatih!
.
_abu nasiim mukhtar “iben” rifai la firlaz_
republik of rindoe_26 Juni 2013_
disadur dari Rabi’ul Abraar 2/13 melalui Min Dzakhairul Islam